Vacation

107 15 0
                                    

Jeevans POV
Ujian akhir semester telah berakhir. Akhirnya Jeevans bisa bernapas lega karena bebannya sudah terangkat. Ia akan mengajak sahabat-sahabatnya untuk makan bersama karena sudah melewati masa-masa yang sulit itu. Ah, ia juga akan mengajak pangeran Mavendra karena berkat pangeran Mavendra, Jeevans bisa melalui masa-masa ujian akhir semester dengan baik dan sehat. Kalau saja pangeran Mavendra tidak membawakan makanan setiap hari, mungkin Jeevans akan tumbang dan berakhir di rumah sakit.

"Gue mau travel sama Mars ke Thailand. Siapa yang mau ikut?" Elang mengangkat tangannya ke udara, terlalu bersemangat untuk mengajak yang lainnya berliburan. Rendra setuju, sedangkan Jivaa menolak karena uang sakunya tidak cukup.

"Soal makanannya, biar saya yang mengurusnya." Sahut Jeevans dengan tersenyum lebar. Semoga Jivaa merasa tertolong dan mereka berempat bisa berlibur bersama.

"Akodomasi ntar kita tinggal di home stay milik Mars. Lo tinggal bagian tiket pesawat bolak balik aja." Lanjut Elang, Jivaa pun akhirnya setuju.

"Je, kalo gue ngajak temen gue yang lain, lo ngga perlu ngebayarin makanan mereka." Elang menghampirinya dan tersenyum bak seorang kakak yang pengertian. Jeevans menggelengkan kepalanya.

"Tidak apa-apa, uang saku masih aman."

"Oke deh."

;

Perjalanan liburan mereka ke Thailand pun dimulai. Keempat sahabat itu hanya membawa satu koper masing-masing kecil, sedangkan Mars—suaminya Elang dan Bintang hanya membawa tas ransel saja. Faras dan Mada membawa satu koper besar untuk berdua. Sean dan pacarnya hanya membawa satu koper kecil. Dan pangeran Mavendra hanya membawa tas ransel kecil—mungkin hanya bisa diisi oleh ponsel, charger dan dompet saja. Apakah pangeran Mavendra berniat membeli baju di sana?

Di pesawat semuanya tidur karena memang masih membutuhkan istirahat yang cukup, terlebih mereka juga menjaga energi agar bisa menelusuri Thailand dengan baik. Tak terkecuali Jeevans.

Baru saja sampai di Bandara, semuanya sudah berdebat untuk destinasi pertama mereka. Ada yang ingin makan terlebih dahulu, ada yang ingin pergi ke pantai terlebih dahulu. Ada yang ingin pergi ke kuil dan melihat kehidupan di sana. Jeevans hanya ingin pergi ke tempat mereka tinggal dan merebahkan dulu tubuhnya.

"Mau cokelat?" Tawar pangeran Mavendra yang menyodorkannya sebatang cokelat brand ternama. Jeevans menerimanya. Ia melihat bagaimana pangeran Mavendra terkekeh pelan melihat perdebatan kecil di sana.

Dan pilihan yang disepakati adalah pergi ke tempat home stay milik keluarganya Mars.

;

Home Stay milik keluarga Mars hanya memiliki enam kamar saja. Mereka pun mulai membagi kamarnya dengan sedikit perdebatan kecil. Hasil akhirnya, tentu saja Elang sekamar dengan Mars, Sean dan pacarnya, Faras dan kakaknya—Mada, Jivaa dan Rendra, Bintang dan pangeran Mavendra, dan Jeevans seorang diri.

Mars menyarankan untuk membeli makanan secara daring terlebih dahulu, agar Jeevans juga lebih muda membayar makanannya. Selama menunggu makanan tiba, Mereka bermain Truth or Dare. Baru satu kali putaran, Jeevans sudah merasa lelah karena teriakan Jivaa yang memekakkan telinganya. Ia pun pergi ke halaman belakang. Semuanya memahami Jeevans yang tiba-tiba ingin waktu sendiri.

Ia memandang hamparan langit yang cerah. Udara yang segar karena di halaman belakang ditanami berbagai tanaman, bahkan bisa dibilang cukup wangi karena ada beberapa tanaman bunga. Mengingatkannya akan istananya. Di bagian Barat dengan tanaman bunga mawar yang lebih banyak daripada di istana bagian lainnya.

"Makanannya sudah tiba." Jeevans tersentak dengan suara itu. Pangeran Mavendra tiba-tiba datang dan bersandar di pintu. Membawa dua kotak makan dan dua botol bir.

"Mereka bisa memanggil saya untuk makan bersama, pangeran." Tutur Jeevans dan hendak menghampirinya, namun pangeran Mavendra mencegahnya. Pangeran Mavendra pun mengajaknya untuk duduk di atas rumput. Makan bersama seolah mereka sedang piknik.

"Mars dan Elang terlalu mesra, gue yakin pangeran Jeevans masih belum terbiasa." Ucapan pangeran Mavendra ada benarnya. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman tipis, merasa sangat berterimakasih kepada pangeran Mavendra entah apapun alasan yang digunakannya.

"Pangeran Mavendra sudah terbiasa dengan hubungan sesama jenis?" Tanya Jeevans yang mendudukkan dirinya dengan pelan. Ia menerima satu kotak makanan itu dan mulai melahapnya.

"Hm, sebenarnya tidak juga. Bahkan masih sangat menyebalkan melihat mereka berciuman. Seolah mengejek. Tapi ya memang begitulah Mars dan Elang." Jelas pangeran Mavendra dengan sesekali tertawa kecil. Entah mengapa, Jeevans suka mendengar tawa pangeran Mavendra. Seolah menenangkan hatinya.

Pangeran Mavendra melanjutkan ceritanya tentang bagaimana pertemanan mereka dimulai. Dari Elang yang memang mengajak beberapa orang berkenalan dan malah berakhir menghabiskan waktu bersama pangeran Mavendra dan Bintang. Kemudian mengenal Mars dari UKM musik Fakultas Ekonomi Bisnis saat melihat penampilan Bintang untuk pertama kali. Mereka hanya berteman, hingga undangan pernikahan mereka disebar—barulah pangeran Mavendra kalau pertemanan Mars dan Elang bukan pertemanan biasa.

Jeevans terlena dengan cara pangeran Mavendra bercerita, hingga tak menyadari bahwa Elang sudah berada di belakang mereka dan merangkul bahu keduanya.

"Gue sama yang lainnya mau jalan-jalan, tapi misah sih. Kalau mau ikut, boleh. Kalau engga ya, kalian bisa keluar bareng aja." Ucap Elang dan menunggu jawaban keduanya. Jeevans masih ingin beristirahat, nanti kalau mau keluar, ia bisa pergi sendiri. Pangeran Mavendra belum menjawab namun Elang sudah berpamitan pergi.

"Kenapa El tidak menunggu jawaban pangeran Mavendra?" Tanya Jeevans penasaran. Ia bahkan masih melihat ke arah Elang masuk ke dalam rumah.

"Karena El tahu."

Hah? Tahu mengenai apa? Apakah pangeran Mavendra juga tidak terlalu suka berpergian secara beramai-ramai begitu?

;

Hari sudah gelap. Jeevans hanya menghabiskan waktu berdua bersama pangeran Mavendra di sekitar home stay dan memilih menunggu teman-teman yang lainnya di rumah saja. Jeevans sudah membeli makan malam. Ia sudah lapar tapi menahan nafsunya karena ia ingin makan bersama yang lainnya. Namun, sepertinya semuanya terlalu menikmati waktu liburan mereka.

Jeevans beranjak dari ranjangnya dan pergi dari kamarnya. Ia keluar menuju ke ruang tengah guna mencari pangeran Mavendra. Suara guntur di luar sana mulai membuat Jeevans khawatir. Bagaimana kalau teman-temannya kehujanan dan jatuh sakit?

Ruang tengah itu kosong. Hanya ada keheningan. Bahkan suara napas seseorang pun tak ada. Keningnya berkerut kala bertanya-tanya di manakah pangeran Mavendra berada. Apakah berada di halaman belakang? Atau pergi keluar sebentar tanpa pamit dengannya?

Jeevans mengambil ponselnya dari saku celananya. Mengetikkan beberapa kata di DM Twitter milik pangeran Mavendra. Ia menghapusnya dan mengganti kalimatnya. Tidak. Jeevans harus menghubungi pangeran Mavendra atau menghubungi teman-teman yang lainnya terlebih dahulu?

Jeevans terkejut dengan suara guntur di luar sana. Ponselnya terjatuh. Suara guyuran hujan di luar sana terlalu deras. Jeevans mengambil ponselnya dan berjalan dengan tergesa-gesa menuju ke jendela. Mengecek kondisi hujan di luar sana. Perasaan khawatir itu mulai menggerogotinya.

Jeevans kembali sibuk dengan ponselnya. Ia pun menghubungi nomor pangeran Mavendra. Berharap panggilan telepon itu segera dijawab. Jeevans berlari ke ruang tamu dan membuka pintu utama kala mendengar suara ponsel yang berbunyi.

"Hai, pangeran Jeevans." Sapa pangeran Mavendra yang baru saja datang entah dari mana. Rambutnya basah kuyup, begitu juga dengan pakaiannya. Jeevans menggenggam ponselnya dengan erat, namun ia menghela napas dengan lega.

"Pangeran takut guntur?" Jeevans menggelengkan kepalanya. Pangeran Mavendra terkekeh pelan.

"Biarkan saya masuk, pangeran. Dingin."

"Um."

—k. mala

Erlebnisse: KamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang