Theodore menggeretakkan giginya, semalaman suntuk ia tak dapat tidur dengan tenang. Setelah seharian mencari keberadaan Alina perihal kejadian di sungai, ia dikabarkan oleh butler-nya bahwa Alina berada di kediaman Thomas. Ia masih gelisah karena Thomas tidak mengijinkannya menemui Alina atau membawanya kembali ke dalam kastilnya.
Ia tahu betul bahwa dirinya sungguh seperti seorang bajingan, Alina berhak untuk tidak memaafkan perilakunya itu. Namun ia tetap ingin menemui Alina untuk menjelaskan dan melihat bagaimana keadaannya saat ini.
Theo mengutuk dirinya yang telah menyakiti hati Alina, ia sungguh tidak habis pikir bagaimana ia dapat melakukan hal seperti itu. Ditambah lagi ia meracau perkataan yang tak semestinya pada Alina.
Theo menyesali perbuatannya yang selalu diluar kendali saat teringat Alinanya pada diri Alina. Sekarang ia harus menambah daftar panjang hal-hal yang harus ia selidiki nantinya, termasuk mengenai dirinya yang selalu seperti kerasukan setan setiap kali ia teringat Alina.
Ia kembali menenggak anggur langsung dari botol yang ia pegang, ini sudah botol ke 2 yang ia habiskan. Theo melampiaskan kegelisahannya dengan mengonsumsi alkohol untuk menumpulkan otaknya yang sedari tadi tidak berhenti memikirkan keadaan Alina.
.
.
Alina terdiam sejenak sesaat ia melihat Thomas yang sudah terlelap disampingnya, ia tertidur menyamping dengan tangannya yang memeluk pinggang Alina. Ia memindahkan tangan Thomas perlahan agar tidak membangunkannya, Alina beranjak dari kasur pelan-pelan dan meninggalkan Thomas untuk melanjutkan tidurnya.
Alina mengalungkan selimut rajut yang Thomas kenakan padanya tadi siang diatas kursi samping yang ia duduki tadi. Alina harus kembali ke kastil Putra Mahkota secepatnya, ia tidak ingin ada gunjingan atau fitnah yang melibatkan dirinya dengan Thomas dikawasan istana ini.
Ia tahu gosip seperti ini akan berdampak buruk padanya atau pun Theo jika ia kedapatan bermalam disini, Alina menutup pintu kamar Thomas dan segera keluar dari kastilnya.
Sesampainya di kastil Putra Mahkota, saat ia berjalan menuju kamarnya ia tak sengaja melihat pintu kamar Theo yang setengah terbuka. Dari balik pintu ia dapat melihat kamar Theo masih dalam keadaan terang benderang, Alina berinisiatif memasuki kamar Theo karena akan berbahaya jika lampu gas dan lilin dikamarnya dibiarkan menyala semalaman.
Saat memasuki kamar Theo ia mendapati kamarnya sangat berantakan, Alina makin dibuat terkejut melihat keadaan Theo yang kacau. Theo tengah terduduk lesu di kursi sambil memegang botol anggur ditangannya.
Alina meletakkan kembali barang-barang yang berserakan dilantai ke tempat asalnya, tak lupa juga mengambil botol anggur yang sedang Theo genggam agar tidak melukai dirinya.
Saat ia berusaha mengambil botol itu secara perlahan, Theo tersadar dan segera menggenggam tangan Alina.
"Alina maafkan aku, maafkan kelakuan bodohku Alina" ucap Theo dengan lirih.
"Sungguh aku tak bermaksud menyakitimu, aku.. aku juga tak mengerti setan apa yang telah merasukiku"
"aku tahu perkataanku sangat tidak masuk akal, tapi sungguh Alina.. sungguh saat itu bukanlah hal yang aku inginkan" air mata Theo mengalir saat berusaha menjelaskan perbuatan gilanya.
Alina hanya terdiam mendengarkan perkataan Theo, wajahnya memerah dan dari badannya tercium bau alkohol yang sangat menyengat. Setelah mengatakan permintaan maafnya, Theo kembali tak sadarkan diri dan menyenderkan kepalanya diatas bahu Alina.
Ia segera memapah Theo untuk berbaring di atas kasurnya, saat Alina akan menyelimutinya dengan selimut tangan Theo menariknya sehingga kini ia pun ikut berbaring di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Mystifying Tale of Faith [R-21+]
Historical FictionApa yang akan kamu lakukan jika saat terburu-buru membuka pintu ke kelas namun bukan wajah dosen atau pun mahasiswa lainnya yang kamu lihat melainkan pemandangan pasir pantai putih yang indah? Belum lagi jika ternyata kamu sekarang tidak mengenakan...