Sesampainya di kamar Alina duduk terdiam di pinggiran kasurnya, ia masih mencerna percakapan antara Thomas dan Bangsawan itu. Apakah akan ada peperangan di kerajaan ini? Lalu apa maksudnya Prajurit Bayangan? Haruskah Alina memberitahu tentang percakapan Thomas dan orang itu? Tetapi Alina tidak mau jika harus ikut campur dalam politik kerajaan, ia sadar bahwa dirinya hanyalah orang asing yang sedang menumpang disana.
Ia memutuskan untuk menganggap kejadian tadi sebagai angin lalu dan melanjutkan kehidupannya seperti biasa disini dengan tenang. Sudah terlalu banyak misteri yang ada dalam pikirannya, ia tak mau lagi menambah beban pada otaknya yang sudah mau meledak ini.
Apakah memang kehidupan dalam istana kerajaan serumit ini? Padahal belum lama Alina tinggal disini namun rasanya ia sudah sangat jengah dengan semua hal yang terjadi. Alina hanya ingin hidup tenang dan mempunyai rutinitas yang sederhana, haruskah ia menyerah mencari tahu tentang dirinya dan menjalani kehidupan baru diluar istana?
Tetapi dirinya sudah terlanjur berjanji akan membantu Theo untuk menjadi tunangan palsunya, ia juga harus membayar rasa terimakasihnya pada Theo karena sudah membantu dirinya selama ini.
Apa yang akan terjadi pada dirinya jika semua ini berakhir? Kalau benar memang ia Alina yang selama ini Theo cari... Akankah dia menjadi tunangan Theo yang sesungguhnya? Tapi bagaimana kalau memorinya tidak pernah kembali? Haruskah ia menjadi Alinanya yang Theo kenal sebelumnya?
Alina mengusap wajahnya dengan gusar, ia lelah memikirkan semua kemungkinan yang belum terjadi. Alina menjatuhkan setengah badannya diatas kasur, seraya menatap langit langit dan menjulurkan tangannya ke udara. Ia berusaha menggapai sesuatu, sesuatu yang mustahil ia raih.
Ia berusaha menggapai kehidupannya yang telah direnggut paksa dan hilang dalam dirinya. Siapa pun itu, bahkan jika memang seorang dewa ia akan meminta pertanggung jawaban karena telah mengacaukan kehidupannya.
Alina memejamkan mata dan mencoba menetralkan rasa gelisah yang Ia rasakan, tak berapa lama setelah matanya terpejam terdengar sebuah suara ketukan dari pintu kamarnya. Ia mempersilakan Cordelia masuk setelah Alina bertanya siapa gerangan yang telah mengganggu waktu tenangnya.
"Yang Mulia Baginda Ratu Permaisuri mengirim surat untuk nona Alina, dan Yang Mulia Putra Mahkota berpesan agar besok pagi nona dapat mempersiapkan diri untuk pergi ke kota bersamanya." Setelah itu Cordelia menyerahkan sebuah surat cantik dari Permaisuri pada Alina.
Alina mengangguk atas kabar yang diberitahukan oleh Cordelia, segera ia membuka surat yang diberikan padanya. Dalam surat itu terdapat undangan untuk jamuan teh pribadi bersama sang Permaisuri di tempat favoritnya yaitu rumah kaca. Alina selalu penasaran dan ingin berkunjung ke dalam rumah kaca yang terlihat sangat cantik dari luar itu, ia sangat bahagia akhirnya datang juga kesempatan untuk melihat keindahannya dari dalam.
"Cordelia, apakah ada sesuatu yang dapat kuberikan pada Yang Mulia Permaisuri saat mengunjunginya nanti?" tanya Alina bersemangat.
"Yang Mulia Baginda Ratu Permaisuri sangat menyukai teh dan bunga"
"Hmm, baiklah. Apakah aku dapat meminta kalian untuk menyiapkan bunga Melati dan Krisan segar besok setelah aku kembali dari kota?" pinta Alina pada Cordelia.
"Baik nona, akan segera kami siapkan."
"Oh ya Cordelia, bolehkah tolong siapkan air hangat dan wewangian lavender untukku berendam saat kau keluar nanti?"
"Dengan senang hati nona Alina" ucap Cordelia segera setelah ia beranjak pergi dari kamar Alina.
Alina kembali merebahkan dirinya diatas kasur sepeninggalan Cordelia dari kamarnya, ia kembali memejamkan mata sembari menunggu para pelayan selesai menyiapkan air untuk dirinya berendam nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Mystifying Tale of Faith [R-21+]
Historical FictionApa yang akan kamu lakukan jika saat terburu-buru membuka pintu ke kelas namun bukan wajah dosen atau pun mahasiswa lainnya yang kamu lihat melainkan pemandangan pasir pantai putih yang indah? Belum lagi jika ternyata kamu sekarang tidak mengenakan...