CHAPTER 2 - PART 1 (R-21+)

2.9K 69 1
                                    

WARNING 21+

CONTENT ADVISORY

Terdapat konten eksplisit yang hanya dapat dibaca oleh usia legal diatas 21 tahun, diingatkan sekali lagi agar dapat bijak membaca sesuai umur.


Alina telah sampai di depan pintu ruang kerja Theodore, setelah Cordelia–kepala pelayan memandunya dari kamar tidurnya menuju ke tempat ini ia telah berjalan entah sudah berapa banyak langkah dari kamarnya menuju ruang kerja Theodore.

Pemandangan dari dalam kastil istana ini bak berkeliling di dalam sebuah museum seni, banyak ruangan dengan pintu yang dirancang dengan indah. Langit-langit lorong yang tinggi dengan ukiran-ukiran cantik dan berbagai macam pajangan seperti patung dan lukisan yang megah.

Jendela-jendela yang tinggi dan lebar menampilkan pemandangan diluar kastil yang begitu menakjubkan, taman yang dikelilingi oleh hamparan rumput yang tertata rapi dan bunga-bunga yang bermekaran, semak-semak yang dibentuk dengan baik, pohon-pohon rindang yang teduh mengundang untuk bersantai dibawah lindungan dedaunannya.

Kini ia hanya selangkah berhadapan dengan pintu besar yang menghalangi dirinya dan Theo di dalam ruangan itu. Cordelia mengetuk pintu dan mengumumkan bahwa Alina sudah ada di depan ruangan. Theo mempersilakan Alina masuk dan menyuruhnya untuk duduk selagi ia sibuk dengan tumpukan berkas-berkas kerajaan.

Para pelayan mengetuk dua kali, mereka langsung masuk bersama troli sembari membawa berbagai macam kudapan dengan sepoci teh dan dua buah cangkir kosong. Cordelia menuangkan teh ke dalam cangkir dan segera pergi setelah semua tertata dengan rapi.

Alina menyeruput teh yang telah disajikan Cordelia, harum dedaunan teh menyeruak masuk ke dalam indera penciumannya. Rasa masam menggelitik indera pengecapnya, segera ia mengambil kukis yang telah disediakan. Kukis yang manis dan gurih sangat cocok dengan rasa getir masam dari teh yang baru saja ia minum.

Keheningan di dalam ruangan itu ditemani oleh suara kecil dari dentingan peralatan makan dan guratan pena yang beradu dengan kertas. Theo tetap terdiam dan larut dalam kesibukannya, Alina yang diabaikan oleh Theo akhirnya membuka suara,

"Theo.." Theo pun menoleh, mengenang suara dan panggilan yang biasa Alinanya gunakan.

"jadi ada apa kau memanggilku kesini", "dan tolong jelaskan apa maksud dari kejadian tadi? Sejak kapan aku menjadi tunanganmu?" cecar Alina.

Theo terdiam, ia pun bangun dari kursinya dan berjalan menuju sofa yang berhadapan dengan Alina. Ia segera duduk dan langsung menyeruput teh sebelum ia membuka suara.

"Itulah mengapa aku memanggilmu kesini, aku akan menjelaskan beberapa hal. Tapi sebelum itu aku punya satu permintaan."

Theo menyodorkan sebuah kotak kecil dengan lapisan beludru berwarna dongker.

"Apa ini..." ucap Alina seraya mengambil kotak itu dan membukanya.

Alina melihat sebuah cincin perak berhiaskan batu permata topaz berwarna biru langit, batu permata itu berbentuk oval berukir daun pakis di sekelilingnya.

"Cincin yang cantik, seperti hutan di siang hari."

Theo pun tertegun mendengar ucapan Alina, kalimat yang sama persis diucapkan oleh Alinanya saat ia memberi cincin itu 3 tahun yang lalu. Theo semakin yakin untuk memberitahukan tentang Alinanya kepada gadis ini. Ia sudah tidak perduli jika memang gadis ini adalah utusan atau antek dari musuh kerajaan.

"Alina, sebelum menjawab pertanyaan tentang pertunangan itu aku akan menceritakan sesuatu tentang cincin ini."

Theodore yang berusia 21 tahun memiliki kegemaran untuk bertualang dengan busur panah dan pedangnya di hutan yang tak jauh dari kastil tempat dia bertumbuh kembang. Selama dua minggu ini ia rutin menjelajah hutan untuk berburu dan melatih kemampuannya dalam memanah sesuatu yang bergerak seperti hewan.

A Mystifying Tale of Faith [R-21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang