Gagal

7 3 0
                                    

"Rizka."

Aku berbalik,begitu guru Disya memanggilku. Kebetulan guru tersebut merupakan guruku dulu. Aku tersenyum kemudian menyalaminya.

"Apa kabar kamu sekarang?"tanya Bu Eni. Aku kembali menerbitkan senyum pilu,kabar ku jauh dari kata baik. Bahkan tidak baik.

"Seharusnya aku bilang baik...tapi Disya—"

"Ibu tahu,"potongnya. Bu Eni mengelus lenganku.

"Ibu ikut sedih melihat Disya,"tambahnya dengan wajah iba. Aku hanya menatapnya,tak mampu harus berkata seperti apa lagi.

"Bagaimana kalau kita bawa Disya ke psikolog?sepertinya dia butuh seseorang."

Dia butuh seseorang.

Haruskah ucapan itu terucap saat ada aku? Kakaknya?

Apa aku gagal menjadi Kakak untuk Disya?

"Aku... coba pikir-pikir nanti." Kemudian aku mencoba mengundurkan diri. Kuhela napas dengan mata yang kini mulai memburam. Dadaku sesak,bagaimana bisa aku gagal menjadi Kakak untuk adikku?

Akhirnya aku bergerak ke kamar mandi,menangis disana.

Aku lelah...

Aku ingin Disya kembali.

"Si bisu itu!"

Aku tersentak mendengar suara perempuan yang terdengar nyaring.

Kemudian terdengar suara langkah kaki yang beramai-ramai memasuki toilet.

Aku mendengar suara isak tangis Disya.

Kemudian aku putuskan untuk keluar dari toilet dan betapa terkejutnya aku melihat Disya yang kini mulutnya penuh dengan tinta hitam.

"Disya." Aku berlari ke arahnya,membantunya mengeluarkan segala sesuatu yang berada di mulutnya.

Kemudian anak-anak yang mengikuti adikku berlari menjauh.

Kenapa mereka jahat kepada Disya?apa salah Disya?

Adik Kecilku Tidak Bisu (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang