; Cantik

43 10 3
                                    

Bermalam di tempat kediaman William bukan suatu hal yang pernah Gifar rencanakan sebelumnya. Tapi jujur saja, jika ditawarkan dia tak akan menolak.

Mendengar tetesan air dari dalam kamar mandi berhenti membuat jantungnya berdebar kencang, William sudah selesai membersihkan tubuhnya.

William keluar dari kamar mandi dengan pakaian lengkap, sambil mengacak rambut basahnya dengan handuk berwarna biru muda.

"Huhh, dingin banget malam ini."

Gifar yang tengah duduk di sofa, sama sekali tak bisa mengontrol diri. Pandangannya terus mengikuti arah jalan William.

"Gifar, laper gak? Biar gue mas-" kalimatnya terhenti saat sadar dengan tingkah aneh temannya. "Gifar Wistara..?"

Yang namanya disebut langsung tersadar dari lamunan, dia mengerjapkan mata beberapa kali.

"Sorry, lo bilang apa tadi?"

"Lo gapapa kan? Kenapa melamun?" William salah paham terhadap tingkah Gifar. Dia mendekat dan duduk tepat di sebelah pria tampan itu. "Gifar, mau cerita?"

"Engga Will, kenapa?"

"Lo kelihatan kaya orang bingung."

"Iya, gue bingung kenapa lo cantik banget."

William langsung melotot, seluruh wajahnya memanas.

Maksud lo apa Gifar, mau bikin gue gila?

"Maaf kalau bikin ga nyaman, Will. Gue susah nahan omongan," ucap Gifar sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal sambil mengeluarkan senyuman canggung.

William tersenyum malu sambil mengangguk. "Gimana perasaan lo sekarang?"

"Gue? Seneng."

"Seneng?"

"Setiap sama lo, gue ngerasa semesta masih baik sama gue."

"Semesta baik, karena gue dikasi kesempatan untuk kenal sama lo." William menempelkan telapak tangannya pada rambut lembut Gifar, kemudian mengusaknya secara pelan. "Makasih udah baik sama gue."

Gifar langsung tersipu. Tak sembarang orang bisa melihat senyuman malunya itu.

Tiba-tiba William membesarkan mata, dan langsung menyingkirkan tangannya dari rambut Gifar.

"M-maaf, gue terlalu kebawa suasana ya?"

Gifar menggelengkan kepala cepat. "Kenapa Will? Lo mikirin apa?" dia menarik tangan William dengan lembut, kemudian meletakkan di atas kepalanya sendiri. "Nih, elus lagi."

"Mau?"

"Mau.."

William pun kembali tersenyum, sambil mengelus-elus rambut pria di depannya itu. "Gemes, rambut lo lembut!"

"Rambut gue juga wangi, ga mau cium?"

-------

"Ini- gue tidur di bawah aja gapapa kok. Bisa di alas pakai jaket."

"Jangan, masa tamu tidur di bawah? Udah, gue aja!"

Keduanya terus melempar siapa yang harus tidur di lantai malam ini. Apa sebaiknya keduanya tidur di lantai? Atau..

"Kalau gitu kita berdua tidur di kasur aja," ucap William tegas.

"Boleh?"

"Iya boleh, sini!" William terlebih dahulu melompat ke atas kasur, kemudian disusul oleh Gifar. Keduanya langsung berbaring, sudah sangat siap untuk tidur.

Tidak banyak yang mereka katakan sebelum mata terpejam, tapi ada beberapa kalimat Gifar yang berhasil merubah pola pikir William dalam sejenak.

"Gifar, lo ingat kan kenapa gue sampai diusir dari rumah?"

"Hmm, kenapa?" Gifar memiringkan tubuhnya, kini mereka berdua berhadapan.

"Lo ga takut sama gue?" candanya.

"Buat apa takut, lo bukan hantu."

"Kalau anak-anak sekolah tau bahwa gue orang yang kaya gitu, pasti mereka jauhin gue, terutama yang laki-laki."

"Kaya gitu? Lo masih manusia biasa, Will. Lo ngomong begitu seolah-olah lo seorang mantan kriminal yang pernah ngebunuh ratusan orang."

"Gue takut lo ngejauh, Gifar.." hidung William mulai memerah, rasanya air mata akan segera keluar dari matanya.

"Ngejauh kenapa Will.. lo itu orang baik, yang pantes buat disayangin, bukan dijauhin." Gifar sadar dengan perubahan ekspresi William, genangan air di bawah matanya pun mulai terlihat. "Ssstt, jangan kebanyakan takut, kan ada gue?"

Gifar langsung mendekap William ke dalam pelukannya, beberapa detik kemudian terdengar isakan tangis.

"I'm here. Gapapa nangis aja." Tanpa disadari, Gifar ikut meneteskan air mata. Dia mengusap pelan punggung William. "Sssshh.."

"Gifar nangis juga ya?"

"Iya, hehe.."

William langsung menegakkan kepala untuk melihat wajah Gifar. "Anak kuat, sekarang lagi ngerasain apa? Ada yang mau diceritain ke gue?"

"Masalah kecil kok, Will."

"Yakin?"

Gifar menghela nafas pelan. "Ayah marah, dia curiga gue suka sama lo."

William terdiam sejenak, dia menarik ingus yang hampir keluar dari hidungnya.

"Terus gimana?"

"Ntah, mungkin gue udah ga dianggap anak lagi. Kalau misal gue diusir, lo siap nampung?"

"Lebih dari siap, tapi jangan sampai diusir dong?" wajahnya mulai khawatir.

Gifar menghela nafas, kemudian mengeratkan pelukan pada pria didepannya. "Udah, tidur yuk? Lo pasti cape kerja sampai semalem ini. Selamat malam Will, gue sayang sama lo."

To Be Continued

Come and Stay ; KookvTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang