; Tumpah

35 9 1
                                    

Di saat semua orang sangat antusias mendengar bel pulang berbunyi, Gifar berharap waktu dapat di perlambat, selambat-lambatnya. Agar waktunya di sekolah lebih lama daripada di rumah.

Rumah, bukanlah tempat yang nyaman baginya.

Kalau ga ada Ara dan Arin, gue udah kabur dari rumah kali.

Malaikat tak bersayap datang, William menepuk pundak Gifar sambil tersenyum lebar. Dia tak datang sendiri, di sebelahnya ada Ken, sahabatnya sejak SD.

"Eh— halo Will, Ken. Ada apa?" tanya Gifar sambil membenarkan posisi tas pada pundaknya.

"Pak Ardi nawarin kita berdua buat jadi team di olimpiade Ekonomi bulan depan, ada sekolah dari luar kota juga loh, tertarik gak?" mata William berbinar, besar harapannya untuk Gifar mengangguk.

"Sebenarnya gue pengen ikut, Far. Cuma lo tau lah otak gue gak mendukung," ucap Ken sambil tertawa kecil, Gifar pun melakukan hal yang sama, sebagai formalitas.

"Pak Ardi beneran nawarin gue, Will?"

William mengangguk antusias. "Iya! Katanya lo jago kalau Ekonomi begini.."

Gifar tersenyum kecil, sebuah kebanggaan baginya untuk ditawarkan olimpiade di bidang yang ia sukai.

Setelah berfikir sejenak, akhirnya Gifar mengangguk. "Gue ikut, nanti belajarnya barengan ya Will?"

"Pasti itumah, makasih banyak ya!"

-------


Gifar menghela nafas, bersiap menerima realita bahwa dia harus menatap wajah ayahnya lagi. Bukan, dia bukan dendam. Hanya tidak senang saja dengan pria tua itu. Setidaknya mulai sekarang, dia sudah punya alasan untuk sering keluar rumah.

Baru naik ke atas sepeda motor yang bahan bakarnya sudah terpakai setengah, Gifar merasakan ponselnya bergetar di dalam saku celana.

"Hhh, siapa sih."

Tangan Gifar merogoh saku, layar ponselnya menunjukkan tulisan 'Ayah' dengan dua tombol berwarna hijau dan merah di bawahnya.

'Tumben banget nelfon,' pikirnya.

"Gifar, bisa pulang ke rumah sekarang?"

"Kenapa yah?"

"Pulang aja, ada yang mau saya bicarakan." setelah kalimat itu berhenti, telepon pun diputus secara sepihak oleh ayah.

"Hhh, masalah apalagi dah."

Tiba di rumah, ayah langsung mengajak Gifar untuk bicara 4 mata di ruang tamu. Sementara Arin dan Ara sedang asik di kamar mereka masing-masing.

"Jadi begini, Gifar. Sebentar lagi kamu bakal lulus sekolah kan?"

Gifar memiringkan kepala bingung, kemudian mengangguk pelan. "Iya, kenapa yah?"

"Baru ada salah paham antara saya dengan direktur perusahaan lain, jadi kerja sama kami selama ini diputus gitu aja sama pihak mereka, saya juga dipecat karena itu, Far."

Gifar terdiam, jantungnya seakan berhenti beberapa detik. Bingung harus memberi respons seperti apa, dia benar-benar terkejut.

Ayah menghela nafas. "Besok kendaraan dan 90% harta saya bakal ditarik sama pihak kantor, jadi tau kan apa yang harus kamu lakukan?"

"Apa?"

"Bawa adik mu, Arin, keluar dari rumah ini."

Pria tua itu tak berhenti membuat jantung Gifar melompat. Nafasnya mulai tak beraturan, saking banyak yang harus dipikirkan, semuanya jadi tumpah, otaknya kosong sekarang.

Come and Stay ; KookvTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang