0. Sabda Pambuka

416 40 15
                                    

Cakrabuana berputar sesuai waktu yang telah ditentukan semesta tanpa memihak pada siapapun. Manusia dianugerahi dengan keberanian untuk terus berpijak di atas jagat yang menyajikan berbagai ujian. Harta, tahta dan cinta. Pastilah datang sebuah perkara tentang salah satu dari itu untuk setiap nyawa dan hanya keberanianlah yang bisa manusia andalkan untuk melindungi diri dari dampak ketiganya.

Cinta dalam diam tak ubahnya seperti penjara yang mengurung rasa bersama penderitaan. Waktu tak dapat menunggu dan manusia tak seharusnya membesarkan ketakutannya.

"Mbak Retno, Mas Arjuna ... telah meninggal dalam kecelakaan mobil dini hari tadi."

Terlambat, kata yang tepat untuk menampar sanubari yang selalu ciut. Ketakutan semu itu berubah menjadi penyesalan yang mencekik. Diam yang dia lakukan dalam asmara adalah suatu kekecewaan yang pada akhirnya mengundang air mata lara.

Tetesan cairan netra, jatuh pada sebuah busur yang mengandung kenangan manis. Telapak tangan yang merindukan sentuhan, meraih benda tersebut untuk digenggam. Merasakan kembali aura keberadaan sosok sang pemilik gandewa untuk tetap mengunci perasaan yang bersemayam di dalam relung.

"Bunga yang cantik, tidak selalu tercium harum. Kecantikan itu ada agar para atensi terpikat. Tapi para pemiliknya belum tentu bisa mendekat apalagi melekat. Terkadang bunga yang terlihat biasa saja, bisa lebih membuat tertarik begitu kuat sebab baunya yang harum."

"Lalu apa maksudnya?"

"Maksudnya adalah bunga cantik akan lebih sempurna jika berbau harum."

"Saya tidak mengerti."

"Kamu cantik layaknya bunga dan bungamu akan harum jika kamu bisa mengukir senyum."

Sungguh, deretan kalimat itu bisa saja mengalahkan untaian sajak dari para pujangga. Indahnya menggelora hingga menggetarkan aliran darah. Desiran merambat, memberikan energi untuk senyum terukir dan atensi terpatri pada satu titik teduh.

Ah, di mana lagi Retno akan menemukan frasa indah selain dari sosok beriras menawan bernama Raden Arjuna Balawani?

Kelopak tak tahan lagi dengan genangan air mata dan memilih untuk terpejam kuat agar seluruh cairan luruh. Isak tak terdengar sebab tertahan oleh sesak. Tubuh bergetar seolah kehilangan daya.

"Tubuhmu mungkin telah hangus oleh api, tapi saya tetap tidak peduli. Tidak akan ada yang bisa menggantikan posisimu, Mas Arjuna."

Asmara Gala Gandewa, begitu Retno akan menyebut perasannya. Cinta yang sekuat busur panah, di mana tidak akan ada seorangpun yang bisa melepaskan anak panah darinya kecuali Arjuna.

__°°__

Dewi Sri Retno Widowati (Retno)

Dewi Sri Retno Widowati (Retno)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Note :

2021 aku pernah memublikasikan satu cerita yang terinspirasi dari epos Mahabharata. Cerita itu sangat rumit sampai alurnya hancur, jadinya aku unpublis. Dan sekarang, karena lagi kangen sama kisah itu, aku rewrite lagi dengan versi yang lebih sempit dan sangat berbeda. Mungkin tidak akan banyak part.

Asmara Gala Gandewa | Selesai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang