"Hei König"
"Yes?"
"Kalau kau pensiun atau tidak mengambil pekerjaan ini, kau mau jadi apa?"
"Hm...aku mau bersama denganmu Sonnenschein~"
"Haha, lalu?"
"Hidup bahagia bersama selamanya!"
"Simple ya, haha"
"Sonnenschein, sendiri?"
"Hm~ maybe...aku akan jadi guru atau pengurus panti atau pelatih bela diri"
"Cool!"
"Aku suka anak-anak kurasa pekerjaan seperti itu cocok"
"Can we have one?"
"Have what? A kid? Hm~ not now hahaha! Aku masih mau ada di sini"
"Why? I want one"
"Someday König, one day we can have one and become a family"
"Promise?"
"Pinky promise"
☠️🦅☠️
‹König POV›
"Ngh~"
Is a dream?
I have a good dream...
Ah, itu bagian dari memoriku dengan [y/n].
Selama ini, aku mimpi buruk.
Kenapa tiba-tiba aku ingat janji itu?
Percakapan itu terjadi saat kami selesai latih tanding rutin.
Obrolan biasa yang berujung sebuah janji yang mulai kuragukan.
Aku bersyukur tidak mimpi buruk lagi.
Setiap tidak ada misi atau pekerjaan lain aku ke rumah sakit untuk menemaninya.
Tadi siang aku sempat ke sana meski hanya sebentar.
"Did you safe me from the nightmare, [y/n]?"
Seperti dugaanku, kau memang cahayaku.
"Is it morning?"
Sejak mimpi buruk yang terus kualami, tidurku tidak teratur.
Terbangun lebih pagi dari biasanya sudah biasa.
Aku mengambil jam saku miliknya.
Kacanya retak terkena peluru.
Jarumnya masih berjalan.
"Sudah pagi..."
Jam saku yang selalu dibawanya.
Bukan karena dia benci kerja lembur, tetapi benda ini yang sudah menemaninya sejak bayi katanya.