my little wife : memperbaiki kesalahan

149 11 0
                                    

Vila Rizal dilengkapi dengan perapian di ruang tengah. Setelah makan malam, kami memutuskan untuk bersantai di depan perapian sambil bergelung dalam selimut. Cuaca di puncak terasa dingin saat malam. Aidan dan Maira begitu serius mendengar dongeng yang dibacakan Naya. Aku pun juga ikut bergabung.

Jika kedua anakku memperhatikan dongeng yang dibacakan Naya sambil duduk bersila dan menopang dagu dengan kedua tangan mereka, aku menggunakan kesempatan ini untuk menatap wajah cantik istriku.

Aku memang bodoh. Luar biasa bodoh menyakitinya.

Lihat, lihat!

Betapa cantiknya dia saat perhatian kedua anakku hanya tertuju padanya. Kedua anakku begitu fokus dengan caranya bercerita. Aku juga terhanyut dalam dongeng yang dibacanya. Naya begitu pandai mengekspresikan tulisan yang dibacanya. Ditambah gerakan tangannya, mimik wajahnya dan matanya. Mungkin bagi kedua anakku dongeng itu nyata.

Maaf pun tidak cukup untuk meyakinkannya. Dari tadi siang, dia mendiamkanku. Memainkan peran begitu cantik di depan anak-anak. Menunjukkan bahwa kami masih baik-baik saja. Memang Naya tersenyum saat anak-anak melihatnya tapi begitu mereka mengalihkan perhatian ke yang lain, senyum Naya langsung lenyap.

Dongeng berakhir dengan Aidan dan Maira berbaring di depan perapian dengan Naya di tengah-tengah mereka. Mereka berdua kompak memeluk ibunya dengan erat. Membuat hatiku semakin merasa bersalah sudah menyakiti hati ibunya. Naya tidak mempedulikan keberadaanku sama sekali apalagi mata anak-anak sudah terpejam.

Aku memilih keluar untuk mengecek keamanan vila. Kami pergi bersama Pak Oding dan Susi, pengasuh anak-anak. Pak Oding masih berjaga di luar setelah mengunci pagar vila sementara Susi menemaninya di teras. Hatiku seperti diremas saat kembali masuk ke dalam. Di sana, istri dan dua anakku sudah terlelap. Mereka tidur tenang.

Kesalahan yang aku lakukan bisa membuat ketenangan keluarga kami hilang.

***

Naya sedang menempelkan ponselku di telinganya saat aku baru saja keluar dari kamar mandi.

"Suamiku baru keluar dari kamar mandi."

Shit!

Itu pasti Marry yang menelepon.

"Ada keperluan apa sampai pagi-pagi begini menelepon suami orang? Ini juga hari libur kan?"

Alih-alih panas, kamar ini justru terasa dingin karena tatapannya.

"Mas, kamu mau jawab nggak teleponnya?" tanya Naya dingin. Tanpa aba-aba dia melempar ponsel ke arahku. "Nih, ada telepon dari perempuan yang doyan banget sama suami orang."

Panik, aku berusaha menangkap ponsel yang melayang ke arahku bahkan aku tidak mempedulikan lagi telepon itu masih tersambung atau tidak. Tanpa menoleh, Naya melenggang keluar kamar dengan membanting pintu.

Ryo, Ryo.

Samar-samar ku dengar suara dari benda pipih yang ku pegang. Seketika amarah naik ke ubun-ubunku. Setelah kemarin kami berbaikan, pagi ini bendera perang sudah berkibar di depan mata.

"Bisa nggak sehari aja kamu nggak ganggu aku?"

Aku cuma mau tahu kabar kamu. Kamu udah sarapan belum?

"Jangan jadi perempuan gila yang menakutkan, Mer. Cukup. Aku punya istri dan aku sangat terganggu dengan tingkahmu."

.

.

.

Lanjutannya di https://karyakarsa.com/narayya

Sweet StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang