our first love 8 : NAURA

112 9 1
                                    

BAIKAN

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

BAIKAN

"Kenapa sih, Na kamu nggak cerita sama Aidan yang sebenarnya?"

"Nggak sekarang, Dil. Aku mau menyelesaikannya sendiri dulu."

"Siapa tahu Aidan bisa bantu kamu?"

"Nggak. Aku nggak mau Aidan terganggu gara-gara masalahku. Kamu tahu sendiri kan kalau Aidan lagi kerja? Dia harus benar-benar konsentrasi. Aku nggak mau menyita waktunya dengan permasalahanku yang nggak penting buatnya."

"Aidan bisa jadi sandaran kamu, Na."

"Justru itu, Dil. Aku nggak mau sampai Aidan hanya memikirkan aku. Masa depan dan kariernya lebih penting."

Dila berdecak kesal mendengar penjelasanku. "Awas aja ya kamu nangis-nangis kalau Aidan udah beneran capek nungguin kamu."

Aku terhenyak. "Kok kamu ngomong gitu sih, Dil? Jahat banget!"

"Mulut aja nolak-nolak kalau dia ngelamar. Yang suka Aidan tuh banyak lho, Na."

Itu si Dila kenapa sih mulutnya pakai acara bakar-bakar? Apa dia lupa kalau aku sedang butuh istirahat?

"Katanya Reno nih ya, banyak cewek yang minta dicomblangin sama Aidan. Termasuk temen-temen alumni SMA kita dulu. Apalagi kamu tahu sendiri kan gimana Aidan sekarang? Udah paket komplit dia. Ganteng iya, body oke, kerjaan bagus, isi dompet kayaknya nggak ngecewain juga. Kalau dilihat dari fisiknya sih kayaknya burungnya juga memuaskan, Na."

"DILA!" Teriakanku nyaring memenuhi kamar sementara Dila tertawa keras. Aku heran kenapa Dila bisa membicarakan hal yang tidak sepatutnya kami bahas. "Mesum banget sih! Gini nih kalau kamu sering mesum sama Reno!"

Dila masih tertawa. "Aku senang lihat kamu dongkol kayak gini, Na." Tawanya memudar menjadi senyuman. Tangannya menepuk bahuku pelan. "Hati kamu udah agak baikan kan?"

Seketika aku ikut tersenyum, menatapnya haru. "Thanks banget ya, Dil. Kamu selalu ada buat aku. Senang rasanya bisa saudaraan sama kamu."

"Harusnya kamu cerita semuanya dari dulu, Na. Biar kita bisa selesaikan sama-sama."

"Maaf, aku cuma nggak mau kamu ikut merasa terbebani sama masalahku."

Dila memberengut. "Omongan macam apa itu? Jadi kalau aku punya masalah, aku nggak boleh cerita ke kamu?"

Aku menggeleng. "Bukan begitu, Dil. Aku hanya nggak mau kamu ikutan mikir."

"Dih, GR!" decak Dila kesal. Mau tidak mau aku tertawa. Dila selalu bisa menghiburku. "Aku perlu telepon Aidan nggak nih?"

"Jangan, Dil," sahutku cepat. "Dia lagi ngerjain proyek kerja baru. Aku nggak mau merusak konsentrasinya. Aku cuma butuh istirahat aja kan? Nggak usah lebay deh telepon-telepon dia buat hal yang nggak penting."

"Terserah deh terserah. Aku nggak ikutan ya kalau misalnya si Aidan ketemu cewek lain yang bisa buat Aidan nggak patah hati."

Aku mengabaikannya, memilih memejamkan mata. Daripada meladeni Dila lebih baik aku memikirkan cara untuk menghadapi Papa Mario. Perusahaan Opa harus kembali ke tanganku. Aku pewaris sahnya.

***

Dua hari menginap di rumah sakit, tubuhku terasa lebih baik. Dila benar, aku memang membutuhkan istirahat. Selama ini aku tidak pernah meliburkan fisikku Pihak manajemen pun memaklumi keadaanku dan syuting dilanjutkan setelah aku benar-benar sehat.

Kesehatanku sangat penting sebagai modal utamaku melawan Papa Mario. Setelah aku menceritakan detail, Dila memohon papanya untuk membantuku. Om Erfan, ayahnya Dila datang menjengukku dan mengatakan akan menjadi pendukungku.

Pertama yang harus ku lakukan adalah menemui pengacara keluarga yang telah bersengkongkol dengan Papa Mario. Om Erfan mencarikan pengacara terbaik untuk membela dan membantuku mengajukan tuntutan. Kepercayaan yang tadinya ku serahkan pada Papa Mario sekarang hilang tak berbekas.

Selama ini aku bekerja keras untuk dapat mengambil kembali rumah Opa yang sudah dijual Papa Mario. Dengan kemunduran produksi perusahaan yang disebabkan oleh Papa Mario, terpaksa aku menunda keinginan itu. Tabungan yang ku punya akan ku alihkan untuk menutup kerugian dan hutang perusahaan Opa.

Aku memberanikan diri untuk menemui Harsha Dirgantara. Laki-laki yang akan dijodohkan Papa Mario denganku. Dia anak pemilik perusahaan perbankan yang cukup ternama di negeri. Kariernya pun juga cemerlang tapi aku tidak tertarik.

"Aku ngefans banget sama kamu," celetuk Harsha saat kami berada di private room restoran. "Kamu tenang aja. Kalau kita menikah nanti, aku akan naikkan lagi popularitas kamu."

Sayangnya aku tidak tertarik menjadi istri seorang Harsha. Semua orang tahu reputasi dari pewaris Dirgantara. Karier luar biasa, kekayaan melimpah dan jangan lupakan betapa playboy-nya dia. Harsha is a player.

"Jadi kapan rencana pernikahan kita? Kamu mau konsep yang seperti apa?"

Aku menatapnya lelah. "Maaf, aku kesini bukan untuk membicarakan tentang pernikahan tapi sebuah kesepakatan."

"Seperti perjanjian pranikah?"

Aku menggeleng. "Aku mau membahas soal perusahaan Wiryawan Group."

Harsha terkekeh. "Kamu tenang aja. Aku akan men-cover perusahaan itu. Nggak ada yang perlu dikhawatirkan."

.
.
.

Di KK, Our First Love udah tamat smpai 17 part

Mampir yuk😊

Sweet StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang