my lovely : epilog

2K 81 0
                                    

Dan pada akhirnyaaa ...
Inilah endingnya cerita Mutiara Shanaya

Sst, ini area 21+

.
.
.

Suara sirine mobil polisi terdengar nyaring memekakkan telingaku. Aku yang masih di dalam kamar hanya mematung menunggu Mas Ayes bahkan aku tidak menghiraukan rasa basah yang mengalir di bagian bawah tubuhku dan sakit di perutku. Aku terus memanggil nama suamiku sambil menangis.

Senyumku mengembang saat dia muncul di pintu kamar dan berlari menghampiriku. Aku memeluknya erat seolah kami tidak akan bertemu lagi hingga kesadaranku hilang.

Janinku pergi.

Aku menangis tanpa suara.

Dia pergi sebelum ku peluk.

"Ma, boleh aku mencicipi kueku?"

Ingatanku terputus mendengar rengekan itu. Aku menggeleng sambil tersenyum. Bocah laki-laki yang nanti sore akan merayakan ulang tahun ke lima itu cemberut.

Aidan Ryota, anak kedua yang dititipkan Tuhan padaku. Mirip sekali dengan ayahnya. Rambutnya ikal dengan mata agak sipit. Duplikat suamiku yang memang mempunyai darah Jepang. Turunan almarhum ayah mertuaku. Dia hadir setelah lima bulan pasca keguguranku.

"Jadi kapan kuenya boleh dimakan?"

Sontak aku tertawa. "Ya nanti dong, Sayang. Pesta ulang tahun kamu kan jam empat. Sekarang, Aidan mandi trus ganti baju. Udah Mama siapin di kamar."

Aidan menghentakkan kakinya kesal dan berjalan cepat menuju kamarnya. Membuatku terkikik geli.

Ya, semuanya bagaikan mimpi.

Tentu saja aku bahagia. Setelah mimpi buruk itu berakhir.

"Nay, ini Maira dari tadi manyun terus nih."

Aku berbalik dan melepas apronku. Mas Ayes menghampiriku dengan menggendong gadis kecil. Aku merentangkan tanganku untuk menggendongnya tapi Mas Ayes menjauhkannya.

"Jangan gendong."

Maira semakin cemberut. Dia memukul bahu ayahnya dan meronta ingin turun. Mas Ayes berjongkok di depannya.

"Maira kan udah besar kok masih minta gendong Mama. Nanti adik di perut Mama nangis."

Aku terkekeh melihat juteknya Maira. Persis aku kalau marah dengan Mas Ayes. Melipat tangan dengan mulut mengerucut.

Ayesha Khumaira, usianya tiga tahun. Dua bulan lagi, adiknya akan lahir. Jika Aidan duplikat ayahnya, maka Maira adalah duplikatku. Wajahnya mirip denganku sewaktu kecil. Rambutnya lurus, sengaja ku panjangkan. Matanya bulat menggemaskan dengan pipi chubby-nya. Dia suka sekali dengan warna putih.

Maira memeluk pahaku dan mendongak. "Mama gendong."

Aku mengusap kepalanya. "Pangku aja ya? Kasian adek, Sayang."

Maira mengangguk. "Sama disayang ya, Ma?"

Gadis kecilku ini memang manja. Sehari saja dia tidak mendengar kata sayang dariku pasti ngambek. Dia akan berdiam diri di kamar sendirian. Walaupun dia manja tapi dia sudah berani tidur sendiri di kamarnya.

Pesta ulang tahun Aidan berlangsung meriah. Wajah senangnya membuatku tersenyum. Tangannya melambai padaku dengan mengangkat kado yang diterimanya. Dia melompat kegirangan.

Di pangkuanku, Maira terlelap. Sepertinya dia kecapekan. Dia yang paling antusias dengan ulang tahun kakaknya.

"Sini, biar Maira sama Mas."

Mas Ayes mengambil Maira dengan hati-hati dan menggendongnya. Aku menatap lelakiku itu dengan tersenyum. Usianya semakin matang, semakin terlihat gagah dan mempesona. Aku beruntung memilikinya. Dia sosok suami yang hebat.

Sweet StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang