“Ngeri, ya, No.“ Udin bergidik sembari menatap sekilas pada rumah Jaka. Banyak rumput liar yang tumbuh di rumah tersebut. Dinding papannya juga sudah berlumut di beberapa bagian.
“Iya, Din, apalagi kata yang lain waktu ngelihat memang gak ada siapa-siapa selain si Jaka. Berarti dia ….“
“Tinggal sama hantu!“
“Hus!“
Keduanya berjalan cepat saat Jaka yang berada di depan rumah menoleh ke arah mereka. Saling mendorong dan melipir ke pinggir. Hingga sampai di ujung Desa. Tepat di depan ladang tebu yang cukup luas milik Haji Rahmat.
“Tapi … kau yakin, No, kalau Asih itu udah gak ada?“ tanya Udin memulai pembicaraan. Mereka berdua hendak memanen tebu-tebu itu. Udin mengeluarkan parang dari sarungnya.
“Ya, yakin gak yakin sih, Din. Tapi mengingat dia sering gentayangan terus ngilang tiba-tiba kemungkinan sih, gitu.“
“Aneh, gak, sih. Gak ada mayat yang ditemukan. Padahal pas di cek rumahnya dalam keadaan kosong.“
“Mungkin dibuang jauh kali.“
“Ya kalo memang benar begitu, kira-kira siapa yang bunuh? Kejam bener, terus motifnya apaan?“
“Ya, gak tahu, Din. Kenapa jadi nanya samaku. Lagipula gak ada yang berani nyariin. Kalo lewat depan rumahnya aja sering ditakutin.“
“Kamu sering, No?“
“Pernah beberapa kali sih. Padahal waktu itu siang hari. Haji Rahmat minta aku buat lihatin ladang tebu miliknya, karena katanya sempet ada yang nyolong gitu. Yang rame-rame hari itu, Din.“
“Oh iya-iya inget. Waktu itu aku juga disuruh tapi lagi ada kerjaan lain.“
“Nah, jadinya aku pergi sendiri, kan. Jalan satu-satunya ke ladang tebu ini mesti lewat depan rumahnya Jaka. Awalnya, mah gak ada apa-apa. Cuma, pas mulai nelusuri ladang tebu itu dan masuk ke dalam. Tahu, gak, apa yang terjadi?“
“Apaan?“
“Ada suara perempuan nangis.“ Tono bergidik seraya mengayun parangnya, mengambili beberapa batang tebu yang runtuh ke tanah. “Suaranya kenceng banget. Gak kuhiraukan sih. Tapi dari balik-balik batang tebu ini saat itu tiba-tiba ada yang melintas, cepet banget.“
“Dih, apaan itu?“
“Kupikir si maling tebu. Rupanya….“ Tono geleng-geleng.
“Siapa? Asih,” ucap Udin dengan suara lirih. Ia mengayun parangnya mengenai batang tebu.
Tono mengangguk. “Lari aku Din, terbirit-birit sambil terkencing-kencing. Mukanya serem banget, hancur. Gak peduli aku waktu itu soal ladang tebu. Yang penting bisa keluar aja.“
“Gila, serem amat. Kalo aku waktu itu jumpanya bukan sama Asih tapi sama Mak Ida.“
“Ngetuk-ngetuk pintu?“
Udin mengangguk. “Istriku lagi kondangan, aku di rumah sendirian. Sampe malam sih, mereka gak pulang-pulang. Malah katanya nginap tempat saudara. Yaudah tidurlah aku, kumatikan lampu. Terus… ada yang ketok-ketok pintu.“
“Hiii….“
“Belum serem! Tunggu!“ ucap Udin. “Abis ketok-ketok aku lihatlah dari jendela. Gak ada siapa-siapa, No. Terus baliklah ke kamar, suara ketokan itu terdengar lagi. Langsunglah buka pintu.“
Udin bergidik, memeluk dirinya sendiri.
“Asli No, pingsan aku waktu itu. Deket banget soalnya. Untung ada Ustadz Ahmad lewat. Kalo gak pingsan aku depan rumah sampe pagi.“
KAMU SEDANG MEMBACA
Tingkah Aneh Istriku ~ END
HororJaka yang baru pulang merantau merasakan ada yang aneh dengan tingkah istrinya. Begitu pendiam dan jarang tersenyum seperti Asih yang dulu. Bahkan tak jarang berperilaku tak lazim. Begitupula dengan perlakuan para warga padanya. Temannya, Gito juga...