HAPPY READING
•
•“Latihan hari ini cukup segini. Kita lanjutin besok lagi. Harus lebih baik lagi dari sekarang. SIAP?!”
“SIAP!!”
Kerumunan para anggota basket kita membubarkan diri setelah Alfan mengakhiri ucapannya. Menyisakan Alfan dan Farrel yang masih berada dilapangan.
“Lo langsung pulang?”
Alfan yang sedang mengelap keringatnya menoleh pada Farrel. “Gak tau. Tapi kayaknya enggak deh.”
Mengerti maksud temannya, Farrel mengangguk mengerti. “Kalau gitu gue duluan.”
“Hmmm... Hati-hati.”
Farrel yang baru saja berbalik dan berjalan beberapa langkah mendapati Moza yang mendekatinya.
“Kak Alfan nya ada g—”
“Ada.” jawabnya langsung dan bergegas pergi dari sana. Moza yang melihatnya sendiri mendengus.
“Circle nya si Alfan aneh-aneh. Nyebelin banget padahal gue belum selesai ngomong.” katanya mulai mendumel.
“WOY!!”
“AAAA.... MAMAH!!!”
Gelak tawa Alfan terdengar. Moza mendesis kala senior sekaligus babunya ini menjahilinya.
“Ngagetin lo!”
Tawa itu berangsung mereda. “Ya abisnya lo ngedumel mulu. Kayak emak-emak.”
“LO—”
“Awas, marah-marah mulu nanti yang ada cepat tua.”
Plak!
“Enak aja! Gue mah awet muda ya!” sungut Moza kesal menggeplak punggung Alfan.
“Lo ngapain kesini? Gue kira udah pulang.” kata Alfan mengalihkan topik pembicaraan mereka. Matanya yang tidak sengaja mendapati tangan gadis itu yang membawa air mineral membuat senyuk miring menghiasi wajah tampannya.
“Lo mau ngasih gue minum?”
Mata Moza membelabak. Dengan cepat, dia menyembunyikannya botol bawaannya di belakang punggungnya. “Enak aja! Kepedean lo!”
“Gak usah diumpetin lagi. Gue udah liat.” Alfan terkekeh melihat wajah malu gadis didepannya. “Kepedean kata lo? Enggak tuh. Kalau itu minum bukan buat gue, terus buat siapa lagi? Lo kan nyari gue tadi.”
Moza merasa pipinya memanas. Sialan, dia ketahuan. “Y—ya... Ini emang buat lo! Tapi maksudnya itu, gue kasian aja sama lo yang keringetan gitu. Kucel, jelek lagi.” alibi nya cepat.
Duh, gawat banget!
“Apa iya?” matanya memincing tajam jangan lupa senyum jahilnya yang terlihat.
“Ihhh, kok lo ngeselin?!”
“Gue emang gini Za. Coba deh lo masuk kedalam hidup gue, lo makin tau gimana sikap gue.”
Moza memperagakan seperti orang yang ingin muntah. “Amit-amit! Cukup sebagai babu gue aja lo. Jangan sampai lebih.” katanya memberikan minuman yang dia bawa itu kepada Alfan.
Dengan senang hati, cowok itu menerimanya.
“Tapi kalau gue mau lebih dari kata majikan dan pembantu gimana?” wajah Alfan yang dimajukan membuat Moza menahan nafas karena aroma mint yang tercium dari tubuh cowok itu.
Seakan tersadar akan jarak mereka yang terlalu dekat, Moza menoyor kening Alfan. “Mimpi lo ketinggian Kak!”
Alfan mendengus lalu mencibir pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KITA BERBEDA
Teen Fiction[HARAP FOLLOW TERLEBIH DAHULU] Percaya atau tidak cinta itu tumbuh tanpa kita tahu. Entah kapan rasa itu datang, Alfan pun tidak tahu. Karena setiap melihat gadis yang slalu dia jahili dadanya berdetak tidak karuan. Tapi siapa sangka jika laki laki...