Chapter 3: Boleh Aku Dekati Kamu?

1.3K 218 44
                                    


Anca Artis Gila

Lagi di kantor, Win?


Pesan dari Anca itu ia biarkan terbaca dan tak terbalas begitu saja. Apa yang Windry lakukan ketika ia membaca pesan itu? Googling. Windry tidak akrab dengan siapapun di masa SMA, dia juga tidak menyimpan kontak teman-teman yang ia kenal cukup baik seperti Linda si pemred majalah sekolah atau Rahma, teman sebangkunya di kelas XII. Kalaupun dia berteman dengan beberapa orang di sosial media, tentu akan sangat aneh kalau Windry tiba-tiba bertanya, "apa yang lo tau tentang Panca Dewangga?".

Di saat-saat seperti inilah dia sangat berterimakasih kepada penemu Google dan Wikipedia. Atau website fanbase yang didedikasikan untuk seorang Panca Dewangga.

Kalau Windry tidak salah ingat, Panca melanjutkan pendidikannya di Nanyang Technology University Singapore. Saat itu, Windry tidak terlalu peduli karena, well, apa sih yang perlu dibicarakan dari dunianya orang jenius? Lagipula, dia tidak mau terlalu memberi perhatian pada laki-laki lain yang bukan pacarnya. Meski Windry gampang move on, bukan berarti dia hobi tengok sana-sini. Dia hanya akan fokus dan setia pada pacarnya saja.

Benar saja, hasil pencarian yang dia lakukan secara mendadak berbuah beberapa artikel tentang Panca Dewangga. Windry sudah tau berapa jumlah followers Instagramnya. Windry juga mengetahui sejarah singkat tentang hidupnya—anak pertama dari dua bersaudara, ayahnya seorang profesor dan dosen di universitas swasta, ibunya pernah menjadi bankir lalu fokus menjadi ibu rumah tangga setelah menikah. Windry membaca filmografi dan beberapa brand yang pernah menunjuk Panca Dewangga sebagai ambassador.

Hidupnya relatif bersih. Jarang sekali terlibat dalam skandal yang heboh. Pernah dirumorkan berkencan dengan salah satu penyanyi, namun dibantah oleh keduanya.

Satu kata yang bisa Windry asosiasikan dengan hidup Panca Dewangga: cemerlang. Nyaris tak ada cela. Bahkan untuk aktingnya yang berangkat dari dunia awam tanpa background seni sekalipun, dia masih dinilai lumayan. Mau tau kritik paling aneh tentang akting Panca yang Windry baca di beberapa laman internet? 'Wajah dia terlalu sering kita lihat, memangnya nggak ada aktor lainnya?'. Jelas-jelas itu bukan salah Panca kalau dia menjadi superstar yang diinginkan oleh banyak production house. Mulai dari film laga, horor, komedi, romantis, religi... semuanya hampir sudah ia jajal.

Windry menghembuskan napas. This man is scary. Windry tentu senang melihat pencapaian teman seangkatannya yang seperti tak berujung itu. Entah karena Anca ini benar-benar gila, atau memang dia tipe overachiever yang tidak akan puas di satu bidang saja. Jangan-jangan, nanti dia banting setir jadi astronot? Windry hanya bisa bergidik.

"Ah elaaah, kirain lo garap laporan sosmed Segerwaras bulan kemarin, malah baca wiki-nya artis!" suara Mora membuat Windry berjengit, berusaha menutupi layar laptopnya. Sayang, usahanya terlambat. Mora sudah membaca beberapa tab mesin pencarinya yang menunjukkan keyword yang sama: Panca Dewangga. Mora mengerutkan kening. "Tumben? Ini karena orangnya cakep sampai bikin lo kesengsem dan kepo, atau karena aslinya nih orang problematik?"

Windry tertawa canggung. "Dia temen SMA gue, Mor,"

Mata Mora terbelalak. "Hah?? Sumpah?? Kok lo nggak pernah cerita??"

Windry mengedikkan bahu. "Nggak penting juga diceritain. Kalau gue ngaku-ngaku temennya tapi ternyata dia malah pura-pura nggak kenal, gimana?"

Mora tersenyum kecil, bersimpati dengan ucapan Windry. "Terus kenapa sekarang lo kepo tentang dia?"

"Nggak apa-apa. Lucu aja. Ternyata teman SMA gue ada yang sekeren ini prestasinya."

"Lo kalah cepet sama puluhan juta pengikut di Instagram dia,"

It's Okay If It's With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang