Chapter 6: Gimana Kalau Kamu Pergi Aja?

1.2K 191 17
                                    


Ini kali pertama.

Windry mendatangi rumah pacarnya saat lebaran. Sebelum Anca, Windry tidak pernah berkunjung ke rumah pacarnya saat hari raya. Beberapa kali Windry diundang datang ke rumah keluarga pacar, tapi tidak saat suasana seintim dan sehangat ini.

"Halo, Kak Windry!" Nayla menyapa ramah Windry yang tampak kikuk menyembunyikan setengah badannya di belakang Anca. Cowok itu cengengesan santai, membawa keranjang berisi buah-buahan yang Windry pastikan berkali-kali untuk dipilih yang terbaik.

"Nayla, ya?" Windry balik menyapa, mengulurkan tangan untuk bersalaman. Adik Anca itu tersenyum, menerima jabatan tangan Windry.

"Masuk, Kak. Papa sama Mama lagi bakar sate di belakang,"

"Yuk, Yang!"

"Idiiiiih!" Nayla mencibir ke arah Anca. "Yang banget, nih?"

"Berisik lo, boncel!"

"Abang! Awas ya, aku aduin Papa!"

Anca menggeleng-gelengkan kepala. "Kamu tuh lebaran gini masih aja usil,"

"Kak Windry suka sate ayam, nggak?" Nayla tidak menggubris Anca dan langsung menggandeng tangan Windry untuk masuk.

"Woy!" Anca menyuarakan protesnya. Nayla tetap tak menggubris, mengalihkan topik pembicaraan pada jenis makanan yang tersaji di meja makan. Windry tertawa, merasa sedikit terhibur dengan tingkah perempuan yang sedang menempuh studi S2-nya itu. Nayla terus mengoceh, sementara Anca berusaha menyembunyikan senyumnya di belakang mereka berdua.

"Mama! Abang dan calonnya udah datang!"

Waduh. Windry rasanya ingin kabur seketika. Terutama ketika kedua matanya bertemu dengan dua sosok orang tua Anca. Papa Anca bertubuh jangkung seperti putranya. Rahangnya tegas. Sebuah kacamata bertengger di ujung hidungnya. Mama Anca terlihat anggun dengan rambut yang digelung sederhana. Walaupun wajahnya terdapat beberapa keriput tanda usianya yang telah senja, gurat cantiknya masih terlihat jelas. Windry mendadak menyadari bahwa pacarnya ini punya gen yang luar biasa.

"Om, Tante," Windry menyapa dengan canggung, sementara mereka berdua menghentikan aktivitas mereka untuk menyapa Windry.

"Halo, Windry. Maaf ya, masih berantakan," Mama Anca mengulurkan tangan. Windry dengan sigap mencium tangan wanita itu. Mama Anca lalu memeluk singkat dan mengecup pipi Windry. Perut Windry langsung terasa hangat karena sambutan menyenangkan tersebut.

"Tangan Om masih kotor, nih. Nanti saja ya, salamannya," Papa Anca mengacungkan tangannya yang kotor dengan lelehan bumbu sate, sementara tangan kanannya sibuk memegang kipas.

"Makasih banyak Om, Tante, udah mengundang saya ke sini."

Mama Anca mengibaskan tangannya. "Om dan Tante malah senang. Rumah ini bakal nambah peserta tiap lebaran,"

Ah.

Windry harus menjawab bagaimana?

"Jangan ditakut-takutin gitu, dong. Abang aja belum ngelamar," suara Anca mendekat ke arah mereka. Tangannya kosong. Tampaknya dia sudah meletakkan bingkisan buah dari Windry di dalam rumah.

"Kalau gitu jangan dibikin horor dong, genrenya. Jadi komedi romantis gitu. Ya, Win?" balas Mama Anca. Cowok itu hanya menggeleng-gelengkan kepala. Melirik singkat ke arah Windry yang terlihat salah tingkah. Windry buru-buru mengalihkan pandangannya, tertawa kecil atas ucapan wanita yang melahirkan Anca itu.

"Butuh bantuan, Tante?" tanya Windry, berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Nggak ada. Udah hampir selesai, kok. Tunggu aja di dalam rumah, ya. Abang, Windry diajak keliling rumah dulu dong!"

It's Okay If It's With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang