Bagaimana kita bisa berteman baik dengan kehilangan?
Jawabannya: tidak akan pernah bisa. Tidak satupun manusia di bumi ini suka dengan kehilangan. Mulai dari hal paling remeh, sampai hal-hal besar seperti semesta.
Windry belajar memaknai kehilangan ketika dia SMP. Tahun kedua masa sekolah menengah pertamanya diisi dengan duka: dia kehilangan kakak semata wayangnya.
Sepanjang hidupnya, Windry tidak pernah menumpahkan isi hatinya pada kedua orangtuanya. Dia sampaikan semuanya pada Kak Wendy. Kakaknya adalah tiang penyangga sekaligus selimut paling hangat yang dimilikinya.
Kalau Windry ditanya bagaimana dia bisa bertahan di tengah pertengkaran kedua orangtuanya yang tak kunjung usai, maka dia akan menunjuk sang kakak dan menyebutkan bahwa kakaknya adalah malaikat pelindungnya. Setiap Ayah dan Bunda bertikai, Kak Wendy akan menggiringnya ke kamar. Memasang headphone, lalu mereka akan tenggelam dalam cerita film yang mereka tonton atau alunan musik pop dance kesukaan Kak Wendy. Di lain kesempatan, Kak Wendy akan mengajaknya berkeliling komplek, mencari jajanan kaki lima yang sering dilarang Bunda untuk dikonsumsi.
Kak Wendy adalah pilarnya. Kak Wendy adalah idolanya. Kakaknya itu adalah sosok sempurna yang punya segalanya. Cantik, baik, berprestasi secara akademik maupun non-akademik. Kepribadiannya juga kuat tapi menyenangkan. Tidak jarang Kak Wendy mencoba mencairkan suasana tegang di tengah keluarga mereka. Beberapa kali pula, Kak Wendy bersikap lembut pada Ayah dan Bunda agar mereka tidak berseteru. Kak Wendy juga punya banyak teman, tidak seperti Windry yang lebih tertutup.
Mereka terus hidup dengan pola seperti itu sampai akhirnya Ayah dan Bunda memutuskan bercerai. Ayah pindah ke luar kota dengan alasan menenangkan diri—sama sekali tidak memikirkan bagaimana perasaan Windry dan Kak Wendy. Ayah selalu seperti itu, memutuskan segalanya sendiri. Sementara Bunda tidak henti-henti memojokkan dan menceritakan semua hal buruk tentang Ayah.
Maka jangan salahkan Windry kalau yang tertanam di dalam dirinya untuk Sang Ayah hanyalah kebencian.
Rasa itu semakin kuat ketika Kak Wendy meninggal dunia tidak lama setelah perceraian Ayah dan Bunda. Kecelakaan lalu lintas, motor yang dikendarai Kak Wendy terseret truk gandeng ketika kakaknya itu pulang kuliah.
Bukannya segera pulang untuk mengubur putrinya dan ikut larut dalam duka, Ayahnya malah memilih tidak datang sampai hari ketujuh setelah Kak Wendy dikebumikan. Windry ketahui sebulan kemudian bahwa Ayahnya sudah menikahi seorang janda dengan satu anak yang masih kecil.
Dia teringat bagaimana Bunda banting tulang membiayai keluarga mereka sementara Ayah masih terkatung-katung karena usahanya pailit. Bunda mengusahakan banyak hal, mulai berdagang jajanan sampai akhirnya sukses dengan menjadi dropshipper pakaian anak. Ayah banyak membantu Bunda awalnya, tetapi lama kelamaan mereka malah lebih sering bersilang pendapat daripada mencoba untuk akur. Hubungan keduanya semakin renggang ketika Bunda terpilih menjadi anggota dewan rakyat. Bunda semakin sibuk, Ayah semakin acuh.
Windry mencoba tegar, menyibukkan diri dengan kegiatan sekolah. Berharap kesibukan-kesibukan itu akan mengalihkan perhatiannya dari kehilangan keluarganya yang utuh menjadi hiburan kecil dengan prestasi tak seberapa yang ia raih.
Nyatanya, patah hatinya karena kehilangan keluarga tidak cukup. Dia harus menerima kenyataan bahwa selama ini dia dikelilingi oleh teman-teman yang bermuka dua. Windry masih ingat ucapan Tante Sofi, ibu dari Prisia, seseorang yang Windry anggap sebagai sahabat. Kala itu, Tante Sofi menemani Prisia dan Windry untuk mengikuti lomba debat tingkat SMP. Windry tidak sengaja mencuri dengar ketika Tante Sofi berkata pada Prisia untuk tidak banyak bergaul dengan Windry setelah lomba debat. Alasannya? Windry itu pengaruh buruk. Keluarga Windry berantakan. Prestasinya pun tidak seberapa. Untuk apa berteman dengan anak tidak menguntungkan sepertinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Okay If It's With You
Storie d'amoreWindry tidak pernah beruntung dalam dunia percintaan. Latar belakangnya juga membuatnya mulai terbiasa dengan narasi bahwa dia akan selalu ditinggal. Sampai datang Anca, teman SMA-nya yang kini telah menjadi aktor ternama negeri ini.