Special Chapter: The Doomed Three

878 83 9
                                    


Hari Minggu seharusnya menjadi hari Odit untuk bermalas-malasan. Tidak seharusnya Odit di sini, di sebuah book cafe, menemani dua insan yang terlalu bodoh untuk menyadari segalanya.

Lagipula, please deh, book cafe banget? Ada bioskop atau restoran yang lebih fancy untuk mereka kunjungi. Lebih cocok sebagai tempat 'kencan' daripada tempat norak seperti ini.

Ha. Kencan.

Mana ada kencan bertiga.

Mana ada kencan cinta segitiga.

Odit pada Atlas, Atlas pada Nevara.

Odit tidak tau bagaimana perasaan Nevara pada Atlas, yang jelas dua-duamya terlalu tolol untuk menyadari bahwa mereka sedang menyakiti hati Odit habis-habisan.

"Ngantuk ih, Massss," Odit merajuk pada Atlas. Lelaki itu melempar pandangan tajam, memerintah agar Odit diam. Saat Nevara mendongak, Atlas mengubah tatapan galaknya menjadi cerah dengan senyuman.

Brengsek.

Harusnya Odit memaksa Atlas ikut audisi film juga. Udah jago banget tuh dia akting, sangat alami seperti sudah menjadi makanan sehari-hari.

"Odit ngantuk!" Ia lagi-lagi merajuk, tak peduli meski sepanjang perjalanan pulang nanti Atlas akan mengomelinya.

"Pindah aja, yuk? Atau mau makan? Cari makanan pedes aja yuk, Dit!" Nevara berusaha menghibur. Ia menutup novel di tangannya, memandang Odit penuh penyesalan.

Kalau sudah seperti ini, ganti Odit yang merasa bersalah. Dari sekian banyak manusia, kenapa pula Atlas harus naksir sahabatnya yang paling baik hati ini? Odit akan lebih mudah bertingkah buruk kalau Atlas naksir Bianca. Atau Vindi. Atau siapapun cewek-cewek sok asyik yang menganggap Odit adalah musuh.

Tapi Nevara? Nevara yang langganan juara umum di sekolah dan anak PMR itu? Yang uang jajannya habis untuk beli makanan kucing dan ia gunakan untuk street feeding?

Semenawan apapun seorang Aphrodite, Atlas tidak akan melihatnya lebih dari anak bawel yang sejak kecil selalu menempel padanya. Lihat saja. Nevara hanya memakai jumpsuit berwarna biru usang dan rambutnya hanya dikuncir kuda. Sementara Odit memilih crop top dan jeans yang menonjolkan kaki jenjangnya. Semalaman ia memilih, sampai-sampai Mama pusing melihat kamarnya yang seperti kapal pecah akibat terlalu galau memilah pakaian.

Reaksi Atlas pada mereka berdua begitu berbeda. Atlas saat melihat Odit masuk ke dalam mobil tadi berujar, "lo kayak tante-tante,". Sementara kepada Nevara ketika mereka duduk berhadapan, Atlas berujar, "kamu manis banget pakai warna itu". Kalau saja Odit tidak ingat didikan tata krama orang tuanya, mungkin dia sudah berteriak-teriak kesetanan karena tak terima perlakuan Atlas yang begitu bagaikan langit dan bumi.

"Hahaha, gue tidur aja deh, kalian lanjut baca. Kalau udah kelar, gue jangan ditinggal ya," jawab Odit akhirnya. Pasrah karena keinginannya untuk pulang tidak akan dituruti oleh Atlas. Alih-alih dikabulkan. Atlas mungkin akan menyerahkan kartu transportasi atau memesan taksi online untuk Odit.

"Yah, jangan gitu dong, Dit. Kami jadi nggak enak."

Kami. Seolah-olah Nevara dan Atlas sudah menjadi sepaket; dan keberadaan Odit di sini hanya merepotkan saja.

Odit melirik Atlas yang saat ini sedang menaikkan satu alisnya, seolah menantang Odit untuk merajuk lebih jauh. Seolah pernyataan Odit tentang meninggalkannya di sini kalau dia ketiduran sama sekali bukan ide buruk.

Odit terkekeh canggung, balik menatap Nevara. "Nggak apa-apa. Gue tadi bosen aja. Lanjutin gih, pasti nggak asyik kan kalau lagi baca tapi belum kelar,"

"Yakin nggak apa-apa?"

"Iyaaa, beneran. Tadi gue lagi ngusilin Mas Atlas aja, kok."

Nevara menoleh ke arah Atlas. Cowok itu tertawa hambar. "Lihat deh, Nev, kurang sabar apa coba aku jadi kakak?"

Sampai kapaaaan Odit harus terjebak kakak-adik zone ini?? Odit sebenarnya mulai lelah!

Nevara ikut tertawa. Tawa yang begitu ringan dan riang. "Lucu deh kalian berdua," komentarnya dengan senyum lebar. Odit membalasnya dengan senyum kecut.

"Kamu daripada nganggur, sana live Instagram, ladeni fans-fans kamu itu. Lumayan, bagus buat PR." kata Atlas, tak acuh. Ia kembali melanjutkan membaca novel di tangannya. Nevara tersenyum kecil, mengikuti langkah Atlas tenggelam kembali dengan bacaannya.

Odit memberengut. Memangnya tidak cukupkah Atlas ini meledeknya? Odit juga tau dia punya banyak followers karena reputasinya sebagai model dan putri dari aktor terkenal, Panca Dewangga. Odit juga tau, ratusan ribu followers-nya itu akan selalu tertarik untuk berinteraksi dengan Odit. Tidak seperti Atlas, yang akan memutar bola mata dan memasang earpods begitu ia mendengar Odit mulai bercerita tentang serunya sebuah film yang ia tonton.

Kalau Odit menuduh kedua manusia di depannya ini buta, sebenarnya Odit pun tidak jauh berbeda. Atlas sudah dengan jelas meletakkannya di kotak 'annoying little kid' dan 'the sister i never have yet here she is'. Namun Odit terlalu keras kepala. Dia masa bodoh, tidak peduli walaupun Atlas menunjukkan bahwa dia tidak akan pernah tertarik pada Odit lebih dari sekedar adik-kelas-sekaligus-anak-sahabat-Ibun, Odit tetap mengekori Atlas ke manapun ia pergi.

Well, Atlas juga tak punya pilihan. Karena gadis yang saat ini disukainya, tidak ingin pergi kecuali ada Odit bersama mereka.

The three of them are doomed from the start.

***




Author note:

Buat yang belum tau mereka siapa: Odit/Aphrodite ini anaknya Anca-Windry. Atlas anaknya Ian-Mora. Nevara anak baru (anak yatim piatu cuma tinggal berdua sama Eyang Putri) yang kebetulan jadi sahabatnya Odit.

Kamu tim Odit atau tim Nevara? :D

It's Okay If It's With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang