11. Kagum

43 4 0
                                    

......

*Flashback*

Joseph masih ingat delapan tahun yang lalu, ia adalah siswa pindahan yang terlambat upacara dan ia terpesona pada gadis berambut sebahu yang menjadi pemimpin upacara. Saat itu ia yang pindah dari sekolah internasiol ke sekolah negeri terbaik kagum melihat gadis cantik dengan kulit putih langsat dengan wajah tegas. Joseph yakin gadis itu pasti punya darah timur tengah melihat fitur wajah yang terkesan seksi itu.

"Namanya Nadin Xavienna, Bro. Lo kalau enggak punya nyali besar jangan coba-coba dekatin dia." Joseph menoleh pada lelaki yang juga di hukum berdiri di bawah terik matahari karena terlambat.

Sudah terlambat, ngobrol lagi. Paket komplit memang.

"Kenapa?" Joseph membalas.

"Kenalin gue Ragil. Lo?"

"Josephine Alden. Jawab dulu pertanyaan gue, kenapa kalau gue dekatin dia?" Joseph membalas.

"Dia itu jago muangthai plus karate, berprestasi. Ikut unicef juga, orang kaya, nyokapnya pengusaha."

Joseph tertawa pelan mendengar penjelasan Ragil. "Lo enggak tahu aja siapa gue."

"Yey emang lo siapa? Lo lebih kaya dari Nadin pun percuma. Bapaknya Nadin itu tentara. Pangkatnya udah Jendral angkatan udara. Salah dikit di babat lo, eh tapi enggak usah di babat sama bapaknya, anaknya aja udah bisa babat orang."

Joseph berdecak kagum, di antara para orangtua kaya dan berpengaruh, orangtua gadis itu menyekolahkan gadis itu di sekolah negeri.

Upacara selesai, gadis itu mendekati Joseph, Ragil dan beberapa siswa lainnya yang terlambat. Joseph bisa melihat Nadin melepas topi dan menyukar rambut kecoklatannya. "Kalian kenapa terlambat?"

"Gue enggak tahu jam sekolah, gue murid baru." Joseph menjawab dengan cepat. Nadin berdecak.

"Kalian enggak capek terlambat. Bukannya apa, gue enggak enak menghukum kalian. Gue dan kalian 'kan sama-sama siswa, gue enggak mau kalian memandang gue sok cuma karena gue ketua osis." Nadin melihat guru di belakangnya.

"Nadin, kayak biasa ya." Ucap seorang siswi.

"Duh, lo juga enggak kapok-kapok telat." Nadin berdecak.

"Bersihkan halaman belakang sekolah aja, di kantin hari ini menunya nasi goreng bakso. Kayak biasa ya!" Nadin berbalik pergi.

"Loh?" Joseph mengerjapkan matanya. Ragil menepuk bahu Joseph.

"Halaman belakang sekolah udah bersih, jadi di sana cuma ngadem, terus kode makanan yang di sebutin Nadin itu tadi, kita bisa makan gratis, tapi setor susu pisang ke dia."

"Maksudnya?" Joseph mengerutkan keningnya.

"Maksudnya, Nadin berbaik hati ke kita. Dia juga biasanya neraktir siswa yang dihukum dia sebagai tanda maaf dan kita ngasih dia susu pisang sebagai tanda terimakasih walaupun enggak harus. Oh iya gue Shasha, lo?" Perempuan yang merengek pada Nadin tadi mengulurkan tangannya.

"Joseph." Joseph membalas tanpa menerima uluran tangan Shasha.

"Udahlah Sha, dia murid baru masih belum tahu sebaik dan segarang apa Nadin. Ayo kita ngadem di bawah pohon halaman belakang, panas banget." Ragil merangkul bahu Shasha.

Joseph menahan senyumnya melihat punggung Nadin yang pergi menjauh. Joseph lagi-lagi terpesona dengan senyum manis dengan lesung pipi kecil itu.

**

"Nadin." Joseph memanggil sambil membawa dua kotak susu pisang. "Makasih."

Nadin menerima susu pisang itu lalu menggeser duduknya, Joseph mengambil duduk di sebelah Nadin. "Sudah makan?"

i'm the main carachterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang