🦄 Resilience - 08 🦄

1.5K 233 26
                                    

"APA?!"

Ragie sontak menunduk. Karena saat ini, dia tengah berdiri berhadapan dengan dua saudara, beserta kembaran mendiang sang Mama. Dan teriakan tadi berasal dari Angre. Setengah detik yang lalu, dia baru selesai menjelaskan apa yang terjadi kepada Barye sampai saudara kembarnya itu berakhir ikut bersama Kakak dari Ayah mereka.

"Ragie--" Nion kembali menelan kalimat yang akan dia sampaikan. Dia bahkan baru memanggil nama keponakannya itu, dan Ragie justru kontan terduduk dengan menelungkupkan kepala di atas lipatan lutut.

"G-gie ya-yang sa-salah.. ha-harusnya G-gie yang ikut pulang.." Isak tangis Ragie langsung terdengar. Meski sedikit teredam karena posisinya yang masih menelungkupkan kepala di atas lipatan lutut. Walaupun begitu, punggungnya terlihat bergetar dengan jelas.

"Ragie, berdiri!" Nion menghela napas pelan sembari memijat pangkal hidung. Mereka ditelepon oleh Sea agar segera kembali ke Mansion, tentu saja remaja itu memiliki akses untuk menghubungi mereka kapanpun. Begitu juga sebaliknya. Karena nyatanya, hanya remaja itu satu-satunya yang akan mereka hubungi jika Barye tidak berada di Mansion.

Tadinya, Angre baru saja keluar dari ruang meeting. Meski meeting sudah selesai, masih ada segunung berkas yang harus dia pelajari dan beri tandatangan. Namun, karena desakan Sea yang menggebu-gebu serta terdengar khawatir, dia memilih untuk bergegas kembali ke Mansion. Ternyata, bukan hanya dia saja. Karena begitu tiba, Jouska dan Nion juga terlihat baru keluar dari dalam mobil.

"Ragie, ayo berdiri!" Pinta Nion lagi. Mereka bahkan masih di halaman depan Mansion. Karena ketika ingin masuk ke dalam, Ragie dengan cepat mencegah dengan alasan ada masalah penting yang ingin dia sampaikan.

Ragie langsung mendongak. Napasnya terdengar putus-putus, begitu juga dengan kedua pipinya yang sudah basah oleh air mata. "Ta-tapi.. ta-tapi abang jangan marahin Gi--gie." Isaknya dengan kepala menggeleng-geleng. "Gi--gie ng--nggak paksa Kak Rye buat ikut, kok. Gi--gie.. Gie cuma bilang buat gantiin Gie sementara. Ka-karena Gie belum ma-mau ketemu Papa."

Angre menghela napas pelan sebelum bergerak untuk menuntun Ragie agar kembali berdiri. "Tidak ada yang marah, Ragie!" ucapnya menenangkan sembari menarik Ragie ke pelukan. Tangannya juga tidak tinggal diam, karena kini bergerak dengan gerakan teratur di punggung sang keponakan.

"Ja-jadi abang nggak marah, 'kan?" tanya Ragie yang suaranya sedikit teredam karena posisinya masih berada di pelukan hangat Angre. Ternyata, ditenangkan dengan pelukan terasa begitu menenangkan. Di sisi lain perasaannya yang hancur karena sang Ayah, kini seolah diobati dengan perhatian kecil dari saudara mendiang Ibunya ini. Nyaman, hangat, juga tenang.

"Tidak ada yang marah, Ragie. Semua sudah terjadi, marah juga tidak akan menyelesaikan masalah!" jawab Angre sembari menghela napas panjang. Jika dulu dia kerap kali berbohong kepada Barye. Entah kenapa sekarang, kepada Ragie dia tidak tega. Ragie ini, bisa dikatakan definisi yupi yang akan meleleh meski tanpa dipanaskan. Meskipun mulutnya terkadang ceplas-ceplos, tidak dipungkiri jika Ragie memiliki perasaan yang begitu lembut. Sikap Ragie yang selalu berterus terang dengan apa yang dia rasakan membuat mereka mengerti apa yang remaja itu inginkan. Tidak seperti Barye yang selalu menyembunyikan apapun dari mereka.

Maka dari itu, mereka mengambil sikap penuh kehati-hatian jika berhadapan dengan Ragie. Meski mereka baru bertemu tadi malam. Namun, keterbukaan Ragie membuat mereka dengan cepat mengerti kepribadian sang keponakan.

"Tahu Barye dibawa ke mana, Ragie?" tanya Angre sembari menunduk memperhatikan Ragie yang masih setia mendusel-duselkan pipi di dada bidangnya yang tertutup jas.

Sea yang kini sudah beralih duduk di atas kap mobil, memperhatikan dengan seksama. Tidak ada lagi Angre yang terlihat selalu berselisih paham karena ke-keras kepalaan Barye. Karena kini, dia justru melihat Angre sebagai sosok berkepribadian lain. Hangat, dan penyayang.

RESILIENCE ; ||Slow Update||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang