🦄 Resilience - 18 🦄

1.4K 257 90
                                    

Sejak kecil, karakter yang terbentuk dalam diri Leo, memang lebih dominan dari Ketiga saudaranya. Karena baik Alter, Shiro, juga Neron tidak se-aktif Leo. Bungsu dari keturunan Osaka itu bahkan bisa berbaur meski dengan kalangan bawah. Lain halnya dengan ketiga saudaranya yang cukup pemilih dalam berteman.

Julukan 'sendok emas' juga Leo dapatkan sejak baru menginjak taman kanak-kanak. Bahkan, saat sebelum lahir, atau sebelum dia mengenal huruf a b c d ataupun 1 ditambah 1 sama dengan 2, Leo sudah dianugerahi keturunan konglomerat yang konon katanya kekayaannya tidak akan habis sampai tujuh keturunan.

Walaupun begitu, Leo tidak pernah memandang kasta dalam berteman. Bahkan, sikapnya sama sekali tidak mencerminkan keturunan konglomerat karena kenakalan yang dia perbuat semasa taman kanak-kanak. Terlalu aktif ternyata meresahkan juga ya, bund.

Disaat ketiga saudaranya menempuh pendidikan jalur khusus, atau homeschooling sejak taman kanak-kanak sampai sekolah menengah atas. Leo justru menolak dan terus menangis ingin sekolah di luar. Alhasil, sang Ayah--Gerhana menuruti permintaan putra bungsunya itu. Meski dijaga ketat oleh pengawal, ada saja kenakalan yang berhasil Leo perbuat.

Baru setelah menyelesaikan pendidikan sekolah dasar. Leo mengamuk lebih hebat lagi karena permintaannya untuk tinggal di Indonesia ditolak mentah-mentah. Dia yang saat itu berumur 12 tahun, nekat melukai diri sendiri. Sampai akhirnya seluruh keluarga besarnya berkumpul untuk melakukan perundingan karena kenekatannya itu. Hasilnya, tentu dia diizinkan dengan syarat harus tinggal bersama dengan Opa dan Oma dari sang Ibu yang memang berasal dari Indonesia.

Kenakalan-kenakalan Leo semakin menjadi-jadi karena hidup jauh dari keluarga. Dia bahkan selalu semena-mena dalam bertindak. Terutama dalam memerintah orang lain. Karena memang selama ini, perintahnya tidak pernah ditolak, apapun itu, dan oleh siapapun itu.

Selalu mendapat apa yang dia inginkan. Membuat Leo tanpa segan melakukan segala cara untuk menjadi pemenang. Termasuk menghabiskan berbotol-botol minuman beralkohol di malam kelulusan. Saat itu, murid sok pintar yang menjadi kesayangan guru menantangnya untuk menghabiskan lebih dari sepuluh botol jika dia sanggup.

Karena Leo yang pada dasarnya senang mendapat pujian dari orang lain, tanpa pikir panjang langsung menerima tantangan tersebut. Dan karena sikapnya yang haus akan pujian itu, membawa dampak buruk yang menyeretnya ke dalam kesalahan satu malam.

"Batalkan semua meeting hari ini."

"Tapi pak, hari ini ada meeting penting bersama Mr--"

"GUE BILANG BATALIN, SIALAN!"

"Le!" Virgo yang tadinya berdiri di depan meja kerja sembari menyebutkan jadwal hari ini kepada Leo. Terkesiap seketika. Sahabat yang merangkap menjadi bosnya itu tidak pernah bersikap tidak profesional seperti ini di jam kerja, sebelumnya. Karena meski mereka bersahabat baik. Tetapi saat di kantor, mereka hanyalah atasan dan bawahan.

Meraup wajahnya frustasi. Leo langsung bangkit dari kursi kebesaran miliknya. "Gue hari ini mau ke makam. Masalah kerjaan, tolong lo yang urus!"

"Makam?" Virgo terkaget-kaget. Raut geramnya karena mendengar keputusan sepihak Leo mengenai meeting penting yang selama ini mereka tunggu-tunggu batal begitu saja, surut dan digantikan dengan raut bingung. "Makam siapa, Le?!" tanyanya yang kali ini tidak bisa menyembunyikan raut terkejut yang terlihat begitu kentara. Mendiang Ibu dari Leo, tidak dimakamkan di Indonesia.

Setelah menggulung kedua lengan kemeja hitam yang dia kenakan hari ini. Leo melirik dengan wajah kaget, heran, juga bingung. Seingatnya, keempat sahabatnya itu datang pada saat pemakaman Ragie. Dia juga ingat kata-kata sampah yang sahabatnya itu lontarkan untuk dirinya. "Bukannya lo ikut makam-in anak gue?"

RESILIENCE ; ||Slow Update||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang