🦄 Resilience - 15 🦄

1.1K 218 50
                                    

Di luar dugaan Ragie, bahkan di luar prediksi BMKG. Ragie kira, dia akan bersikap malu-malu, ataupun canggung jika berhadapan dengan Alter, Shiro, juga Neron yang bernotabene sebagai saudara kandung dari Ayahnya itu. Mengingat, ini pertemuan pertama mereka. Namun, yang terjadi justru sebaliknya.

Barye benar. Mereka menerima dengan sangat baik. Bahkan, perhatian-perhatian kecil dia dapatkan. Seperti mengambilkannya makanan, menanyakan apakah mood-nya dalam keadaan baik atau tidak, misalnya. Karena itu juga, Ragie kembali ke pengaturan awalnya, yaitu bersikap se-santai mungkin. Padahal beberapa saat yang lalu, dia juga bersikap santai saat bertemu dengan Neron. Itu juga di luar kendalinya, karena terlampau senang membuatnya lupa diri. Seharusnya dia menyapa terlebih dahulu. Setidaknya, "Hai Om Neron, apa kabar?" begitu, 'kan? Tapi yang dia lakukan, justru melompat-lompat tidak jelas. Juga, tanpa tahu malu langsung memeluk Neron. Untung saja Kakak ketiga Ayahnya itu tertawa lepas setelahnya.

Dan, sikap santai Ragie itu bukan hanya kepada Neron. Melainkan kepada Alter dan Shiro juga. Bahkan, dia tidak segan-segan untuk memeluk keduanya karena perhatian kecil yang mereka berikan membuatnya benar-benar merasa terharu. Meskipun dia sendiri keseringan berkomentar, "Om Al, ngapain liatin Gie terus? Gie 'kan jadi malu." rujuknya kepada Alter karena terus-terusan menatapnya setiap kali dia berbicara. "Om Shiro juga ngapain liatin Gie sampe bengong gitu?" rujuknya kepada Shiro yang sampai menatapnya dengan bengong setelah dia bercerita panjang lebar.

Malam perdana dia kembali, ternyata begitu membahagiakan. Tentunya karena kehadiran Alter, Shiro, serta Neron yang menjadi pendukung. Ragie bahkan tidak pernah membayangkan akan menjadi seperti ini. Dan apapun yang dia katakan, selalu diiyakan oleh Ayahnya itu.

Namun ternyata, kebahagiaan yang terjadi semalam, tidak bertahan lama setelah pagi menyapa. Karena kenyataannya, pagi-pagi sekali, dia sudah kehilangan, lagi. Ayahnya itu tidak dia temukan keberadaannya di Mansion. Dia bahkan tidak bertanya kepada siapapun, karena dia menyimpulkan sendiri, jika Ayahnya itu menghindar, seperti sebelum-sebelumnya, siapa tahu 'kan? Kecewa? Tentu, Ragie bahkan tidak semangat menghabiskan sarapan pagi.

Kini, Ragie masih setia duduk di taman depan Mansion. Ada Neron yang menemani, Kakak ketiga dari Ayahnya itu tidak berangkat ke kantor, begitu juga dengan Alter dan Shiro. Namun, dia tidak menemukan keduanya. Seperti yang dikatakan oleh Neron tadi, keduanya sedang 'menjemput' kejutan.

Ragie tidak tahu apapun. Ya sudah, dia diam saja.

"Om Neron, Gie boleh minta dibuatin salad?" Ragie mendongak. Posisinya yang duduk menyandarkan kepala di atas bahu Neron, membuatnya dengan jelas bisa melihat wajah Neron yang kemiripannya tujuh puluh persen dengan sang Ayah.

"Tunggu di sini. Om minta koki Res yang buatin--"

"Nggak, Om. Gie mau Om Neron sendiri yang buatin Gie salad. Om nggak mau, ya?"

Neron menghembuskan napas pelan. Tidak lama kemudian dia mengangguk menyanggupi. "Iya deh, Om yang buatin. Tunggu di sini, ya, Ragie?"

"Tapi Om Neron nggak keberatan, 'kan?"

"Ck. Nggak! Kau ponakan Om satu-satunya, Ragie. Apa sih yang nggak bisa Om lakuin buat ponakan Om ini, hm?" Neron tersenyum kecil. Lantas mengacak rambut Ragie dengan gemas. "Tunggu Om di sini, Ragie, okey?"

Ragie mengangguk patuh. "Oki doki, Om. Gie tunggu di sini."

🦄🦄🦄

Nyatanya, itu adalah kebohongan yang Ragie katakan. Menunggu Neron dengan duduk di taman? No. Dia bahkan sengaja meminta dibuatkan salad agar Neron bisa sibuk di dapur. Dan begitu Kakak ketiga Ayahnya itu menyanggupi. Belum sampai dua menit, dia sudah melangkah masuk melalui pintu belakang yang terhubung dengan kolam renang.

RESILIENCE ; ||Slow Update||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang