Musim dingin menjadi hal menjengkelkan bagi Rifam, karena ia harus berpakaian tebal.
Ia terus merutuk di sepanjang koridor, di depan sana di kaca mata tebal tengah berjalan dengan buku di tangan nya.
"Oho!" Rifam tersenyum senang, ia setengah berlari agar langkah nya sama dengan Rangga.
"Hey, kaca mata kau ini kenapa mau di suruh-suruh seperti ini." ucap Rifam, ia mengambil setengah buku paket yang di bawa Rangga.
"Membantu adalah kewajiban sesama." sahut Rangga.
"Tidak ada kewajiban jika itu mempersulit dirimu sendiri." ucap Rifam.
"Berhentilah mengganggu ku, kau ini selalu muncul dimana saja, apa kau arwah gentayangan." Rifam menghentikan langkah nya, saat mendengar ucapan Rangga barusan.
"Anggap saja begitu." ucap Rifam, ia mengidikan bahu nya.
Selama seminggu di sekolah ini, Rifam sangat senang merecoki ketenangan si kaca mata, baginya Rangga sangat unik.
Lihatlah penampilan norak, dan juga sikap dingin nya, bukan kah itu menarik?
"Apa Aziel masih mengganggu mu?" tanya Rifam.
"Itu bukan urusan mu." ucap Rangga.
Rifam tersenyum kecut, Rangga sangat cuek padanya.
Keduanya segera masuk ke perpustakaan menyimpan buku yang kelas mereka pinjam.
"Terima kasih Mis, kami akan segera pergi." ucap Rangga ramah, saat selesai menanta tangani surat serah terima peminjaman.
Rifam mengikuti Rangga dari belakang, ia seakan tak jera dengan ucapan dingin Rangga.
"Berhentilah mengikuti." ucap Rangga, ia memutar tubuh nya agar keduanya bersi tatap.
"Tidak bisa." ucap Rifam dengan senyum memuakkan di wajah nya.
"Apa kau tak ada kerjaan?" tanya Rangga.
"Ya, kerjaan ku kan mengikuti mu." ucap Rifam.
Rangga menyerah dengan orang di hadapan nya, tingkah orang di depan nya sangat aneh, kemarin Rifam memukul nya sampai masuk ruang bimbingan konseling, sekarang ia bersikap seakan tak pernah melakukan dosa apapun.
"Menyebalkan." dengus nya.
Namun yang namanya Rifam, selain dia anak Raga ia juga keras kepala dan tak gentar dengan ucapan seperti itu.
"Hey, ayo masuk kelas sebentar lagi bel. Aku tak mau kita terlambat." Rifam menarik tangan Rangga, tak peduli jika sang empu akan marah.
________
Waktu seakan berhenti, ia menatap datar orang di hadapan nya.
Raga menelan saliva nya dengan susah payah, kedua telapak tangan nya mengepal.
"Are you okay?" ucapnya, berusaha sebiasa mungkin, ucapan nya berhasil membuat orang di hadapan nya seakan tersadar dari lamunan panjang nya.
"Maaf." ucapnya.
Raga membuang pandangan nya, apa ini? Dia kembali?
"Maaf Tuan, saya tidak mengerti mengapa anda harus minta maaf, lagi pula saya belum mengomentari hasil desain anda." Raga berucap dengan senyuman tipis nya.
Kenny menghela napas nya, ia barus profesional dengan klien nya.
"Ah, maaf saya sedikit melamun barusan, jadi silahkan anda melihat-lihat pakaian hasil rancangan saya." ucap Kenny, walapun ia terlihat biasa saja di dalam hati nya, ia bahkan rasanya nyaris tak bisa memegang gambar-gambar desain nya.
"Ini terlihat sangat menarik, anda seperti nya sangat berbakat." ucap Raga, Kenny mengangguk dan menampilkan senyuman manis.
"Terima kasih." ucapnya.
Kau banyak berubah, siapa sangka rekan bisnis ku kali ini, adalah Raga.
Hey, apa kau sudah melupakan ku?
Keduanya seakan orang yang benar-benar baru pertama kali bertemu, sangat profesional.
Bahkan Raga tak segan untuk meminta saran desain untuk Rifam, ia seakan melupakan bahwa orang di hadapan nya orang yang melahirkan anak nya.
"Usia putra ku tujuh belas tahun, emm..dia sangat menyukai pakaian berwarna gelap." ucap Raga. "Saya berharap anda dapat mendesain pakaian nya dengan baik, saya sangat berharap lebih pada anda." lanjutnya.
"Tentu saja, anda dapat mengandalkan saya." jawab Kenny.
"Baiklah, sebentar lagi saya ada rapat, seperti nya pertemuan kita kali ini akan segera berakhir." Raga berdiri dari duduk nya, begitupun dengan Kenny. "Senang bisa menerima rancangan dari anda Tuan Kenny." Raga mengulurkan tangan nya, yang di sambut oleh Kenny, kedua nya berjabat tangan, tanda saling berterima kasih.
Jabatan keduanya dilepas terlebih dahulu oleh Raga, ia melonggarkan dasi nya.
"Sampai bertemu kembali."
Setelah mengatakan itu, Raga segera pergi di ikuti oleh asisten nya.
"Hah...!"
Kenny menekan dada nya, apa itu tadi? Belum dua hari ia disini, tapi sudah bertemu dengan Raga.
Ia terduduk dengan lemas, Raga yang dulu selalu tersenyum hangat kini senyuman itu hanyalah senyuman formal.
"Anda baik-baik saja Tuan?" tanya Aina asisten nya.
"Tentu...aku baik." ucap Kenny ragu.
Jika ia bekerja untuk Raga, ia pasti akan sering bertemu dengan nya. Bisa jadi ia juga akan bertemu putra nya, untuk mengukur pakaian pesanan Raga.
Kenny meremat celana nya, napas nya memburu, memikirkan nya saja membuat nya sesak, bagaimana jika ia sudah bertemu dengan putra nya.
"Apa anda yakin, akan bekerja dengan Tuan Argian?" tanya Aina lagi.
"Bukan kah ini kesempatan bagus Ai?" ucap Kenny.
Aina mengangguk. "Tentu ini sangat bagus, anda dapat bertemu dengan putra anda." jelas Aina.
Sebagai asisten, Aina cukup beruntung karena selama ini Kenny selalu bercerita padanya.
Sampai masalah nya dengan Raga, Aina mengetahui nya.
Kenny memejamkan matanya, ya, sebentar lagi ia akan bertemu dengan putra nya, hari sabtu ia akan bertemu dengan bayi mungil yang ia keluarkan dari perut nya.
Kenny sangat ingin melihat wajah nya, ia benar-benar ingin melihat wajah putra nya seperti apa.
Apa mirip dengan Raga, atau mirip dengan nya.
Bukankah putra nya itu sudah berusia tujuh belas tahun, pasti Raga merawat nya dengan sangat baik.
Kenny cukup terkesan dengan perubahan yang terjadi pada Raga, pria yang dulu bahkan harus bekerja paruh waktu, kini sudah memiliki perusahaan sendiri.
Ah, Kenny benar-benar terkesan dengan itu, kerja keras Raga memang patut di apresiasi.
Sedangkan di tempat lain, tepat nya kantor Raga.
Pria itu tengah melamun, memikirkan kejadian yang baru saja terjadi.
Bohong jika saat ini ada rapat, ia hanya ingin segera pergi tak ingin lama-lama dengan Kenny.
Setelah sekian lama, orang itu kembali, setelah dengan susah payah nya Raga melupakan orang itu, kini segala nya runtuh dengan pertemua satu setengah jam.
Sampai kapan pun, Raga tak akan mengatakan Kenny orang yang melahirkan putra nya, biarlah Rifam tak mengetahui siapa orang yang melahirkan nya.
Raga terlanjur kecewa pada Kenny, rasanya luka lama itu seperti di siram air garam, sangat perih untuk mengatakan nya.
Masih teringat dengat jelas, penolakan Kenny terhadap Rifam.
Anak sialan, ya, sebutan itu seperti baru di katakan siang tadi, sampai rasanya masih sangat jelas di ingatan nya.
Betapa terluka nya, jika putra nya tahu tentang hal itu, Raga tak ingin semuanya berantakan setelah sekian lama ia menyusun, kepingan-kepingan hati nya yang hancur.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAPA! DREAM S2 [END]
RomanceDREAM S2 Part lengkap✔ Luka itu merembes ikut melukai hati putra ku juga, banyak hal yang tak kau ketahui selama bertahun-tahun ini. putra ku sudah besar, kemarin usia nya sudah tujuh belas tahun, dan sekarang usia ku tepat berusia tiga puluh lima t...