"Kami sudah menunggu mu dari siang."
Kenny tak bergeming, ia hanya menatap Papa nya dengan datar, pria paruh baya itu tengah duduk di sofa rumah Kakak nya.
"Bagaimana kabar mu nak?" Bunda menghampiri nya, ia langsung memeluk Kenny.
Namun Kenny masih diam tak bergerak, tatapan nya terus menuju pada pria paruh baya dengan pandangan yang semakin dingin.
"Ku pikir, ini terlalu berlebihan." Kenny melepas pelukan bunda nya.
"Bunda sangat merindukan mu, Bunda..."
"Ya, tidak aneh seorang ibu merindukan putra nya." potong Kenny, lalu duduk di hadapan Papa nya. "Ku pikir kalian sudah melupakan ku, ternyata kalian datang juga." lanjutnya.
"Apa ini Kenny?" Papa bertanya seakan selama ini telah menjadi figur ayah yang baik.
"Ayolah Pa, tujuh belas tahun Papa gak pernah temuin aku, dan sekarang Papa bertingkah seperti seorang Ayah yang baik." tutur Kenny kesal.
Jaerlyn terdiam dengan ucapan Kenny, memang benar adanya, ia tak pernah menjenguk putra nya selama di jepang. Ia mengirim putra nya tinggal bersama putra sulung nya, namun ia sama sekali tak pernah menanyakan kabar putra nya.
"Aku sedang sibuk, nikmati waktu kalian." Kenny beranjak dari duduk nya, ayolah hati nya masih meradang.
Ia masuk ke dalam kamar nya, membaringkan tubuh lelah nya.
Apa yang Papa nya lakukan sama dengan apa yang ia lakukan pada putra nya sendiri, rasanya perih karena ia tahu bagaimana luka putra nya selama ini.
Kesepian, rindu yang tak tertuju, mau bagaimana pun Rifam pantas marah padanya.
Sedangkan di kediaman Raga, ia tengah beradu argumen dengan putra nya.
"Ceritakan semua tentang ibu ku Dad, bagaimana masa muda nya?" tekan Rifam meminta kejujuran Raga.
"Apa melihat pemakaman ibu mu tak cukup?" Raga sudah jengkel dengan putra nya itu.
"Aku putra nya, aku ber hak tahu masa lalu nya, meski dia sudah di peluk sang pencipta tapi setidak nya aku ingin tahu, agar aku bisa menerima ibu sambung ku itu." tutur Rifam sendu, ia benar-benar bingung harus bertanya pada siapa jika bukan pada Raga.
Rifam meremat celana nya, ia ingin menangis namun rasanya tak bisa, kenapa Daddy nya terus berbohong pada nya.
"Jika kamu mendengar nya, kamu akan terluka." ucap Raga, tatapan nya seakan menelisik kejadian beberapa tahun lalu, dimana keadaan nya benar-benar tengah di bawah, bagaimana luka itu mencekik nya sampai rasanya ia mati.
"Katakan saja yang sebenar nya Dad." ucap Rifam.
"Tidak."
"Katakan."
"Kenapa kau sangat ingin tahu?"
"Karena aku juga tahu, Daddy berbohong, dia masih hidup bukan?" Rifam maju selangkah, menatap manik hitam Raga, menuntut jawaban yang selalu ia harapkan.
"Buang pikiran itu, dia benar-benar sudah tiada." Raga tak menyerah dengan pendirian nya.
"Dad, sampai kapan?" lirih Rifam. "Sampai kapan kau terus berbohong, kau hanya perlu menceritakan sosok nya pada ku, apa dia seburuk itu, sampai kau tak berani menceritakan nya?" lirih Rifam.
Raga menghembuskan napas nya, ia menengadahkan kepala nya, menahan cairan yang mungkin saja bisa keluar kapan saja.
"Ya, kau benar." Raga berucap dengan menahan tangis mati-matian. "Dia memang masih hidup, dia bahkan ada di sekeliling kita. Namun bagi ku dia sudah lama tiada." ucap Raga menohok.
Rifam semakin meremat celana nya, ia tetap dengan tatapan nya, menatap Raga dengan penuh tuntutan seakan jika Raga berbohong, ia akan menghunuskan pedang pada dada sang Daddy.
"Apa luka mu belum sembuh?" lirih Rifam.
"Apa menurut mu, luka besar akan sembuh dengan waktu?" tanya Raga. "Bahkan jika luka itu sudah kering, luka itu selalu saja terbuka kembali dengan luka yang lebih besar sampai mengeluarkan banyak darah."
"Apa dia jahat?" tanya Rifam.
"Apa orang baik melukai orang lain?" Raga kembali bertanya.
"Jika dia memohon ampun pada mu, apa kau akan memaafkan nya?"
"Bahkan saat itu, aku nyaris bersujud di kaki nya, tapi apa yang aku dapatkan? Dia meninggalkan ku tanpa peduli dengan apa yang ku katakan, tapi aku tak menyalahkan nya, karena ini semua salah ku." jelas Raga, dengan tatapan kosong dan matanya yang memerah, seakan kejadian di rumah sakit waktu itu, sedang tayang di hadapan nya. Memperlihatkan betapa menyedihkan diri nya dulu.
Rifam menunduk sendu, melihat kaki telanjang tanpa sendal nya.
Tak ada harapan? Kedua orang tua nya benar-benar tak akan bersama lagi. Apa ia harus menerima ibu sambung nya? Ya, itu adalah pilihan terakhir bagi nya.
"Baiklah, terima kasih Dad. Aku tak akan meminta apapun, menikah lah dengan perempuan itu, segeralah menikah sebelum kau berubah pikiran. Jika kau bahagia aku pun akan berusaha untuk ikut bahagia." tutur Rifam, air mata yang sedari tadi ia tahan akhirnya mengalir.
Fakta nyata, bahwa keluarga nya hancur sebelum ia lahir sudah berhasil membuat ulu hati nya seperti di tikam pedang beracun.
"Kau tahu Dad, sejujur nya aku berharap kau dan kekasih mu di masa lalu itu, bisa bersama kembali. Namun apa boleh buat, bunga mawar berduri jika terus di genggam memang akan membuat luka." jelas Rifam, di selingi dengan isakan kecil.
"Terima kasih atas tujuh belas tahun, hanya Daddy yang selalu ada buat ku, dan sekarang mungkin di tahun depan di usia ku yang ke delapan belas, akan ada perempuan yang Daddy pilih untuk menemani ku kan."
Kedua tangan Raga mengepal, ia tak bisa bergerak bahkan hanya untuk menarik tubuh putra nya untuk ia peluk, luka itu, ingatan itu, kejadian itu, menjadi ketakutan nya untuk saat ini. Bahkan dada nya selalu sesak, kepalanya berdenging di serang nyeri yang amat menyakiti fisik nya.
Rifam melangkah mendekat pada Raga, ia menarik tangan mengepal Raga, membuka jari-jari yang menaut seakan menahan amarah itu.
"Dia benar-benar melukai pahlawan ku." Rifam mencium tangan Raga dengan tulus.
"Aku tak akan meninggalkan mu Dad, meski dia memohon agar aku menemani nya." ucap Rifam memberi ketenangan pada Raga, ia tahu Daddy nya sangat trauma dengan kata pergi, Elga pernah menceritakan masa lalu Daddy nya yang di tinggalkan oleh dua orang tercinta nya sekaligus, jadi wajar jika Raga hanya mampu membisu sedari tadi.
"Kau adalah Daddy ku, pahlawan ku, matahari ku, kehidupan ku, dan aku adalah putra paling beruntung yang memiliki Daddy seperti, maaf selalu menanyakan nya, aku benar-benar lancang mengungkit luka lama mu, namun terima kasih sudah bertahan sampai saat ini."
Setelah mengatakan hal itu, Rifam berhambur memeluk Raga, menumpahkan kesesakan nya sedari tadi, ia benar-benar tak tahan dengan kondisi Raga.
Daddy nya terluka, super hero nya benar-benar terluka oleh cinta nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAPA! DREAM S2 [END]
RomanceDREAM S2 Part lengkap✔ Luka itu merembes ikut melukai hati putra ku juga, banyak hal yang tak kau ketahui selama bertahun-tahun ini. putra ku sudah besar, kemarin usia nya sudah tujuh belas tahun, dan sekarang usia ku tepat berusia tiga puluh lima t...