49

1 1 0
                                    

₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪

₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪

₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪

Pada siang hari yang mendung, Yuraq seharusnya masih sibuk mencabuti gulma. Malahan, dia mencuri waktu untuk duduk di tengah ladang, di antara pohon-pohon kinoa yang tinggi dan kehijauan. Wabah bulai telah berlalu dan panen mereka kembali melimpah seperti biasa. Lega hatinya mengetahui bahwa mereka tidak akan didatangi lagi.

Orang-orang suruhan itu. Ingatannya akan kejadian 3 bulan lalu tidak bisa hilang.

3 minggu setelah perjalanan mencari keluarganya, Hakan akhirnya kembali ke rumah. Dia tidak membawa apa-apa selain raut mukanya yang murung. Sudah jelas bahwa dia takkan bisa bertemu keluarganya lagi. Dan untuk melengkapi sengsaranya, sang encomendero dan orang-orangnya mendatanginya. Sebagian dari suruhannya adalah orang pribumi yang mengenakan tunik, dan sebagian adalah orang kulit hitam dengan kaos dan celana orang asing mereka.

Para buruh disuruh untuk datang ke depan rumah Hakan. Sang tuan rumah sendiri ditarik dari rumahnya, lalu digebuki berkali-kali dengan tongkat. Tidak tahan dengan tontonan ini, Yuraq menyembunyikan mukanya di balik punggung Samin sampai suara hantaman itu tidak terdengar lagi.

Akhirnya, sang encomendero dan anak buahnya meninggalkan Hakan. Pria itu berdarah-darah dan sudah tak sadarkan diri. Untungnya, dia masih hidup — nafasnya masih berhembus. Para buruh mengantarnya ke rumah dan sejak saat itu merawatnya.

Meskipun tidak ada yang tewas waktu itu, Yuraq masih ingin sekali melupakan momen tersebut. Dia berusaha mengalihkan perhatiannya pada pemandangan yang damai ini. Angin yang berhembus sepoi-sepoi membantunya menenangkan diri. Tangkai-tangkai tanaman ikut melambai olehnya, bergemeresik dengan lembut.

Salah satu tangkai dan daun kinoa itu mendarat di muka Yuraq. Gadis itu memejamkan matanya dengan erat dan menurunkan mukanya. Saat membuka mata, tepat di depan matanya terdapat kalung dengan kancing yang menggantung di depannya.

Dia menggenggam kancing itu dengan pelan. Diingatnya sang kekasih yang sudah tiada, dan momen-momen mereka bersama. Mata Yuraq mulai terasa berair, namun tidak ada kesedihan dalam hatinya.

4 bulan sudah berlalu sejak dia melihat Puma untuk yang terakhir kalinya. Kalung itu masih mengitari lehernya. Lagipula, kalung ini merupakan apa yang tersisa dari sang kekasih. Pemberian Puma itu sudah cukup baginya untuk merelakan lelaki itu. Namun, ingin dia bertemu dengannya sekali lagi, entah bagaimana.

"Kayaknya aku harus lanjut kerja," komentarnya dalam hati. Memang, badannya sudah tidak lelah. Selain itu, semakin lama dia menganggur, semakin cepat orang akan melihatnya. Maka dari itu, sang gadis mengangkat tubuhnya dari tanah. Dengan segera, dia membungkuk dan mencabut tetumbuhan hijau kecil yang tak diinginkan.

Tak lama kemudian, Yuraq mendengar keramaian di luar ladang. Dia memperhatikan bahwa buruh-buruh sedang berjalan ke satu arah, yaitu menuju rumah Hakan. Salah satu dari mereka memanggil Yuraq.

"Ayo kumpul! Makan siang!"

"Iya," kata Yuraq.

Gadis itu tersadar bahwa sekarang sudah siang bolong. Kiranya ini masih pagi. Gara-gara langit siang ini, dia jadi tidak tahu waktu.

Maka berjalanlah dia keluar dari ladang itu. Kedua tangannya masih menggenggam tumbuhan-tumbuhan kecil yang tercabut sampai ke akar.

Surat KeluargaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang