22

63 12 6
                                    


Lusi dan Winwin melambaikan tangan ke arah Nakyung dan Renjun sebelum keduanya memasuki mobil dan meninggalkan restoran. Lusi bahkan tidak bisa menunggu hingga lima menit untuk mengutarakan pendapatnya tentang hubungan Nakyung dan Renjun.

"Apa kau yakin bahwa Renjun dan Nakyung hanya berteman?" tanya Lusi. Wajah gadis itu tampak sangat serius menyiratkan rasa ingin tahu yang sangat besar. Ia bahkan tidak berpaling dan menunggu jawaban Winwin dengan sabar selagi laki-laki itu mengingat setiap detail pertemuan mereka barusan.

"Menurutku tidak. Cara Renjun memandang Nakyung berbeda. Tapi entah mengapa aku tak ingin mereka terburu-buru menjalani hubungan ini. Bagaimanapun keduanya sahabat, dan aku takut jika Nakyung dalam situasi berbahaya nantinya. Mengingat perusahaan Renjun sedang ada di atas"
"Betul juga, aku hanya berharap yang terbaik untuk keduanya" balas Lusi.
"Aku juga, Nakyung sungguh berbeda dengan wanita yang pernah Renjun temui" ujar Winwin menatap sekilas Lusi.
"Berbeda?" tanya wanita itu heran.
"Nakyung lebih sederhana dan hangat"

🦊

Segalanya menjadi begitu canggung untuk Nakyung setelah ia menyadari perasaannya terhadap Renjun. Gadis itu tidak lagi memandang mata Renjun ketika berbicara ataupun menanggapi obrolan laki-laki itu dengan sembarangan. Kini, Nakyung secara tidak langsung selalu berpikir dengan hati-hati tentang apa yang harus ia lakukan dan katakan. Perasaannya sudah berubah pada Renjun. Nakyung sendiri tidak tahu apakah Renjun menginginkan dirinya. Padahal laki-laki itu sudah berhasil membuatnya jatuh cinta.

"Gua ada salah ya?" setelah hampir dua puluh menit terjebak dalam keheningan yang menyiksa, Renjun akhirnya memberanikan diri untuk membuka pembicaraan. Laki-laki itu mengecilkan suara radio mobil dan mengusap tengkuknya pelan. Sedari tadi, keduanya hanya mendengarkan lagu-lagu di radio selagi pikiran mereka melayang entah kenapa.

"Gak" jawab Nakyung singkat. Gadis itu merutuki sikapnya dalam hati. Nada bicaranya barusan sungguh ketus dan terdengar menjengkelkan. Tipikal perempuan golongan darah A ketika sedang gugup di hadapan laki-laki yang ia sukai.

"Sungguh? Karena lo diam aja, makanya gua pikir lo lagi marah sama gua" Renjun ingin sekali menoleh pada Nakyung hanya untuk memastikan. Namun, lalu lintas sedikit padat membuat Renjun harus fokus mengemudi.
"Gua cuman pusing, sedikit" Nakyung merasa bersalah ketika ia harus berbohong pada Renjun. Ia kemudian memalingkan wajah ke arah jendela agar laki-laki itu tidak menyadarinya.
"Iya? jangan kembali ke kantor kalau begitu. Gua antar pulang ke rumah aja ya? Lagipula gua juga baru masuk ke kantor besok" ujar Renjun pelan.
"J-jangan, gua belum selesai itu. Eum Yena! Ya aku belum memberikan evaluasi terakhir kepada Yena hari ini. Jadi tolong antar ke kantor" jawab perempuan itu gugup. Jujur saja itu hanya alibi.

"Itu masih bisa besok Nakyung, daripada besok lo makin pusing" sergah Renjun.
"G-gua habis ini sehat. Cukup minum teh hangat di kantor langsung hilang"

Tekad Renjun cukup kuat rupanya. Laki-laki itu berhasil melewati kantornya. Renjun diam-diam menoleh ke arah Nakyung yang nampak melongo di sampingnya melihat keduanya melewati kantor.
"Renjun! gua mau ke kantor sebentarr aja please. Gua janji gak sampe malam, cuman sampe jam 4. Please ya" rayu Nakyung.

Oh lihatlah matanya menjadi bulat mencoba meluluhkan mata rubah milik Renjun. Kedua tangannya yang menggenggam lengan atas Renjun membuat laki-laki di hadapannya sempat hilang fokus pada jalanan. Renjun segera menghentikan mobilnya di sebelah kiri jalan.

"Promise?" tanya Renjun mengangkat kelingking kanannya pada Nakyung.
"I promise" jawab Nakyung singkat membalas kelingking Renjun. Pembicaraan mereka berhenti dan keduanya mulai hanyut dalam keheningan. Renjun sebenarnya tahu bahwa ada yang salah dengan Nakyung. Namun, ia sama sekali tidak tahu alasan dibalik sikap gadis itu.

Apakah karena dirinya? Ataukah karena pertemuan gadis itu dengan Winwin? Memikirkan kemungkinan terakhir membuat Renjun jengkel. Laki-laki golongan darah O memang terkenal dengan sifat pencemburu mereka. Tapi Renjun membuang pikiran itu jauh-jauh dan berharap Nakyung bersikap normal kembali padanya besok.

Mobil Renjun berhenti tepat di depan lobi kantor. Gadis itu segera membuka pintu mobil dan sebelum melangkah pergi, Nakyung berkata, "Terima kasih makan siangnya". Renjun mengangguk pelan sambil tersenyum tipis.

"Ingat janjinya, gua balik ke kantor besok bareng Ayah" kata-kata Renjun membuat Nakyung hendak menutup pintu mobil terpaku. Gadis itu menatap Renjun dengan heran dan memberanikan diri untuk bertanya.
"Untuk apa?"
"Tiga hari yang lalu gua dapat pesan isinya pemberitahuan bahwa besok akan ada banyak wartawan meliput perusahaan karena kita berhasil meraih pasar internasional. Lo belum dapet informasinya dari pihak peliputan?" jelas Renjun
"Ah, sepertinya belum. Gua kan kemarin sibuk di bagian produksi."
"Kalau gitu, gua harap besok lo bisa temenin gua waktu wawancara. Bye Nakyung !" Renjun melambaikan tangan dan menyunggingkan senyum khasnya yang membuat hati Nakyung semakin tidak karuan.

Tanpa sadar, Nakyung mengangguk dan menutup pintu mobil secara bersamaan. Ia tetap berdiri di tempatnya dan memandang mobil Renjun dalam diam. Ia ragu apakah hubungan ini akan berkembang selangkah lebih jauh atau justru, dengan perubahan dirinya Renjun akan menjauh dan meninggalkan Nakyung dengan luka baru.

🦊

Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore,  Nakyung bertahan dengan perasaaannya ini. Dunia seakan terbalik dan jari tangannya semakin ragu bergerak untuk membalas pesan Renjun. Rasanya aneh ketika ia harus berpura-pura tidak merasakan apapun ketika yang Nakyung pikirkan hanyalah wajah Renjun dan betapa dirinya ingin segera melihat laki-laki itu lagi.

Sembari merapikan kertas-kertas yang berserakan di atas mejanya, Nakyung sesekali melirik ke arah ponselnya untuk memastikan apakah Renjun telah membalas pesannya atau belum. Seperti biasa, Nakyung akan mendapatkan jawaban itu kurang dari satu menit.

From : Renjun
Apa sudah merasa sehat?

To : Renjun
Sudah bos, gak perlu khawatir berlebihan

From : Renjun
Bagaimana saya dapat tenang jika satu-satunya sekertaris cantik saya jatuh sakit

To : Renjun
Lebih baik diam Renjun, jari-jari mu tidak cocok mengetik hal seperti itu.

From : Renjun
Hahaha, baiklah. Perlu dijemput?

Nakyung terpaku. Jika ia belum menyadari perasaannya terhadap Renjun, mungkin ia bisa dengan mudah menjawab 'ya'. Hanya saja hal itu kini terasa janggal dan salah. Ia tahu bahwa Renjun hanya menganggapnya sebagai sahabat. Dan ia tidak ingin patah hati. Jadi dengan berat hati Nakyung memutuskan untuk membuatnya seperti biasa atau mungkin membatasi interaksinya yang dia anggap berlebihan. Ia tidak bisa membiarkan Renjun terlalu dekat dengannya dan membuat dirinya melayang tinggi.

To : Renjun
Gua balik bareng Yena, thanks Njun

Rasanya sangat berat bagi Nakyung mengirimkan pesan itu. Ia pun bangkit dari kursinya dan berjalan pelan ke arah lorong. Langkahnya berhenti ketika ia melintasi jendela besar yang mengarah keluar dan memutuskan untuk berdiri disana sembari menunggu Yena.

From: Renjun
Um, alright

Nakyung menghela napas berat ketika ia bisa merasakan kekecewaan dari jawaban Renjun. Gadis itu akhirnya mematikan ponselnya dan memasukkan benda itu ke dalam tas.

"Hei, kenapa masih di kantor?" suara lantang Yangyang membuat Nakyung terkejut dan cepat-cepat mengenyahkan berbagai pikiran yang sedang mengganggunya. Gadis itu berbalik dan tersenyum kecil pada temannya.
"Itu nunggu Yena, mau balik bareng dia" jawab Nakyung sambil menunjuk Yena yang sedang berjalan menghampiri.
"Ah, kalau begitu hati-hati di jalan." ujar Yangyang

Setelah mendapatkan anggukan persetujuan, Yangyang kemudian berjalan ke arah berlawanan dan meninggalkan Nakyung yang masih berdiri di tempatnya.

BAD/CALM BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang