11. HEARTBREAK

806 98 22
                                    

^^^

Saat ini dokter yang Ika panggil telah datang dan tengah memeriksa kondisi An. Dokter itu mengatakan untuk benar-benar menjaga An karena kandungannya lemah.

Morning sickness pada minggu pertama itu wajar, perlahan juga akan reda saat memasuki minggu kedua.

Di lantai bawah, Ika berterima kasih pada si dokter karena telah menyempatkan datang meski jadwalnya padat.

"Sebenarnya aku gabisa sih kalo disuruh dateng ke rumah gini, lain kali langsung aja ke rumah sakit" Ujar Keina, dokter selaku sepupu Ika.

"Oke, noted"

Kemudian Ika mengantar Keina keluar apartnya dan segera menuju kamarnya. Hari juga sudah gelap, apalagi Ika ada kuliah malam karena mengganti jadwal kuliah paginya tadi.

Di kamar feromon milik An tidak terlalu menyerbak seperti tadi, dia tengah berbaring sembari melamun.

Ika memakai jaket dan mengambil tasnya, lalu berpamitan ke An.

"Aku ada kuliah malam, gapapa kan kalo tak tinggal bentar?"

Namun An tidak menjawab dan justru membelakangi Ika. Sepertinya An benar-benar tidak mau ditinggal.

Tahu bahwa An ngambek Ika pun membungkuk dan mengecup An di pipinya.

"Cuma bentar kok, nanti tak beliin jajan. Mau apa?" Bujuk Ika yang membuat An berbalik menatapnya.

Bibir An melengkung ke bawah serta dahinya mengerut.

"Gausah kuliah..." An melingkarkan tangannya di perut Ika, menahannya agar tidak pergi.

"Kalo kamu larang aku pergi besok ga kuajak jalan-jalan"

"Kemana?" An mendongak, tertarik dengan itu.

"Besok di kampus ada konser, mau ikut ga?"

"Mau!"

"Ini lepasin dulu ya?"

Kemudian An melepaskan pelukannya dan Ika segera beranjak keluar. Ika menoleh ke An sebelum keluar dari kamarnya.

"Dadahh, cepet balik yaa" An melambaikan tangannya ke arah Ika.

Senyuman terukir di wajah Ika, dia pun membalas lambaian An dan keluar dari kamar.

Saat berjalan ke lantai bawah sampai keluar apart, Ika terus-terusan menahan senyumnya. Padahal dia sudah membuat kesepakatan dengan An, tidak boleh ada rasa diantara mereka.





















"Jadi kelasnya sampai sini dulu, hati-hati pulangnya" Ujar Bu Hannah, dosen kuliah malam Ika saat ini.

Sekarang sudah hampir jam sepuluh malam, An pasti ngambek lagi.

Ika segera membereskan buku-bukunya dan segera keluar kelas. Saat ini dia dan Tiara tengah berjalan pulang melewati halaman tengah sekolah yang lumayan sepi.

Tiara juga ikut kelas malam karena tidak ingin membiarkan Ika sendiri. Padahal tanpa Tiara pun Ika tidak masalah dengan itu.

Tanpa aba-aba, Tiara menarik tangan Ika untuk bersembunyi di balik pohon.

"Kenapa?"

"Sstt, liat tuh" Tiara menunjuk pada dua orang yang tengah berjalan.

Terlihat Elvio dan Leina, kakak tingkat, dia juga ketua club band di kampus ini. Seorang alpha yang sangat populer karena kharismanya.

Mereka berjalan sembari bergandengan tangan, terlihat akrab sekali.

"Duh udahan dong challengenya, muak banget deket sama tuh beta" Ujar El yang terdengar oleh Ika dan Tiara.

Beta? Maksudnya Ika?

"Iyaa sayang, si Ika juga udah bolos semingguan. Ntar kalo masuk jauhin aja, pake alasan ga dibolehin orang tua"

Angin yang berhembus dingin membuat deru napas Ika memelan, urat di wajahnya perlahan muncul, tangannya mengepal seperti sudah siap menghantam siapa saja.

Maniknya menatap tajam ke satu orang, El.

Tiara tahu bahwa Ika tengah marah tapi dia terlalu takut untuk menghentikan, biarlah Ika sendiri yang mengatasi ini.

"Gausah pake alasan, udah tau" Ucap Ika datar, berjalan keluar dari tempat sembunyinya.

"L-Loh Kak..?"

Mata El membulat, terkejut.

"Bahagia ya sama pacarmu" Ika mengucapkan sepatah kata kemudian berjalan pergi.

Ini menjadi yang kedua, Ika dikhianati dua kali. Ternyata dia hanya menjadi challenge bagi game yang dimainkan El.

Namun Ika tetap berharap El mengejarnya dan meminta maaf, tapi itu tidak mungkin terjadi.

Semua yang ia jalani dengan El hanya kebohongan belaka, padahal ia sudah mencoba untuk membuka hatinya. Ini benar-benar kenyataan yang perih.

Salju yang turun membuat mata Ika susah untuk melihat, telapak tangannya sangat dingin. Rasa sesak terus menghujami Ika selama berjalan, sakit.

Perih, seperti ada yang mengganjal di matanya.

Sakit..karena dadanya terasa sesak.

Panas... karena air matanya merebak keluar.

Ika terus menerus menghapus air matanya yang mengalir, namun seperti mobil yang tidak mempunyai rem air matanya terus menerobos keluar.

"Ika..." Ucap Tiara pelan sembari memeluk Ika. Dia terus menerus menenangkan sahabatnya.

Malam yang menyakitkan bagi seorang beta, kenapa takdirnya begitu menyedihkan...

(Ya karena terserah authornya awikwok)













Cklek

Selamat datang, itulah ucapan hangat yang An berikan saat Ika pulang. Ternyata sedari tadi An terus menunggu di sofa, padahal 3 jam bukanlah waktu yang singkat.

Begitu melihat mata Ika yang sembab An segera menghampiri Ika, menangkupkan kedua telapak tangannya yang hangat di pipi Ika.

An terus bertanya "Kenapa" "Ada apa" , raut wajah An benar-benar khawatir.

Sementara Ika yang ditangannya membawa sekantong makanan hanya diam saja menatap kosong netra An.

"A'an, An...." Gumamnya sembari memegang telapak tangan An.

"Ya, kenapa?" Sahutnya khawatir.

Ika terdiam sebentar kemudian tersenyum ke arah An, sepertinya hanya An saja yang mampu membuatnya terus tersenyum seperti ini.

"Ayo kita lupakan kesepakatannya"

TBC


STUCK Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang