Kecurigaan Esmeralda

706 52 5
                                    

"Kenapa aku tak boleh masuk ke ruang kerja suamiku?" Pertanyaan itu terlontar dari bibir Esmeralda. Duchess of Persuella. Kening wanita anggun itu tampak mengernyit.

Matanya menatap tajam pada dua penjaga yang kini gemetaran setengah mati.

Kipas lipat yang Esmeralda genggam, mengembang dengan anggun. Menampakkan motif mawar yang membuat seseorang tertekan hanya dengan melihatnya.

"Bagaimana ini? Duchess tidak boleh tahu, apa yang sedang dilakukan oleh Duke dalam ruangan kerjanya," pikir kedua penjaga. Mereka saling lirik-melirik satu sama lain.

Sesekali, mereka akan mencuri pandang pada sang Duchess. Mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki, wanita di depan mereka tampak begitu sempurna.

Kulit putih yang begitu halus, membuat para pria berhasrat untuk merabanya.

Wajah memikat, mampu menjerat seorang pria dalam cinta dan nafsu hanya dengan satu kedipan genit.

Tubuh indah memesona dengan lekukan sempurna. Depan maupun belakang, semuanya tampak benar-benar padat di balik gaun merah muda yang anggun.

Sosok yang berdiri di depan mereka, merupakan "Bunga Sosial" di antara golongan bangsawan maupun rakyat jelata. Siapapun yang mendengar nama "Esmeralda" akan teringat dengan rupa eloknya; tubuh padat; serta karakter lemah-lembut yang tegas.

"Bukankah Duchess kami ini sangat luar biasa?" pikir Kedua Penjaga, mengakui rumor yang tersebar di antara bangsawan. Rumor yang mengatakan, bahwa wanita itu sungguh luar biasa.

Kerutan di kening cantik Esmeralda, semakin bertambah ketika dia melihat Dua Penjaga di depannya hanya berdiam saja.

"Kenapa kalian diam?" Esmeralda melipat kipas bermotif mawarnya. Dia beralih dengan posisi berkacak pinggang.

"Kalian tahukan, apa yang terjadi jika aku sudah muak kepada seseorang?" imbuh Esmeralda. Suaranya terdengar lembut, membuat ancamannya semakin ber-damage.

Tentu saja Dua Penjaga itu tahu akibatnya. Mereka bisa dihukum mati karena membangkang terhadap bangsawan tingkat tinggi, yang memiliki kekuasaan setara Kaisar.

Ya, untung-untung bila mereka digantung dan mati. Setidaknya, mereka sempat berpamitan pada keluarga. Akan tetapi, ceritanya akan lain bila dua pelayan di belakang Esmeralda bergerak.

Siapa yang tak kenal dengan Pelayan Kembar Esmeralda? Reputasi dua pelayan itu, setara dengan ketenaran Esmeralda. Hanya saja ... mereka terkenal karena sifat berdarah dingin.

Mereka tak akan iba pada siapapun. Anne dan Asta nama mereka.

Anne, si Kakak. Ia berprofesi sebagai kesatria pedang.

Asta, si Adik. Memiliki profesi sebagai Penyihir Circle Tiga. Penyihir yang langka!

Kebanyakan hanya ada Penyihir Circle Satu atau Dua.

Saat ini, Dua Pelayan Kembar itu berada dalam posisi bersiap. Cukup dengan satu perintah, mereka akan mengeluarkan kemampuan terbaik mereka.

Anne akan memisahkan kepala dari tubuh, sementara Asta akan membakar mereka dengan sihirnya sampai jadi abu. Tidak, abunya bahkan akan hangus tak bersisa di Bumi!

Kedua penjaga itu gelagapan. Keringat dingin memenuhi pelipis mereka yang diselimuti oleh zirah berbahan perak. "Ka-kami hanya menuruti perintah Duke saja, Duchess," ungkap si Penjaga Sisi Kanan.

Sebelah alis Esmeralda terangkat. "Oh ya?" Ia bertanya dengan nada tak percaya.

"I-iya Duchess! Duke memerintahkan kami untuk tidak membukakan pintu, bahkan untuk Anda," jawab si Penjaga Sisi Kiri. "Semua orang dilarang masuk, tanpa terkecuali."

"Bahkan bila itu berarti, aku masuk sebagai Count Raveille?" tanya Esmeralda, menyunggingkan senyum tipis.

Kalimatnya berhasil membuat Dua Penjaga itu kebingungan. Duchess mereka bukanlah orang biasa. Semua orang tahu, bahwa Esmeralda juga mengelola wilayah keluarganya: Count Raveille.

Meski pangkat Count Raveille terbilang lebih lemah dari Duke. Tak ada yang berani meremehkannya. Mereka memiliki sejarah yang panjang, semenjak Kekaisaran berdiri. Bahkan Kaisar pun tak berani menyinggung Count Raveille.

"Du-Duchess ... Duke telah memerintahkannya tanpa terkecua-" Kata-kata si Penjaga Sisi Kanan langsung terhenti, begitu Asta mengacungkan ujung mata pedang ke lehernya.

Anne pun juga sudah menyiapkan lingkaran sihir api. Sihir level menengah yang bisa membakar manusia jadi abu.

"Berani kau menentang perintah Duchess, Pemimpin Wilayahmu sendiri?" Anne berujar dengan ekspresi geram.

Jari-jemarinya begitu gatal dan tak sabar untuk memotong leher pria di hadapannya.

"Dia sudah lupa, bagaimana damai dan tentramnya kehidupan di sini semenjak kedatangan Duchess," sindir Asta.

Kedua Penjaga itu terdiam, mereka hanya bisa meneguk ludah kasar dan mengatupkan mulut mereka rapat-rapat.

Satu kata keluar dari bibir, maka dapat dipastikan bahwa mereka akan diliputi kegelapan abadi. Dengan kata lain, tewas.

Esmeralda menghela napas berat melihat tingkah berlebihan Pelayan Kembarnya. Namun ia menganggap itu sebanding. Reputasi dirinya terhempas jatuh ke dasar, gara-gara suaminya sendiri.

"Hentikan itu, Asta ... Anne." Esmeralda menatap satu per satu pelayannya dengan sorot mata tajam.

Anne pun menyimpan pedangnya ke dalam sarung. Sementara Asta membatalkan lingkaran sihir yang sudah ia buat susah payah. Mereka berdua mengambil langkah mundur dan berdiri di sisi Esmeralda.

Puas melihat pelayannya yang menurut, Esmeralda tersenyum kecil. Ia kembali memusatkan fokusnya pada Dua Penjaga Pintu.

"Oke. Sebagai Istri yang baik, aku harus menuruti perintah Suamiku. Mungkin, dia sedang sibuk di dalam sana. Jadi aku tak bisa menemuinya," gumam Esmeralda.

Ia lalu berbalik dan berjalan menjauh. Namun, baru berapa langkah. Ia membalikkan tubuh, menghadap para penjaga.

"Pastikan bahwa kalian memberitahu kalau aku tadi datang ke sini," kata Esmeralda, mengarahkan kipas lipatnya pada Dua Penjaga Pintu.

Tubuh Dua Penjaga itu menegang. Mereka spontan mengangguk dengan gerakan kaku. Padahal, mereka baru saja menghela napas lega melihat kepergian sang Duchess.

"Jawab!" Asta menaikkan nadanya sebanyak tiga oktaf, melihat reaksi Dua Penjaga yang hanya bisa mengangguk. Mereka tampak seperti orang bodoh di mata Asta.

"I-iya, Duchess ...!" jawab Dua Penjaga secara serempak.

Asta mendengus kasar, sementara Esmeralda hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah Asta.

"Aku percaya pada kalian," kata Esmeralda, sebelum membawa Pelayan Kembarnya pergi dari lorong di depan kantor Duke.

Melihat sosok Esmeralda menghilang di balik belokan di persimpangan empat lorong. Kedua Penjaga itu menghela napas lega.

Mereka secara serempak mengelus dada dan bergumam, "Aku selamat!"

Ceklek! Tepat ketika mereka selesai menghela napas panjang, pintu kantor Duke pun terbuka. Suami Esmeralda itu melangkah keluar, sembari memeluk pinggang ramping seorang wanita berambut merah muda.

"Biar aku yang mengantarmu ke rumah, Sayang." Duke dan Wanita Berambut Merah Muda, berhenti tepat di antara Dua Penjaga yang tengah berdiri melakukan tugasnya.

Mereka berdua berusaha setengah mati untuk menahan diri, bagaikan orang buta. Seakan-akan, Duke dan Wanita Selingkuhannya adalah makhluk halus yang tak kasat oleh mata.

"Lepaskan, Duke. Kita masih berada dalam kastilmu. Bagaimana kalau ada antek-antek Istrimu melihat kita berdua?" Si Wanita Merah Muda pun bersahut, menyingkirkan tangan kekar Eldrino-Suami Esmeralda-dari pinggangnya.

Bukannya melepas pelukannya, Eldrino malah semakin mempererat. Ia bertingkah, seakan-akan Wanita Merah Muda itu akan hilang dari sisinya jika ia melepas pelukan obsesifnya.

Suami SimpananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang