"Aku ingin bertarung melawan Duchess. Jika dia memang kuat. Seharusnya dia bisa mengalahkan ku yang notabenenya prajurit rendah inikan?" sambung prajurit satu.
"Betapa lancangnya dirimu!" Asta naik pitam mendengar kata-kata prajurit satu.
Andai tak ditahan oleh Esmeralda. Asta pasti akan membakar prajurit itu dengan sihir apinya.
"Kita di wilayah orang. Jaga sikap," ujar Esmeralda, berbisik.
Mata Esmeralda beralih memandangi enam prajurit yang menghalangi keretanya.
"Kalian tau kalau aku adalah Duchess Persuella. Kalian pasti paham, apa yang akan kalian dapatkan jika aku melaporkan ini pada Duke Olean. Eits, tanpa perlu dilaporkan. Sebagai Duchess, aku memiliki wewenang untuk menghukum kalian di tempat," sindir Esmeralda, mengancam dengan anggun.
Mereka membeku di tempat. "Tapi sekarang, aku sedang sibuk. Jadi kalian bebas," lanjut Esmeralda.
Ia menoleh ke arah kusir kereta yang terdiam, menunduk ketakutan. "Lanjutkan lagi perjalanannya," perintah Esmeralda, sembari berjalan memasuki kereta.
"Sialan! Kau adalah jalang menjijikan yang pernah aku lihat. Dengan kekuasaanmu, kau menekan dan menyiksa rakyat jelata seperti kami!" seru prajurit ketiga dengan penuh amarah.
"Gara-gara Duchy Persuella. Sekarang wilayah Duchy Tervacana ini, sedang memasuki level kritis. Pasukan kami harus dibagi menjadi beberapa unit. Padahal kau tau, kalau Kerajaan kita sedang berperang dengan Kerajaan Galten. Tapi bagaimana bisa kalian tetap menyerang kami?" lanjut prajurit ketiga.
Bibir prajurit itu bergetar, matanya berkaca-kaca mengingat mayat-mayat warga para penduduk Duchy Tervacana di bagian perbatasan.
Esmeralda yang tengah menginjak tangga kereta, langsung terhenti. Ia menoleh ke arah prajurit ketiga dengan bingung, marah dan kaget.
Ia turun dari tangga dan berjalan mendekati prajurit ketiga.
"Duchess! Bajingan itu perlu diberi pelajaran. Dia sudah keterlaluan!" sahur Asta, menciptakan lingkaran sihir di telapak tangannya. Dalam sekejab, Asta bisa melemparkannya jika ia mau.
"Jangan. Biarkan aku mendengar penjelasannya. Apa maksudnya ... wilayah Duchy kita menyerang mereka?" Esmeralda menahan Asta.
Asta pun kembali membatalkan sihirnya dan menahan emosi, agar tidak meledak.
"Sekarang jelaskan, apa maksud dari perkataanmu tadi!" perintah Esmeralda, tegas. Matanya menyipit tajam, penuh dengan sorot mata menyelidik.
Tubuh prajurit ketiga itu membeku di tempat. Keberaniannya tadi menguap, ketika Esmeralda mendekat dan mengeluarkan aura intimidasi.
"Jangan pura-pura bodoh, Duchess Persuella. Kau dan suamimu bersekongkol mengirim prajurit, untuk menghancurkan wilayah ini. Sekarang, kalian berhasil. Kami memasuki level kritis." Prajurit keempat maju, menjelaskan dengan ketus pada Esmeralda.
Esmeralda menoleh ke arah prajurit keempat dengan mata terbelalak. "Apa maksudnya? Mengirim prajurit? Keadaan kritis?" Esmeralda mencoba mencerna penjelasan tersebut.
Tubuhnya membeku di tempat. Asta dan Anne tahu, bahwa sang Duchess tengah berpikir.
Sudah menjadi kebiasaan Esmeralda, bahwa ia akan membeku di tempat ketika sedang berpikir keras.
Asta dan Anne maju ke samping tubuh Duchess. Mereka dalam posisi bersiapsiaga. Siapapun yang mengancam nyawa sang Duchess, akan segera ditebas.
"Itu bukan ulahku. Kemungkinan besar, itu adalah ulah Eldrino. Dialah yang memegang kendali atas pasukan militer," pikir Esmeralda, mulai paham dengan situasinya.
Senyum menyeringai terukir di bibir Esmeralda. "Ini kesempatan yang bagus, untuk menjalin kerjasama dengan Duke Olean," batin Esmeralda.
Mata Esmeralda terfokus pada Asta. "Berikan mereka masing-masing tiga koin emas," perintah Esmeralda.
Tentu saja perintahnya barusan membuat Asta, Anne dan keenam prajurit terkejut.
"Untuk apa mereka diberi emas? Bukankah mereka baru saja menghina Anda?" Asta berseru-seru tak setuju.
Tak suka perintahnya dibantah, Esmeralda berkata, "Lakukan saja, Asta."
Mau tak mau, Asta memberikan—masing-masing dari mereka—tiga keping emas.
Keenam prajurit itu kaget dan bingung. Jujur saja, mereka ingin menolaknya. Namun, di kondisi yang sedang kritis seperti sekarang. Koin emas itu lebih dari berharga. Ibarat nyawa tambahan bagi keluarga mereka.
"Informasi barusan sangatlah berharga. Terima kasih. Karena kalian sudah menerima imbalannya, aku pergi dulu," kata Esmeralda, membalikkan tubuhnya dan berjalan memasuki kereta.
Sepeninggalan Esmeralda. Anne dan Asta melirik keenam prajurit itu dengan tajam.
"Apakah itu yang dimaksud bangsawan kejam? Jika kalian masih menganggapnya tak berperikemanusiaan, kalian itu bodoh. Lebih bodoh dari hewan!" sindir Asta dengan sinis, sebelum ia dan Anne menyusul sang Duchess.
Keenam prajurit itu saling memandang satu sama lain. Jantung, hati dan otak mereka tertohok dengan sindiran Asta barusan.
"Duchess itu murah hati juga ternyata. Berbeda dari rumornya," gumam prajurit satu. Ia terus-menerus memandangi tiga keping emas di telapak tangannya.
"Auranya memang mengintimidasi. Persis seperti Komandan Militer kita. Tetapi, Duchess Persuella itu baik. Sungguh sempurna sebagai seorang wanita bangsawan," ungkap prajurit kelima, yang sedari tadi berdiam mengamati tingkah sang Esmeralda.
Prajurit Ketiga yang membuka suara hanya bisa terdiam, menerima koin emas tersebut. Matanya mengamati setiap langkah sang Duchess, lalu tersenyum pelan.
Mereka berenam berhenti menghalangi jalan kereta. Membiarkan kereta kuda itu bergerak menuju tujuannya—Mansion Duke Olean, pengelola wilayah Tervacana sekaligus musuh bebuyutan Eldrino.
***
Di depan mansion ....
Kereta yang membawa Esmeralda terhenti. Ia disambut dengan para pelayan yang berbaris rapi, di samping karpet merah.
"Selamat datang, Duchess," sambut Kepala Pelayan dengan ramah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Simpanan
RomanceBy Holy prince Mata dibalas mata. Pengkhianatan dibalas dengan pengkhianatan. Itulah moto hidup sang Esmeralda Persuella, Duchess Persuella. Ia tak tinggal diam, melihat perselingkuhan sang suami-Eldrino Persuella. Esmeralda, malah balik berseling...