9

271 34 7
                                    

Jari-jarinya saling bertaut saat menatap ke bawah, seakan-akan ada yang sedang dicari di sana. Sudah jam enam sore, tapi kakinya begitu berat diajak melangkah. Jimin malas pulang, padahal Minguk pasti sudah berada di rumah. Dan apa yang memengaruhi suasana hatinya adalah Jeon Jungkook akan datang menjemput putra mereka. Beruntung tetangga yang tinggal di sebelah tidak keberatan untuk mengawasi Minguk selama dia belum kembali.

"Sebaiknya Anda pulang sekarang, sudah hampir gelap. Kasihan si tampan kecil sendirian di rumah." Aeri mengumumkan selagi dia merapikan berkas-berkas di meja Jimin.

"Aku belum ingin pulang, kepalaku masih pusing. Takutnya di rumah makin menjadi-jadi. Minguk baru memberitahuku sesuatu yang selama ini kuanggap bukan masalah. Kenapa seperti ini? Kenapa dia tidak menyadari juga?!"

"Minguk?"

"Papanya--aku tidak mengerti cara berpikir Jungkook. Aku bekerja untuk mengobati perasaanku yang bisa memburuk karena dia. Aku sendiri terkejut ketika tahu bahwa dia bisa menjadi menyebalkan. Tentu aku senang dengan keberhasilan perusahaannya. Tetapi, setelah sekian tahun dia terlalu cepat berubah dan aku membenci kenyataan itu. Aku memperhatikan segalanya mengenai dia, mendahulukan dia sejak pagi hingga malam. Saat lelah,  Minguk ada sebagai obat kekecewaan. Tapi, aku hanya menanti sedikit afeksinya. Aku juga membutuhkannya, bukan cuma dia."

"Tidak usah dilanjutkan jika Anda merasa tertekan."

"Aku ingin mencoba apa yang selama ini dia tunjukkan. Bekerja keras demi keluarga, aku sangat mensyukuri tanggung jawabnya. Cuma, apa salahnya untuk sesekali menanyakan keadaanku? Aku bosan saat merasakan dia menganggapku tidak lebih sebagai pengasuh yang wajib melayaninya. Aku mencintainya, masih sama. Pikiranku tidak bisa berkompromi, aku yakin perlu menolak perlakuan tidak seimbang begitu. Kenapa tetap aku yang kelihatan bersalah di sini?!"

"Kenapa Anda berasumsi demikian?"

"Minguk, dia seakan ingin menyampaikan itu. Walau aku memahami makna perkataannya. Putraku cerdas--dan menurutku belum masanya dia berpikir rumit."

"Tanyakan pada diri Anda. Apakah situasi ini yang memang Anda mau?!"

"Aku bingung, Aeri. Aku sudah terlalu jauh melangkah. Dan semuanya melenceng dari tujuanku. Bagaimana lagi menanggapi semuanya? Jeopark, lalu Jungkook dan Minguk?! Aku takut putraku itu terlalu cepat dewasa. Apa yang mungkin kuperbuat untuk sekarang?"

"Apa Anda puas setelah semua yang terjadi? Atau Anda masih menunggu sesuatu?"

"Aku tidak dapat menjelaskan apa-apa untuk pertanyaan itu, Aeri. Segalanya bergulung di kepalaku."

"Kalau diteliti sampai saat ini dari pengakuan dan sikap, Anda masih sangat peduli terhadap mereka. Kendalanya terletak pada ego yang menguasai diri. Saya menduga, begitu pula yang terjadi terhadap suami Anda." Jimin diam mendengar bait demi bait kalimat yang diucapkan sekretarisnya. "Saya menjumpai kekosongan di mata Anda. Sepintas baik-baik saja, cara Anda menutup diri sungguh luar biasa. Ketika orang-orang kesusahan mengendalikan emosional, Anda berada setingkat di atas. Berbeda dengan ego, akan menghancurkan keselarasan apapun kalau terus menurutinya. Salah satunya mengalah, meski tidak mudah dan bisa jadi membosankan. Itulah sebagian dari wacana kehidupan yang Saya ketahui."

Kata-kata pencerah oleh Min Aeri, murni dia ucapkan dari sanubari. Di samping posisi Jimin sebagai atasan, Aeri menganggapnya saudara yang akan saling berbagi. Maka dari itu dia bersimpati tinggi menyangkut persoalan yang tengah menimpa si manajer.

"Dan akhirnya aku tetap kembali seperti semula. Upaya yang sia-sia, buat apa berjalan sejauh ini?!" Jimin mengutarakan kepasrahan bersama kecamuk di benaknya.

-----


"Semua laporan sudah disiapkan?" Jungkook menuturkan seiring kepulan asap rokoknya melayang. Mata sang direktur memerah akibat terlampau banyak mengkonsumsi gulungan tembakau itu.

"Saya melakukan semua yang Anda perintahkan, Pak!"  Dengan penuh  semangat Shin Yuna menanggapi.

"Ya sudah, beritahu sopir untuk menyiapkan mobil. Kita segera pergi ke CSJ Universal. Jangan sampai terlambat! Kesempatan bagus tidak boleh disia-siakan. Aku berharap banyak untuk kemajuan perusahaan kita."  Jeon Jungkook menekan puntung rokoknya ke asbak. Lantas, sejenak mematut dasinya yang tampak agak miring.

"Saya yakin harapan Anda bisa terwujud. Tidak ada pengkhianatan dalam kerja keras." Malu-malu dia melepas senyuman. Khusus bagi dia, sang direktur tak pernah kehilangan pesona. Kharismanya konstan berhasil memikat pandang serta menggetarkan jantung.

"Terima kasih. Zuna Inc membutuhkan banyak karyawan sepertimu. Masih muda, cerdas dan loyalitas tinggi pada perusahaan,"  pujian frontal terucap sembari dia menghadiahi seringai khas rupawan miliknya.

"Saya--Saya akan melaporkan keberangkatan kita pada sopir."  Shin Yuna bergegas pergi, enggan sang pimpinan menyadari kegugupannya.

-----

"Pak, Saya ucapkan selamat untuk Anda."  Sebuket bunga diserahkan kepada Jungkook, hadiah atas keberhasilan mereka menjalin kerja sama dengan CSJ Universal. "Akhirnya perjuangan Anda terbayar setimpal," sambung gadis itu kemudian.

"Kesuksesan ini juga berkat andil kalian. Aku beruntung memiliki karyawan setia dan mau berupaya keras bersamaku, perlu apresiasi dalam hal ini. Buatlah perencanaan jamuan makan malam di restoran terbaik. Rekomendasikan beberapa resto untuk kupilih, kita wajib merayakannya."

"Segera dilaksanakan, Pak! Secepatnya Saya konfirmasi kepada Anda." Tak jemu-jemu menunjukkan betapa sumringah dia saat ini. Antusias naik menggebu-gebu. Sementara, si sopir yang mengintip dari kaca spion di tengah-tengah mobil tak pelak turut merasakan kesenangan serupa. Kendati perannya sekadar sebagai saksi dari proses kinerja orang-orang di atasnya.

"Yuna, jangan lupakan undangan makan malam untuk Pak sopir juga. Aku mau semua pekerjaku menikmati keberhasilan kita."

"Direktur, terima kasih untuk kemurahan hati, Anda." Respons cepat si pengemudi disambut anggukan pendek oleh Jungkook, "Kita langsung ke sekolah Tuan Muda, Pak Direktur?"

"Iya, harusnya kemarin malam aku menjemputnya. Mudah-mudahan dia tidak mengomel lagi. Aku ingin mengajaknya makan siang. Kalian berdua juga ikut ya, dia mudah sekali bosan." 

"Saya tidak ingin mengganggu privasi Anda, Pak. Saya akan pulang."

"Baiklah, aku tidak mungkin memaksamu." Usai menanggapi penolakan sekretarisnya, Jungkook menatap si pengemudi melalui kaca di tengah. "Dari sekolah Minguk, kita antar saja Shin Yuna lebih dahulu."  

----- 

-Maaf kalau typo masih ada, ya. Aku tidak mengeceknya ulang, mungkin nanti saat senggang



(END) SolipsisticTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang