Tidak ada kejenuhan dalam mencintai. Terkadang kau hanya lupa dengan momen-momen indah yang kalian lewati bersama.
EE.D
.
.
.Perjalanan cinta bagi setiap pasangan tak selalu mulus. Banyak ujian ragam rasa tercipta dalam waktu berbeda, begitu jua yang terjadi kepada Jungkook dan Jimin. Jika sebelumnya Jungkook selalu menyuarakan apa-apa yang hanya menjadi haknya, maka sekarang dia tidak akan lupa untuk mendahulukan bentuk perhatiannya.
Begitupun Jimin yang kini sedang berusaha menenteramkan keinginan pribadinya demi keutuhan keluarga mereka. Keduanya sadar bahwa tak ada kepentingan lain dapat menggeser kedudukan orang-orang terkasih, suami, istri maupun anak mereka.
Pagi-pagi Jimin sudah berada di kantor, menghadap pimpinan Jeopark dalam rangka mengutarakan niat pengunduran diri. Romannya kelihatan berbeda, lebih bersinar ketimbang biasa. Jimin telah melepas kekecewaan yang awalnya telanjur mengontrol perilaku dia.
Tuan Park meraup udara lumayan dalam, kemudian membuangnya perlahan. Tangannya saling terkait, sorot matanya yang legam menatap intens saat ini, "Kau serius dengan keputusanmu? Maksudku, kariermu terus melesat naik. Aku kagum pada hasil kinerjamu. Tentu Jeopark akan sangat kehilangan jika kau betul meninggalkan kami." Keseriusan pria ini menyebabkan Jimin diselimuti rasa canggung. Namun, tekad kuat tetap bertahan.
"Perlu waktu yang panjang bagi Saya menentukan semua ini. Saya yakin Jeopark dapat terus berjaya walau tanpa kehadiran Saya. Banyak orang-orang berkompeten di luar sana, bahkan lebih baik dari Saya. Tetapi--tidak ada kemewahan, kesenangan lain yang mampu mengganti posisi keluarga Saya."
"Sepertinya sudah mantap, ya?" Tuan Park mendengkus, lalu bersandar ke punggung kursi. "Aku tidak mungkin memaksamu agar mau bertahan di sini. Walau sejujurnya aku sangat kecewa karena kehilangan salah satu orang terbaikku." Hening sejenak kala Tuan Park menyingkirkan surat permohonan Jimin, "Semoga berhasil dengan rencanamu yang baru." Sedikit ketegangan menjadi latar percakapan mereka dan Jimin menyembunyikan kelegaan untuk dirinya sendiri.
Tungkainya terasa ringan saat melangkah, seakan baru saja terlepas dari beban berat di pundak. Sambil berjalan menuju kotak lift, Jimin melirik jam tangannya sekilas. "Min Aeri pasti sudah menunggu di sana," lirihnya seiring menekan tombol di dinding lift.
-----
"Aku tidak pernah merasa segini lapang." Senyum mengembang muncul di wajah cantik Jeon Jimin. Dia hela napasnya dalam-dalam untuk mendinginkan banyak rongga di paru-parunya.
"Dan Saya sungguh bingung harus bagaimana. Kalau boleh jujur, tidak rela Anda begitu cepat meninggalkan Jeopark. Pasti suasananya bakal berbeda," tanggap Min Aeri dengan lesu sembari sesekali mendesah pelan, bergantian pula dia mengaduk-aduk minuman dinginnya tanpa minat.
"Kita bisa bertemu kapan saja, tidak perlu khawatir. Tapi aku punya permintaan, mulai sekarang kau jangan canggung. Hubungan kita bukan lagi antara Manajer dan sekretaris, hanya pertemanan yang tersisa. Jadi, aku tidak mau terima sebutan formal seperti yang kau tunjukkan selama ini." Kalimat demikian dengan entengnya terungkai dari mulut Jimin dini dia menikmati es kopinya dalam perasaan senang.
"Terima kasih karena Anda masih mau menjalin pertemanan dengan Saya."
"Cobalah untuk bicara santai denganku, Aeri."
"Anda adalah atasan Saya. Aneh kalau tiba-tiba seperti itu, mungkin butuh waktu untuk membiasakan diri. Omong-omong, bagaimana urusan Anda dengan Tuan Wang?"
"Kami sudah bertemu beberapa hari yang lalu."
"Terus? Apa dia masih memaksa Anda?"
"Memangnya kau berharap apa? Aku hanya mengatakan kebenarannya, kurasa dia bisa memahami." Jawaban Jimin sama sekali tak memuaskan rasa penasaran Aeri.
"Sulit mempercayai bahwa dia bersedia mengubur keinginannya untuk mendekati Anda. Dia pria yang keras dan cukup licik. Tidak masuk akal jika dia menerima penjelasan Anda dengan lapang dada." Bukan tanpa alasan pernyataan sekian dituturkan, Aeri tahu setiap kelakuan Tuan Wang. Pria ini berhasil menggunakan wewenang pimpinan Jeopark untuk mencapai niatnya agar dapat selalu berinteraksi dengan si manajer.
"Kau benar, dia tidak mudah menyerah." Jimin menghembus kasar napasnya, "Aku mengancam dia."
"Apa?!" Aeri terkesiap. Matanya mengerjap berkali-kali, meyakinkan telinganya atas pengakuan yang barusan dia dengar. Aku serius, aku bilang aku bisa saja mendepak dia dari Jeopark. Aku memegang salah satu kartu As-nya, sebuah rahasia yang dapat menjatuhkan posisinya dalam sekali tindakan.
"Ya Tuhan, Saya senang sekali Anda berani melakukannya."
"Sederhana, aku sendiri tak menyangka punya keberanian untuk menggertaknya."
"Ya, dia memang cukup berbahaya."
"Aku agak kasihan padanya. Dia pria berambisi, rata-rata pria pada umumnya juga demikian 'kan? Kesalahan terletak pada cara dia menentukan sikap. Kesan baik juga diperlukan demi mempertahankan nama baik. Dia melewatkan fakta penting ini. Sayangnya, aku tidak bisa mengatakannya padamu, Aeri."
Min Aeri tersenyum, sebelum dia menggeleng-geleng pertanda memaklumi pernyataan tersebut. "Jika tidak ada sangkut pautnya dengan Saya, simpanlah untuk Anda sendiri. Saya sekadar berperan sebagai pendengar maupun teman berbagi untuk Anda."
"Terima kasih, Min Aeri. Satu orang teman sepertimu rasanya seolah aku memiliki banyak sosok berbeda yang selalu menemaniku dalam berbagai situasi dan masalah."
"Apa mungkin Anda masih mau berteman dengan Saya, meski bukan bagian dari Jeopark lagi?!"
"Oh Tuhan--kenapa kau masih menanyakannya juga? Apa kau tidak menginginkannya? Aku membayangkan banyak kegiatan yang mungkin kita lakukan bersama-sama dan itu semua lepas dari urusan pekerjaan. Bayangkan betapa gembiranya menghabiskan waktu tanpa perlu dihantui tugas-tugas juga rapat penting perusahaan?!"
"Ya, Anda benar sekali. Saya akan bersemangat untuk hari itu." Sukacita merupakan hawa seragam yang saat ini tergambar di paras mereka. Keduanya merayakan pertama kalinya pembicaraan informal semacam dengan berbarengan mengangkat gelas mocktail masing-masing, dan menyeruputnya.
-----
KAMU SEDANG MEMBACA
(END) Solipsistic
RomanceWarnig! Kookmin Genderswitch. Istri cantik atau suami rupawan belum tentu menjamin siapapun tidak pernah kecewa. Beginilah realitas yang tengah dihadapi oleh pasangan ini. Jungkook dan Jimin berputar dalam perdebatan yang itu-itu saja. Sampai salah...