✨🌑 KEMALA DITUDUH MALING

23 6 0
                                    

PROMPT BULAN FEBRUARI:
PROMPT BULANAN PAKE PROMPT GENERATOR

FORMAT: CERPEN, MIN 500 KATA

12  FEBRUARI 2023

:.:.:

K E M A L A *.✧

Kalau diingat-ingat, waktu itu aku tolol sekali. Semua ini bermula di malam yang panas, betulan panas secara harfiah bukan kalimat ambigu delapan belas plus, ditambah uap dari mesin grinder, dan habisnya freon AC cafe kami. Jibril menawariku dua pekerjaan; pergi ke supermarket besar bersama Kemal, jalan kaki, untuk membeli bahan cafe yang habis, atau membersihkan cafe sendirian karena Kemal harus melihat dan berbelanja langsung biar dapat pengalaman. Tentu saja aku memilih yang pertama, biar bisa lepas dari hawa panas cafe dan sudah dipasang plang close.

Jadilah aku dan Kemal melipir sambil nyengir karena bebas dari tugas bersih-bersih cafe. Meski jaraknya lumayan jauh dan kami harus berjalan kaki, itu sepuluh kali lebih baik dari pada terjebak di ruangan bersuhu panas. Di luar, udara dingin menyapa kami dengan pakaian lembab oleh keringat.

Nah, waktu itu masih jam setengah sebelas malam saat kami tiba di depan pintu kaca supermarket. Hanya tiga puluh menit tersisa untuk mengambil semua barang yang ada dalam list belanjaan Jibril. Kemal mengusulkan agar kertasnya dirobek jadi dua bagian dan kami berpencar. Aku setuju. Nah, sialnya, aku bukan tipe orang yang memiliki memori kuat dan mampu menghafal jalan pulang.

Aku tersesat.

Di supermarket yang maha-besar-lagi-maha-luas.

Pengunjung toko yang lain tak tampak sejauh mata memandang, jadi aku mulai panik. Semua barang yang kubutuhkan hampir terpenuhi, tinggal gula, bubuk creamer, dan beberapa essense. Kuingat-ingat berapa menit yang sudah kuhabiskan mencari bahan, mungkin sepuluh sampai lima belas menit. Waktuku kira-kira hanya tersisa sepuluh menit lagi untuk mencari bahan sebelum supermarket ini tutup.

Lima menit berputar-putar, aku tambah tersesat.

Kurutuki diriku sendiri sebab tak pandai mengingat tempat seperti yang lain. Pikiranku melayang pada kemungkinan terburuk setelah tersesat: terkunci. Dengan langkah besar-besar, kuberanikan diriku sendiri untuk kembali menjelajahi tempat ini meski yakin sepuluh juta persen bakal tersesat lagi.

"Pelanggan yang terhormat, waktu operasional kami tersisa lima menit lagi. Harap segera bawa barang belanjaan Anda ke kasir."

Suara monoton itu sukses membuat bulu kudukku berdiri. Seandainya mereka harus beres-beres dan melakukan sesuatu sebelum pulang, mulai detik ini aku punya lima menit ditambah lima menit lagi waktu mereka berkemas. Aku harus cepat!

Bagian perabotan rumah tangga, peralatan dapur, mainan anak, kujelajahi semua lorong satu persatu. Kemal, kamu di mana, sih?!

Baru kusadari rak-rak menjulang tinggi, seakan mengintimidasi dan mengurungku. Kugelengkan kepalaku kuat-kuat sambil terus melenggang. Di saat seperti ini, aku tidak boleh panas kepala dan hati. Kukuatkan napasku, menahan perut agar tidak sakit kebanyakan lari.

"Terima kasih telah berbelanja di supermarket kami. Kunjungan Anda sangat berarti hari ini." Pemberitahuan itu menggema di langit-langit ruangan yang sangat luas, di antara pipa-pipa uap dan ventilasi yang mulai berhenti beroperasi.

Oh tidak! "KEMAL!" seruku semakin panik. Aku gagal menguasai diriku sendiri. "KEMAL—TOLONG, AKU TERSESAT!"

Namun suaraku hanya menggaung beberapa detik, setelahnya sunyi kembali membungkusku disusul kegelapan total. Aku nyaris memekik saat lampu tiba-tiba dipadamkan secara berkala dan cepat. Aku berlari menjauhi bagian gelap, berusaha mengikuti lampu-lampu yang menunggu beberapa detik sebelum bernasib sama.

Kusingkap peluh yang membanjiriku, bergidik kala menyangka itu adalah laba-laba atau monster yang bersembunyi di balik kegelapan. Napasku memendek, lariku tak secepat semenit lalu, dan kini telak sudah diriku dilalap gulita.

Tubuhku terjatuh setelah tersandung kaki sendiri. Barang-barang dalam keranjangku jatuh berkelongan ke lantai dingin. Tanganku meraba-raba sekitar dengan jantung berdentum keras sekali, sampai mungkin kecoak-kecoak itu dapat mendengarnya. Beberapa detik, kujumpai sesuatu yang lembut menyapa telapak tanganku. Aku hendak menariknya karena panik, tetapi saat aku sadar bahwa itu hanya boneka, mengingatkanku bahwa mungkin ini ke-tiga kalinya aku melewati lorong mainan anak.

Sebuah suara gesekan dengan lantai kembali membuatku waspada. Siapa itu? Kemal pasti sudah keluar lebih dulu. Security pasti membawa senter. Satu-satunya manusia yang mau memasuki supermarket maha besar tanpa penerangan pastilah pencuri.

Tanpa sadar kutarik diriku sendiri sampai meringkuk. Kupejamkan mata kuat-kuat sambil menahan napas, seakan dia mampu mendengar embusan napas gemetaranku padahal tidak. Aku tak tahu apa yang terjadi, tetapi kudengar sosok itu mengeluarkan nada panik sebelum akhirnya suara berdentum menggantikan paniknya. Sosok itu jelas terjatuh.

Dia mengaduh. Suara yang kukenal.

Aku melangkah mendekat, mengulurkan tangan di kegelapan sambil tetap menahan napas. Saat aku berhasil menyentuh kulitnya—kurasakan tekstur otot dan pori-pori, serta keringat yang sedikit lengket—sosok itu terpanjat.

"Sumpah aku nggak enak dimakan dan nggak punya orang tua buat dimintai tebusan. Jangan bunuh aku karna ginjalku tinggal sebelah dan hatiku diambil Kemala separo. Mending kau culik Kemala aja!"

Tak bisa kutahan tanganku untuk tidak memukulnya keras-keras. Bunyi renyah, 'BUG!' melayang di udara. Bunyi yang membuatku puas hati sekaligus lega menemukan Kemal lagi. Kupeluk dia erat-erat, sambil mencekiknya dengan sengaja. "Kemala terlalu cantik buatku, jadi Kemal aja yang kuculik!"

"Kemala?!"

Kemudian kami berpelukan terharu. Semua barang yang kami kumpulkan hilang dan tercecer di kolong-kolong rak. Aku nyaris menangis dan tak mau lepas dari Kemal. Dan aku lupa kapan semuanya mendadak lebih sunyi, kemudian terlalu ramai untukku membuka mata.

Kami kena pergok. "Apa yang kalian lakukan di sini?! Bagaimana kalian bisa masuk?! Di mana orang tua kalian?!" Hujan pertanyaan membanjiriku bersama cahaya sorot yang mengarah padaku.

Kemal ikut bangun dan sama terkejutnya denganku.

"Kami terjebak semalaman di sini." Beberapa detik kemudian, Jibril menyembulkan kepalanya di sela lautan manusia. "Orang tua kami di tanah, dan kami cuma mau belanja dengan tenang—minimal berilah peta petunjuk pada pembeli."

Kakak angkat kami melotot melihatku mengucapkan kalimat itu di depan media.

Keesokan harinya, seisi cafe menertawakan kami yang masuk koran pagi berjudul, "SEPASANG REMAJA MENJADI TERSANGKA PEMBOBOLAN SUPERMARKET. KEDUANYA DIDUGA TERKUNCI DI DALAM SUPERMARKET SEMALAMAN."

Ingatkan aku supaya tidak ikut ke pasar ... atau apapun itu lagi .

PROMPT:

Edisi ngetik setengah tidur

KEMALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang