K E M A L

35 13 3
                                    

K E M A L A *.✧

Untuk pertama kalinya sejak aku dipecat menjadi sebuah batu, Kemal bisa menyentuhku—tidak transparan dan tembus pandang seperti beberapa bulan lalu.

Untuk pertama kalinya, aku benar-benar di sini, menggenggam tangannya erat, tak lagi hanya terawangan di sekitarnya.

Untuk pertama kalinya, hangat peluk Kemal mampu kubalas erat. Eksistensiku muncul di dunia yang sama dengannya.

"Makasih," katanya enggan melepas pelukanku. "Tolong, jangan dilepas."

Satu hal yang kupelajari setelah mendapat kesempatan kedua ini. Hidup memang tidak semudah itu, tetapi selalu ada cara untuk melewati segalanya. Selama ada kemauan, di situ ada jalan. Jika kau tidak mau, selalu ada alasan.

Maka, untuk menghindari paradoks, aku dan Kemal akhirnya membuat kesepakatan.

Kemal ingin aku bersamanya selamanya. Maksud Kemal, dia ingin aku hidup kembali dan memulai segalanya bersamanya. Namun, selalu ada jalan lain menuju Roma. Kenapa harus aku yang pergi ke dunianya dan melanggar plausabilitas dengan hidup lagi setelah mati puluhan tahun silam, kalau lebih mudah jika Kemal bisa pergi ke duniaku.

Jadi, aku mendorongnya.

Darah bersimbah di mana-mana, menggenangi jalanan hingga trotoar jalan yang digenangi air hujan keruh. Udara berdesir kian cepat, makin dingin pula suasana sore kelabu itu. Semuanya mendadak berhenti; waktu, manusia, semesta. Segalanya mematung di tempat; rintik hujan, asap knalpot, lampu jalanan.

Aku tak lagi terawang-awang tanpa tujuan dalam ketiadaan. Nyawaku menarik Kemal tersesat bersama di negeri antah-berantah, sementara raga kami nestapa dikerumuni manusia beserta rinainya. Kaki kami tak lagi menepak di tanah yang sama dengan mereka, semuanya terasa begitu ringan seakan aku berubah menjadi kentut bergerak lagi.

[ T A M A T ]

KEMALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang