✨🌑 Jatuh

24 4 0
                                    

Prompt bulan Juni: aku jatuh cinta dengan alien. Cerpen minimal 500 kata

25 Juni 2023

*.✧ K E M A L A *.✧

Penyakit pertama yang kuderita setelah tiga bulan hidup di dunia baru, adalah flu disertai demam tinggi. Kemal adalah orang yang paling panik ketika aku tak membukakan pintu ketika pagi menyapa dan kami harus membuka cafe. Jibril membukakan jalan lewat jendela kamarku, dan dia menjadi orang pertama yang paling tenang menyikapi seorang gadis sekarat.

Ketika pintu sudah dibuka, Kemal menghambur ke arahku, kemudian mendesis, "Kamu bau banget, ayo mandi." Anak itu berakhir kena sepak kepalanya oleh Jibril.

"Kubawain Demacolin sama teh anget, hari ini aku aja yang jaga cafe. Kamu jagain Mala." Jibril mendekati wajahku dan menyentuh keningku. "Jangan dimandiin." Dia menatap tajam ke arah Kemal kemudian mencubit pipinya gemas. "Tunggu di sini, aku ambil baskom sama air anget, ntar seka sendiri bisa, 'kan?"

Aku mengangguk, menyerot ingusku yang mungkin sudah membentuk pulau di bantal. Penglihatanku menjadi kabur oleh air mata dan kepalaku yang berdenyut-denyut. Kulihat Kemal masih bersimpuh di kolong kasur sambil menggenggam tanganku.

Beberapa menit kemudian, Jibril datang dengan baskom dan segelas teh. Aku bisa duduk sendiri meski butuh waktu semenit untuk melakukannya. Setelah minum obat, kepalaku rasanya raib.

"Kutinggal, ya." Jibril melenggang ke bawah, beberapa menit kemudian, suara mesin kopi mendesis memenuhi pendengaran kami.

Kemal tetap bertahan di sebelahku tanpa mengalihkan pandangannya. "Ketularan siapa, bah," lengosnya tak terima.

Lima menit pertama setelah minum obat, aku cuma bisa merebah sambil menatap plafon kamar sambil bertanya-tanya: sebenarnya aku ini makhluk apa? Lima menit kedua, aku mencoba melirik Kemal yang sudah memalingkan wajahnya dan mungkin tertidur. Lima menit ketiga, kulihat sepasang antena muncul dari kepalanya.

Aku melotot tak percaya, mencoba bangkit dan menyentuhnya. SUNGGUHAN! Rasanya lembut dan halus. Kemal hanya butuh waktu beberapa detik untuk menyadari antenanya kupegang.

"Ngapain?" Kemal mendesis, mengusap kepalanya dari depan ke belakang.

Astaga kenapa muka anak itu lucu sekali? "Sejak kapan kamu jadi alien, Mal?" Tanganku terangkat, mencoba meraih antenanya sekali lagi. "Aduh imutnya, sini dong, jangan jauh-jauh."

Di mataku, sosok Kemal yang biasanya berahang tegas dan bidang, menjadi bulatan kecil macam manusia salju yang imut. Alamak comelnya budak tu!

"Kamu kenapa, bah?" Kemal mendekat, menempelkan telapak tangannya di keningku, tetapi aku lebih dulu menarik dan memeluk lengannya. "Lepas, heh! Lepas!"

Aku mana mau melepasnya. Aku harus mengambil ponsel dan memotret anak itu sebelum antenanya hilang. Sejak kapan Kemal jadi alien? Kenapa aku baru tahu? Jangan-jangan selama ini dia mau menculikku? Astaga!

Mataku melirik ponsel di nakas sebelah, kemudian menyambarnya dengan sekali gerakan tanpa melepas Kemal. "Jangan gerak-gerak, Mal! Nanti fotonya kabur!"

Kemal tetap meronta panik. "Mana bisa kabur, foto mana punya kaki!" Dia menggelepar lagi. "Lepasin, Mala! Tolong, orang gila!"

"Shut, diem!" Kucubit perutnya yang paling dekat dengan tangan kiriku. Kemal melolong. "Bentar aja, suer. Kamu boleh pose bebas, kok."

Kemudian, mungkin kepala Kemal mendapat ilham. Dia berhenti meneriakiku dan mulai berpose. Dengan satu jempol terangkat di depan dada.

"Aish, jangan pose bapak-bapak, lah," decakku.

Kemal merengut. "Katanya bebas," dengkusnya, tetapi dia tetap mengubah pose. Antena di atas kepalanya ikut tuing-tuing ketika dia mengusap rambut ke belakang. "Gini?"

Jempolku refleks menekan ponsel, mengambil gambarnya. "Cakep." Mataku tak beralih dari ponsel dan terus memandangi gambarnya. "Kamu bukan Kemal, ya? Kemal nggak pernah seganteng ini."

Mungkin, Kemal jadi punya dendam pribadi padaku, karena setelahnya kepalaku ditonyor sampai punggungku rebah. "Dah, tidur sana." Kemal enggan mendekat.

Beberapa detik kemudian aku sudah berada di taman bunga Antartika.

Begitu bangun, kusadari hari nyaris berganti sore. Kepalaku masih pening luar biasa dan ingusku langsung turun begitu punggungku bangkit. Hanya aku sendirian di kamar, dengan baskom dan handuk lembap.

Lekas aku membuka ponsel untuk melihat jam berapa sekarang. Namun, yang kutemukan justru Kemal berpose aneh menjijikan dengan rambut bangun tidurnya yang naik seperti telinga anjing.

"Iyuh!" Kulempar ponselku dan beranjak cuci muka.

KEMALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang