0. KEMALA SANG KENTUT BERGERAK

44 16 3
                                        

K E M A L A *.✧

Hangat, lebih empuk dari dugaanku meski tasnya berbau cowok. Lima belas menit terakhir, kurasakan semuanya menimpaku, menyeretku hingga ke dasar tas dan berdisko tanpa memperhatikan seonggok batu yang sedang mengeluh tentang:

Mengapa reinkarnasi yang dialaminya tidak seindah novel di wattpad. Kenapa harus menjadi batu di pinggir sungai? Kenapa tidak menjadi putri antagonis dalam sebuah novel? Atau minimal anak orang kaya yang tajir melintir dengan pacar tampan?

"Kemal!" Samar-samar kudengar jeritan teredam banyak lapisan. "Kalo mau makan, turun aja, ya!"

Lagi, tubuhku berguncang dan bertubrukan dalam tas bersama barang lain. Kemal pasti sedang mengangkat tasnya. Udara segar tiba-tiba berembus kencang, menyingkirkan sensasi pengap nan panas yang melingkupi tas.

Wajahnya muncul dari balik resleting tas berwarna hitam itu. "Iya, Bu. Makasih!" serunya menyungging senyum kecil. Perlahan, kedua tangannya meraihku berhati-hati, keluar dari sesaknya tekanan dalam tas.

Akhirnya, saat yang kutunggu-tunggu!

Kemal berdiri, membuat tubuhku melayang. "Kamu tunggu di sini, ya," lirihnya, meletakkan tubuhku di rak buku paling atas, sementara dia mengambil sisir.

Dari sini, keseluruhan kamar terpampang jelas. Ukurannya tak lebih dari tiga kali tiga. Semua barangnya tertata rapi, terstruktur pada tempatnya, dan tidak ada yang tercecer di lantai. Segalanya begitu teratur ... astaga apakah ini kamar anak lelaki yang tadi main air di sungai?

Tubuhku melayang dengan sendirinya. Pijaran dari fosfor dalam kandungan batu yang kuhuni semakin nyalang melawan gelapnya ruangan ini. Kurasakan sesuatu yang aneh dengan tubuhku sendiri, rasa menyengat yang sering kurasakan saat mengeluarkan cahaya, kini semakin kuat.

Mendadak ... bisa kurasakan jemariku mulai tumbuh. Rambut panjangku kembali menjuntai dari puncak kulit kepalaku. Dadaku kembali diisi paru-paru nyata, jantung yang berdetak kencang, hidung yang mulai bisa mencium bebauan dengan lebih jelas, dan kaki yang bisa membawaku pergi-tak lagi teronggok membisu di tepian sungai.

Sudut mata Kemal memergokiku dari cerminnya, kemudian berbalik cepat sambil mengacungkan sisirnya ke arahku. Netranya membulat sempurna, tubuhnya mundur ke belakang hingga punggungnya terhantup cermin yang memantulkan bayangan kami berdua.

"Kamu siapa?" desisnya galak. Senyumnya luntur, digantikan wajah serius nan takut dari air wajahnya. "Keluar dari kamarku!" Namun, sesaat kemudian, Kemal mengalihkan pandangannya dan tak lagi memandangku.

Aku? Siapa namaku?! "Aku bisa jelasin-"

Cengkraman tangan pada sisirnya semakin menguat. "Keluar dari kamarku!" Matanya mengarah ke sudut lain ruangan. "Sekarang, atau kupanggil Ibu Kost!"

"Tunggu, aku-" Kulitku merasakan hawa yang jauh lebih dingin dari biasanya. Baru saja aku hendak menghampirinya dan menjelaskan semuanya, pipiku keburu memerah mendapati seorang gadis tanpa busana di cermin.

KEMALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang