Epilog

54 10 3
                                    

“Tante, kita turut berduka cita ya. Semoga Taehyun dapet tempat terbaik di surga."

Yeonjun memeluk ibu Taehyun untuk menenangkan beliau yang sedang menangis.

Kepergian Taehyun membuat keduanya terpukul. Mereka bahkan belum mengucapkan perpisahan pada anak semata wayangnya.

“Makasih ya, dek. Makasih udah nemenin Taehyun sampai akhir hayatnya. Dia pasti bersyukur banget punya temen baik kayak kalian.”

Soobin tersenyum teduh, walaupun mereka berhasil mengalahkan doppelganger itu. Tapi Taehyun tidak bisa diselamatkan karena itulah resikonya.

Energi orang yang memiliki doppelganger akan terkuras terutama jika doppelgangernya itu dimusnahkan. Maka, orang itu juga akan meninggal cepat atau lambat.
















Beomgyu menatap Yeonjun dan Soobin bergantian. Ia melirik ke arah Hueningkai yang terduduk di samping makan Taehyun sendirian.

Mereka kemudian menghampiri lelaki itu.

"Udah, Kai. Taehyun nggak akan suka lo begini." Yeonjun duduk di samping pria itu.

Tangis Hueningkai pecah, kemudian ia menutup wajahnya. "Temen macam apa gue ini bang."

Beomgyu mengelus-elus punggung Hueningkai agar ia merasa lebih tenang.

Soobin menatap temannya itu dengan sendu. Jujur, ia juga ingin menangis. Hatinya sakit melihat Hueningkai yang ceria kini terpuruk dengan kesedihan.

Tapi ia tidak boleh menangis, siapa yang akan menenangkan teman-temannya.

Ia kemudian menepuk pundak Hueningkai dan menyodorkannya sesuatu.

"Gue temuin ini jatuh dari sakunya Taehyun waktu dibawa ke rumah."

Hueningkai mengusap matanya dan menatap benda itu.

"Surat?"

Soobin mengangguk. "Belum gue buka sih."

Dengan perlahan, Hueningkai meraih surat itu dan membukanya.

"Nggak, gue nggak bisa baca ini bang." Katanya dengan nada bergetar.

"Sini biar gue bacain." Yeonjun meraih kertas itu.

"Teruntuk kalian, temen-temen yang gue banggakan. Gue nggak bercanda, gue bener-bener bangga sama kalian. Kalau surat ini udah kalian baca, tandanya kalian udah temuin gue dan gue udah nggak ada. Maaf."

Yeonjun berhenti sejenak, dadanya tiba-tiba terasa sesak. Tenggorokannya sakit karena menahan tangis.

"Maaf karena nggak bisa bertahan sampai akhir. Tapi gue bersyukur kalau akhirnya makhluk blonde itu musnah. Kalian akhirnya bener-bener jadi pahlawan, buat gue, orang lain, maupun diri kalian sendiri. Percayalah, gue sangat bahagia karena kalian pasti berusaha buat cari gue. Maaf, karena keteledoran gue sendiri, keadaan jadi kacau."

"Gimana bisa dia minta maaf kayak gitu." Hueningkai berkata dengan terbata-bata.

Hatinya sakit membayangkan Taehyun menulis dengan keadaan lemah dan sekarat. Ia pasti sudah putus asa dengan takdirnya.

Tangis yang Yeonjun bendung sia-sia. Ia kini mengelap air matanya dengan kuat. Ia menarik napasnya untuk lanjut membaca surat itu.

"Setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan, tapi dengan perpisahan tersebut nggak jadi alasan buat kita saling melupakan. Bahkan di menit-menit terakhir hidup gue, kalian lah yang terbayang di pikiran gue. Susah, seneng, sedih, takut, tengil bareng kalian masih gue inget, hal sekecil apapun. Gue juga masih inget waktu Beomgyu ngompol di celana pas ngevlog di celana."

Mereka seketika terkekeh mendengarnya.

"Dari lubuk hati gue yang paling dalem, gue ngucapin terima kasih karena udah jadi sahabat terbaik selama hidup gue. Semoga perjalanan kalian buat mewujudkan mimpi akan tercapai. Selamat menyambut kehidupan baru teman-teman. Gue harap, kalian selalu ingat gue untuk selama-lamanya....

...Tertanda, Taehyun."

Yeonjun mengelap sudut matanya yang berair kemudian menatap teman-temannya yang masih dibalut tangisan.

Beomgyu menatap surat yang masih dipegang oleh Yeonjun. "Bahkan saat-saat terakhirnya, dia masih bisa nulis surat sepanjang itu."

Yeonjun mengangguk. "Taehyun nggak mau kita merasa bersalah atas kepergian dia."

Soobin melepaskan pelukannya dengan Hueningkai dan mengelus batu nisan Taehyun. "Semua perjuangan dan kebahagiaan disini nggak akan mudah tanpa orang hebat kayak lo, Taehyun."

Hueningkai marah, sedih, dan kecewa bercampur menjadi satu. Marah karena Taehyun harus menjadi korban. Sedih karena Taehyun telah tiada. Dan kecewa pada dirinya sendiri karena terlambat menyelamatkan Taehyun.

Hueningkai kemudian bersimpuh dan memeluk kuat-kuat batu nisan Taehyun. Air matanya kembali mengalir deras mengingat segala hal yang mereka lakukan bersama.

Pundaknya ditepuk dari belakang oleh Yeonjun. “Udah yuk, nggak baik sedih berlarut-larut.”

Yeonjun kemudian membantu teman-temannya berdiri.

Soobin menarik tangan Yeonjun dan Beomgyu, mengisyaratkan mereka untuk berjalan terlebih dahulu.

Saat dirasa puas, Hueningkai mengelap hidung dan matanya. Ia kemudian tersenyum pada foto Taehyun.

"Makasih udah mau menghabiskan saat-saat terakhir lo buat kita. Lo bakal selalu jadi bagian dari kita, Tae. Kita bakal kangen sama lo."

Ia kemudian berdiri dan menyusul ketiga temannya yang berjalan mendahului.

“Iyuhh Kai belernya kemana-mana.”

“Nih beler!”

“Hoekk! Jauh-jauh lo!”




























Manusia merencanakan pertemuan namun Tuhan yang menentukan jika akhirnya harus ada perpisahan, tidak ada yang di sesali.





























The End

































Yay akhirnya cerita ini selesai juga
Tepuk tangan untuk kita semua👏

Terima kasih untuk pembaca sekalian yang sudah menyempatkan diri membaca Doppelganger💗

Cerita ini nggak akan selesai tanpa adanya kalian💗

Segala kritik dan saran bisa di sampaikan disini, mungkin kalau ada.

Sekali lagi makasih untuk para pembaca tersayangq😽

Eum, kalau kalian masih ingin terhubung sama aku, bisa baca cerita terbaru aku😸
Judulnya The Case dengan main characternya Ningkai.

Sekian kata penutup yang bisa aku sampaikan, selamat bertemu di cerita selanjutnya💐

Salam hangat,
Azzurebluet aka ayangnya Soobin 😘

Doppelganger | TXT [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang