"YA LU IDIOT! DAH TAU LAGI NYAMAR MALAH MAKE JAM TANGAN ROLEX!" pekik Kuroo dengan sekuat tenaga tepat di wajah Bokuto.
Bokuto yang tidak terima di teriaki seperti itu pun langsung membalasnya. "YA LU JUGA! NASGOR BUKA SIANG-SIANG! GIMANA KAGA CURIGA ORANG-ORANG?!"
"BIAR MENCOLOK ANJIR GUA MAH, DENGAN GUA BUKA SIANG MEREKA PASTI BAKAL MIKIR GILA NIH ABANG ABANG NIAT BET JUALAN. GUA KASIAN GUA BELI AJA LAH GAK KAYAK LO!"
"ORANG YANG MAU BELI DAGANGAN LU PASTI MIKIR NIH ORANG JAM TANGAN ROLEX TAPI DAGANG BAKSO GIMANA CERITANYA DAH? GITU!!"
"GAADA PELANGGAN GUA YANG NGOMONG GITU YA!"
"ADA YA! CUMAN LUNYA AJA YANG GAK TA-"
Ceklek
"Ribut aja teros, itu suara rembes keluar." ketika keduanya sedang asyik berdebat muncul Oikawa yang baru saja membuka pintu rumah dengan wajah kesalnya.
Kuroo dan Bokuto menatap sinis satu sama lain dan beralih menatap Oikawa.
Berniat untuk mengadu atas tindakan mereka masing-masing.
"Junior lu tuh Wa, ajarin. Masa dagang pake jam tangan rolex." ucap Kuroo sambil melirik Bokuto.
"Kakak Kakak yang rambut item yang ada di sebelah ini malah dagang nasi goreng siang-siang Kak! Udah pasti itu bakal bikin orang curiga!" adu Bokuto yang tak mau kalah.
Oikawa mengusap wajahnya kasar. Tolonglah jangan kayak bocah gini.
"Haduh.... Udah berapa lama sih kalian ngintel? Yang kayak ginian aja masih di rubutin. Ayolah jangan kayak anak kemaren sore gitu." ucap Oikawa sambil melepaskan tas pinggangnya dan meletakkannya di sofa.
Bukannya mengangguk atau mengiyakan perkataan Oikawa. Kuroo dan Bokuto malah melemparkan tatapan heran bercampur tak sukanya.
"Jingin kiyik inik kimirin siri." Kuroo berkata sambil menirukan gaya bicara Oikawa.
"Anak kemaren sore juga bakalan mikir kali kenapa es campur masih keliling sampe malem." timpal Bokuto.
Oikawa yang mendengar itu tersenyum kesal. Tolong, ini dia ngerasa gak punya harga diri karena ditindas ama kedua juniornya yang gak ada adab ini.
"Birisik! Dari pada itu. Lu berdua udah ngelapor ke Pak Dai belum hari ini dapet info apa aja?" tanya Oikawa sambil menghempaskan bokongnya.
Kuroo memutar bola matanya malas kemudian menganggukkan kepalanya. "Udah elah santai aja." jawabnya enteng.
Bokuto ikut menganggukkan kepalanya. "Oh iya kayaknya yang tinggal di rumah itu gak cuman satu orang deh."
Oikawa menyerngit heran mendengar itu. "Serius? Gua kira satu doang."
"Dua kayaknya mah." ucap Kuroo.
"Kayaknya sih, tadi gua ketemu yang make kacamata rambut item, dia ngaku kalo yang barusan beli kwetiaw di lu itu Kakaknya." ucap Bokuto..
Kuroo mengangguk-anggukkan kepalanya. "Oh si Kenma..."
"Bukan dua berarti yang tinggal di rumah itu, tapi tiga!" ucap Oikawa.
Bokuto menyerngit heran mendengarnya. "Tiga? Satu lagi siapa?"
"Iwaizumi, dia tadi beli es gua." enteng Oikawa.
"Oh iya! Tadi kayaknya si Iwaizumi ngelakuin transaksi. Tapi...." Oikawa menggantung perkataannya sambil memasang wajah gelinya.
"Tapi apa?" tanya Bokuto yang penasaran.
"Sama banci anjir..." sambungnya.
Bokuto dan Kuroo sontak membulatkan matanya. "Banci?"
Oikawa mengangguk. "Iya, banci."
"Gua jadi bingung gimana mau nanyanya, geli sendiri gua." ucap Oikawa sambil memegang lehernya yang terasa geli.
"Yaelah gampang itu mah." Kuroo menepuk pundak Bokuto beberapa kali kemudian merangkulnya. "Junior kita yang masuk lewat ordal ini pasti bisa diandelin, kan?"
Bokuto mengangguk sambil tersenyum bangga. "Iya lah je-" dia berhenti berkata dan sesaat setelahnya matanya membulat akibat tak percaya dengan apa yang Kuroo katakan. "HAH?!"
•••••
"Ken, kata lu kita harus ngasih apa ke tetangga baru kita?" tanya Akaashi sambil mengotak-atik laptopnya.
Kenma yang mendengar itu mengangkat satu alisnya heran. "Ngapain ngasih?"
"Biar terkesan tetangga yang baik dan tidak mencurigakan serta dia tidak menyadari bahwa kita adalah bandar." jawab Akaashi dengan jelas.
Kenma yang mendengar itu menganggukkan kepalanya kemudian mengangguk.
"Oh, beliin aja gorengan atau apa gitu."
"Lu yang beli, ya besok?"
Kenma menggeleng mendengarnya. "Gak, gua transaksi seharian penuh besok. Jadi lu aja."
Akaashi yang mendengar itu langsung mengalihkan pandangannya dan menatap Kenma kesal.
"Lu gak mungkin transaksi seharian penuh, ya!"
"Mungkin, dan besok gua bakalan lakuin itu."
Defeat
Kenma mendesis ketika mendengar suara nyaring dari handphonenya dan sesaat setelahnya dia bangkit dari duduknya kemudian berjalan kearah pintu kamar Akaashi. Berniat untuk meninggalkan si bontot itu sendiri.
"Dah lah lu aja yang ngasih. Selamat menyambut tetangga baru tot..." ucap Kenma sambil melambaikan tangannya dan meninggalkan Akaashi.