Kuroo, Oikawa dan Bokuto refleks mengerjap beberapa kali dan mengatakan dengan serempak.
"Hah?!"
Orang yang menerima kantung itu dari Kenma malah menundukkan kepalanya seolah merasa bersalah. "Sorry gua udah punya pacar... Dan gua juga demennya lobang."
Dia melirik ketiga intel ganteng tapi otak rada-rada itu dengan lirikan bersalah bercampur malu. "Maaf, ya.... Tapi kita Kakak adek-an aja. Slot di kartu keluarga gua masih banyak kok!"
Mata Bokuto berkedut kesal mendengar itu, dia segera menarik pistol yang ia todongkan dan mengarahkannya ke tanah kemudian menarik pelatuk itu. Sehingga menimbulkan suara kencang dan tentu saja itu mengeluarkan peluru.
Tetapi bukan peluru karet apa lagi batu, ini peluru sungguhan.
"Nah, ngeliat sendiri, kan?" Kuroo berkata sambil menempelkan pistolnya di kepala orang tersebut.
Orang itu mengerjap beberapa kali dan sesaat setelahnya dia gemetar takut. "Pi-pistol beneran?!"
"Iya lah, ngapain kita bawa pistol mainan gak modal banget." ucap Oikawa dengan kesal kemudian menahan kedua tangan orang itu dan menaruhnya di belakang.
"PENJAHAT?!"
"ELO ITU ANJ-" belum sempat Bokuto menyelesaikan perkataannya Kuroo segera membekap mulutnya dan menatapnya tajam.
"Pasal 1 ayat 50." ingat Kuroo dan hal itu membuat Bokuto mengangguk dengan terpaksa.
Ck, Bok Bok dah berapa tahun sih lu kerja di sini? Masa lupa ama tuh pasal.
"Lu beneran mesti di ospek ulang Bok." ucap Oikawa kemudian merampas kantung yang orang itu pegang.
"Lah lah... Bang itu punya gua kenapa diambil?!" tepat setelah Oikawa mengambilnya orang itu tampak panik dan sedikit memberontak.
Kuroo berhenti membekap mulut Bokuto dan kembali fokus pada orang tersebut dan melirik kearah Oikawa sekilas.
"Isi?" tanya Kuroo.
"Belum liat, lu gak ngeliat ini tangan gua satunya nahan dia?!" tanya Oikawa dengan kesal.
"Ck, itu mulut nganggur."
Oikawa memutar bola matanya malas. Tolong lah Kur, itu si ordal diem aja dari tadi. Kenapa gak dia aja yang bukain?! Kenapa kudu pake mulut?!
Oikawa mendengus kemudian menyodorkan kantung itu pada Bokuto.
Bokuto mengambilnya dan segera membukanya.
"Borgol mana borgol?" tanya Oikawa.
Kuroo merongoh kantung celananya kemudian mengeluarkan borgol besi beserta kuncinya lalu menyerahkannya pada Oikawa.
Oikawa segera mengambilnya dan segera memborgol tangan orang itu.
Orang itu membulatkan matanya dan mencoba melepaskan tangannya dari borgol. "Loh loh ini kenapa di borgol?!"
"Biar lu gak bisa gerak lah, apa lagi emang selain itu?" jawab Oikawa dengan santai kemudian merangkul pundak orang itu.
Kuroo berhenti menodongkan pistolnya ketika Oikawa sudah merangkulnya. "Lapor isi?"
"Naspad karet dua warna kuning dan merah."
Kuroo mengangguk kemudian menoleh kearah Bokuto. "Oke, bawa ke la—HAH?!"
Bokuto menoleh pada Kuroo kemudian mengangguk dan menunjukkan nasi padang yang ada di tangannya yang sudah ia buka, nasi padang berlauk rendang dua biji dan perkedel tiga biji.
"KOK BISA?!" tanya Oikawa heran dan matanya berkedut kesal ketika menyaksikan Bokuto yang malah memakan perkedel itu dengan santai. "DAN KENAPA LU CICIPIN?! MAU JADI TERSANGKA LU?!"
Bokuto menelan perkedel yang ada di mulutnya. "Gak ada, ini kaga ada campuran sabu atau yang lainnya."
"Lu tau dari mana gak ada?! Lagian emang lu pernah nyicip?!" tanya Kuroo dengan kesal kemudian mendekat kearahnya. "Coba sini gua liat." dia mengambil satu daging rendang itu kemudian memakannya.
"ITU LU CICIP NAMANYA BUKAN LU LIAT!!!" pekik Oikawa dengan kesal dan tanpa sadar mencengkeram bahu orang itu sehingga membuatnya merintih.
Kuroo menoleh pada Oikawa dan mengangguk sambil mengacungkan jempolnya. "Aman Wa, gak ada yang aneh."
Bokuto mengangguk sambil terus memakan perkedel yang ada di sana dengan nasinya. "Iya, kayak nasi padang pada umumnya."
"Halah gak percaya gua!" Oikawa menarik orang itu dan mereka mendekat pada Kuroo dan Bokuto. "Coba sini gua cek." Oikawa meraih sayur nangka itu dan segera memasukkannya kemulut.
"Oh iya, kayak naspad pada umumnya." ucapnya dan lanjut makan nasi padang itu dengan tangan kanannya. Sementara tangan kirinya ia gunakan untuk menahan orang itu agar tidak kabur.
Sedangkan orang tersebut hanya bisa menatap nasi padang yang ia beli dengan tatapan lemas.
"Bang udah Bang... Itu buat gua Bang, jangan di habisin."
"Ikhlasin, anggep aja lu lagi bantu orang susah." jawab Kuroo dengan enteng dan terus berebut nasi padang itu.
"TAPI MASALAHNYA GUA YANG KESUSAHAN DI SINI!!"
•••••
Kenma berjalan santai ke rumahnya sambil memegang seikat uang bewarna merah di tangan kanannya. Dan di tangan kirinya hanya ada dua lembar uang bewarna hijau.
"Untung aja tuh orang mau gua ajak transaksi di warung naspad." ucap Kenma kemudian memasukkan uang itu di kantung hoodie-nya.
Dia mendongak untuk menatap langit-langit seolah sedang berpikir. "Kira-kira siapa yang ngikutin gua, ya? Gua kayak pernah denger suaranya... Tapi di mana?"
Dia terus berpikir, mencoba mengingat-ingat siapa pemilik suara itu meskipun akhirnya dia menyerah dan lebih memilih melupakannya.
"Gosah di pikirin lah...." dia kembali menatap lurus ke depan dan tiba-tiba dia teringat. "Itu orang yang ngikutin gua bakal nangkep Futakuchi gak, ya?"
Kenma menghela nafas kemudian mengedikan bahu. "Ya udahlah, terkadang keberhasilan itu membutuhkan pengorbanan."
Ya tapi pengorbanan yang di maksud itu tidak seperti ini, Mas bandar yang terhormat yang bisanya cuman ngepush emel doang.