𝐂𝐡𝐚𝐩𝐭𝐞𝐫 𝟏𝟓 : 𝐀 𝐕𝐢𝐞𝐰𝐩𝐨𝐢𝐧𝐭

113 30 18
                                    

Balkon itu diisi oleh keheningan. Angin malam dengan langit penuh bintang. Cahaya terang yang menerangi isi istana kekaisaran, suara musik yang mengalun rendah dalam ruang perjamuan—dan Cadfael Demetria bersama Lareina Ovrin yang berdiri kaku di tempat pijakannya masing-masing. Helaian keemasan dari rambut Lareina tampak mencolok berterbangan. Postur tubuhnya tegak, menggenggam kedua tangannya di depan gaunnya sembari menatap lurus pemandangan di depannya.

Rasa-rasanya, waktu berjalan begitu lambat. Bahkan setelah Reagan Edgar de Weylin meninggalkan tempat itu, hanya sunyi dan canggung yang selimuti dua pasang manusia. Belum ada yang bicara, belum ada yang berani angkat suara, sebab masih saling tenggelam dalam pikiran keduanya, masih memberi jarak aksa yang tak terhindar, masih saling memendam nyata atas perasaan masing-masing yang tak jelas ujungnya.

Jika Nona Ovrin adalah perempuan muda yang sulit untuk dimengerti, bersifat kaku dan berpenampilan elegan, maka Cadfael Demetria akan setuju dengan segala rumor yang dia dengar selama mereka berjauhan. Dia tidak tahu bagaimana perempuan itu hidup selama ini, tak tahu bagaimana kabar si puan. Begitu kakinya yang penuh noda darah menginjakkan kaki di daratan Eurigent—dari seluruh pelosok, dia langsung bisa mengenali sosok Lareina Ovrin bahkan tanpa berkedip dari atas tunggangan kudanya.

Bahkan jika perasaannya jelas, bahkan ketika mereka telah saling mengakui untuk satu sama lain, bahkan jika dia menggoda perempuan itu—terdapat satu titik kotor dalam kertas putih itu dimana Cadfael selalu merasa bahwa Lareina akan meninggalkannya suatu saat nanti. Bagaimanapun dia menenangkan dirinya, apakah kecemburuan dengan rasa tidak menyenangkan itu bisa semerta-merta muncul hanya dengan melihat seorang pemuda lain menggenggam tangan dan mencium helaian rambutnya?

Sejujurnya, Cadfael benar-benar tidak menyukai fakta itu.

Dia benci perasaan yang seperti batu penjagal di dalam hatinya. Dia tidak suka melihat bagaimana tangan Lareina digenggam begitu nyamannya, dia tidak suka bagaimana manik biru safir itu seolah bisa mempesona setiap orang yang bertatapan dengannya. Lareina—sejujurnya, dia hanya ingin perempuan itu melihatnya. Dia hanya ingin Lareina di sisinya, bahkan jika mereka tidak saling bicara, tidak saling menatap, hanya jika Cadfael melihat perempuan itu dalam pandangannya, dia bisa merasa lebih lega.

Ketika dia meninggalkan ibu kota, melangkah pada wilayah di mana mayat berjatuhan, kemudian mandi dengan hujan darah, tangisan dari para korban yang melolong di setiap sudut jalan lalu kemudian dipaksa untuk berjuang pada perang yang tidak masuk akal. Belum sempat dia berduka, belum siap dia meninggalkan ibunya, tanpa kata sampai jumpa, dia juga meninggalkan Lareina pada hari itu. Ketika mereka harus bertunangan di malam yang mencekam dan penuh duka, tidak ada rasa bahagia yang benar-benar muncul di dalam hatinya pada saat itu. Terlalu banyak hal tragis yang secara beruntun menyerang Cadfael membuat perasaannya bahkan tidak terkendali. Bahkan hanya untuk menatap perempuan itu dia tidak sanggup.

"Duke..?"

Lareina memanggilnya pelan. Suaranya lembut, dan wajahnya yang dipoles dengan riasan membuatnya terlihat berkali-kali lipat lebih cantik dari biasanya.

"Apa yang Anda pikirkan sekarang?" Tanyanya. Wajah itu menoleh sepenuhnya padanya. Cadfael tampak mengangkat kedua alisnya, merespon dengan agak terkejut. "Anda sepertinya dalam suasana hati yang buruk saat ini." Lareina merendahkan sorot matanya, jatuh pada jemarinya yang saling tertaut di atas gaunnya yang indah.

"Begitukah?" Cadfael menjawab dengan pelan. Sejenak, ada jeda dalam napasnya. Pemuda itu bergerak untuk menghadap pada Lareina sepenuhnya. Jemarinya yang terasa kasar dan penuh kapalan meraih jemari Lareina, bertautan tangan, kemudian menggenggamnya.

"Sejujurnya, saya merasa sangat tidak nyaman saat ini." Cadfael mengangkat tangan mereka yang tertaut. "Saya tiba-tiba teringat hal-hal di masa lalu. Lalu saya merasa sangat bersalah pada Lareina untuk semua hal yang terjadi. Saya seperti menjadi orang yang sangat jahat pada hari itu, ya?" Ada jeda sejenak dalam kalimatnya.

Demetria : Sail Into You [Chenle]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang