9. Unbelievable things

3.2K 439 100
                                    

inget cuman fiksi, Happy Reading!

*

Setelahnya Renjun merasa suasana menjadi canggung. Renjun yang tidak berani buka suara dan Jeno yang sepertinya tenggelam dengan pemikirannya.

"Jisung tertidur? Aku harus membawamu ke Orangtuaku.." ucapan Jeno memang memecahkan suasana hening dan canggung mereka. Tapi itu justru membuat punggung Renjun dingin. Oh, Ayolah, dia sendiri yang menyetujui untuk menikah.

"Baiklah, aku akan membawa Jisung untuk tidur dulu.." Renjun beranjak berdiri dengan Jisung berada di gendongannya.

"Tidak, Jie tidak tidur.." si Bayi mengerang, cengkraman tangannya kembali menguat. Tidak mau berpisah dengan ibu asuhnya.

"Sepertinya, Si bayi tidak bisa ditinggal, Kalau begitu biar aku yang mengurus perizinan Jisung untuk keluar.." Jeno berdiri lalu segera masuk ke dalam.

"Jie tidak tidur, jangan tinggal, Mama.." bisik Jisung pelan dengan mata sembabnya menahan kantuk.

Renjun tidak menjawab, dia hanya bisa kembali menepuk nepuk punggung Jisung berharap bayi itu segera kembali tidur.

"Ayo, sepertinya kita harus ke toko peralatan bayi untuk beli baby car seat. Kedepannya kita akan selalu membutuhkannya, ya kan?" pertanyaan Jeno membuat Renjun terdiam. "kau serius soal yang tadi ya?" tanya Renjun penuh keraguan.

Jeno mengangkat alisnya. "Tentu saja? Makanya aku mengajakmu bertemu orang tuaku sekarang.."

"Oh iya ya, Aku tidak menyiapkan apapun. Apa orang tuamu akan menyukaiku?"

Jeno membukakan pintu untuk Renjun. "Pasti suka? Kenapa harus tidak suka?"

Renjun terdiam sejenak lalu segera masuk ke mobil. "Aku juga bawa mobil sendiri.." ujar Renjun menunjuk mobil hitam yang terparkir tidak jauh dari mereka.

"Oh, kalau begitu biar seseorang yang mengantarkannya nanti ke rumahmu" balas Jeno santai menyalakan mobilnya.

"Tapi kuncinya ada disakuku" lanjut Renjun.

"Kita akan memikirkan itu nanti"

"Kau benar benar ingin menikah denganku? Kita belum lama saling mengenal bukan? Bisa saja ternyata aku orang yang sangat buruk untukmu.." ujar Renjun menatap lurus jalan tanpa menoleh sama sekali.

"memangnya kenapa? Kita bisa saling mengenal setelah kita menikah nanti.."

"bagaimana jika kau menyesal nantinya?"

"ya itu artinya aku sedang tidak beruntung saja" Jeno menjawab santai.

Renjun menatap Jeno tidak percaya. "kau sedang bertaruh atau bagaimana? Bisa bisanya kau berpikir begitu"

Jeno tersenyum. "Karena bagiku hidup selalu tentang bertaruh pada sebuah pilihan, dan semua pilihan pasti punya resiko. Daripada terus memikirkannya hingga menyesal, aku memilih maju dan menyesalinya nanti. Jika memang itu pilihan buruk, aku tidak merasa itu buruk. Itu bisa menjadi pengalaman yang berharga.."

Renjun terdiam. Perkataan Jeno masuk akal. Renjun ikut tersenyum. Pemikiran yang terlihat sederhana sekali, tapi punya arti yang luar biasa.

"Semua orang punya penyesalan dan selalu berandai andai, lalu kenapa kita harus terjebak di dalamnya jika kita bisa terus maju?"

"kau benar.. tapi ini soal pernikahan, apa kau bisa memilihnya dengan hanya seperti itu?"

"Tidak juga, aku sudah siap menikah. Jika kita memang sudah siap menikah secara mental dan fisik, kenapa tidak? Dengan siapapun tidak masalah. Aku tim cinta akan datang seiring waktu berlalu.." Jeno terkekeh.

Piece Of Happiness | Noren-SungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang