22. Incurable Pain

2.6K 339 11
                                    

Inget cuman fiksi, Happy Reading!!

*

Pada akhirnya, Renjun membiarkkan dirinya menahan diri untuk tetap tenggelam dalam ketidaktahuan. Dia akan sabar, menunggu Jeno sendiri yang akan mengatakannya.

Renjun menyandarkan punggungnya pada bantal yang dia susun tinggi, fokus menonton sambil menikmati segelas anggur merah yang rasanya begitu membakar tenggorokannya. Malam sudah semakin larut dan Jeno masih belum pulang.

Jisung sedikit rewel karena Jeno yang mengingkari janjinya untuk membacakan ensiklopedia, membuat Renjun harus pusing membaca untuk menggantikan Jeno.

"Renjun! Apa yang sedang kau minum?!" bukan ucapan yang menandakan bahwa Jeno telah pulang melainkan sebuah seruan yang membuat Renjun jengkel.

"Itu yang seharusnya kau ucapkan saat baru pulang ke rumah? Aku kira kau sudah lupa sudah menikah.." Renjun berujar datar.

Jeno meringis. "Maafkan aku, pekerjaanku agak banyak hari ini. Aku janji besok akan pulang tepat waktu.." kata Jeno menyesal.

Renjun menghela nafas. "Minta maaf pada Jisung besok, dia sedih karena kau tidak membacakannya buku"

Jeno mengangguk. Iya, Jeno menyesal.

"Mau aku siapkan air hangat?" tawar Renjun akhirnya saat melihat Jeno yang sibuk melepas jas dan dasinya.

Jeno menggeleng. "Tidak perlu, aku bisa siapkan sendiri. Tapi, aku lapar.. Boleh hangatkan lagi masakanmu?" rengek Jeno.

"Tidak ada, semuanya habis. Aku kira kau tidak akan pulang.." cibir Renjun.

"Ayolah, Renjun.. Suamimu lapar, kalau begitu masak sesuatu ya? Mie juga tidak masalah.." Jeno masih merengek.

Renjun menyerah, menandaskan sisa wine dengan sekali teguk. "Aku akan menggigit jika kau tidak segera turun setelah mandi!" ancam Renjun kemudian berjalan keluar kamar sambil menenteng gelas wine-nya.

"iya, sayangku.. Aku ini lapar, tidak mungkin tidak segera turun nanti.." sahut Jeno yang juga mulai melangkah masuk ke kamar mandi.

Renjun berdecih, memang harusnya tidak pulang saja. Meski nanti Renjun kesepian saat tidur karena tidak ada yang memeluknya seperti beberapa waktu terakhir. Itu lebih baik dibandingkan harus turun ke dapur untuk masak saat Renjun sudah menempel dengan kasur.

Pada akhirnya, Renjun tidak akan membiarkan Jeno makan dengan Mie. Si Cantiknya Jeno itu memilih untuk membuat sup makaroni. Waktunya pas sekali, saat sup matang Jeno sudah turun dengan rambutnya yang setengah kering.

Renjun memicingkan matanya saat mengambil nasi untuk dimasukan pada mangkok. " Kau tidak mengeringkan rambut dengan benar.." tegur Renjun.

"Aku sudah sangat lapar sekali.." keluh Jeno, segera duduk untuk menyantap makanan dari pasangannya yang tercantik dan tercinta.

Renjun memutar bola matanya malas, sangat lapar sekali? Itu pemborosan kalimat! Berlebihan!

Melihat Jeno makan dengan lahap, membuat Renjun menopang dagunya.

"Jeno, aku dulu tidak tahu bagaimana rasannya kehilangan.. Karena sejak awal aku memang sudah kehilangan.." Renjun tersenyum tipis saat makanan Jeno sudah tandas dengan cepat.

"Tapi, aku tahu sekarang. Saat Winwin hyung sakit dan tidur untuk waktu yang aku rasa sangat lama. Aku sempat berpikir untuk ikut mati.. Aku takut, bagaimana jika Winwin hyung meninggalkanku.." ungkap Renjun. "Itu terasa lebih menakutkan daripada harus tinggal jauh dengan Jisung kecilku.." Renjun memejamkan matanya, mencoba membuat bayangan dalam kepalanya.

Piece Of Happiness | Noren-SungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang