001. Tumbang

2.2K 266 37
                                    

GA PUNYA IDE

· ✯ ⋅

00.39 AM.

"Kamu punya permintaan?".

"Pengen liat gajah nari balet.".

Halilintar mengalihkan pandangannya pada Gempa yang duduk disampingnya sembari menonton film dari laptop. Tidak lupa dia tersenyum setelahnya untuk memamerkan kebodohannya.

"Ngadi—ngadi nih bocah," bukan Gempa yang menyahut setelahnya melainkan Taufan yang katanya tidak bisa tidur karena istri dan anaknya sedang tidak ada di rumah dan maka dari itu Taufan ke rumah Gempa untuk mengisi kekosongan malamnya.

Halilintar menarik selimutnya dan merubah posisi tidurnya menjadi miring sehingga kini tatapan matanya tertuju pada pinggang Gempa.

"Monyet aja bisa kenapa gajah nggak?" Halilintar berasumsi jika semua hewan sepatutnya bisa melakukan apa yang dia pikirkan makanya ia bicara seperti itu.

Gempa memijat pelipisnya kala rasa sakit hadir ketika mendengar setiap ucapan putranya. Memang Halilintar ini aneh tetapi tidak seaneh sebelum Gempa meninggalkannya dalam waktu lama.

"Kata Gentar kamu sering bolos sekolah," Gempa mengelus lembut rambut Halilintar, "kenapa kayak gitu?".

Halilintar sempat bergumam sebelum menjawab, ia sudah tidak ingin  bicara lagi sebab mengantuk, "males, buat apa sekolah toh akhirnya juga aku bakal tetep jadi beban keluarga.".

Taufan yang awalnya hanya duduk dibibir ranjang kini merubah posisinya agar lebih dekat dengan Halilintar.

"Ajaran kamu sih Kak, harusnya aku titipin Lintar sama Mama aja bukan sama Kakak." ujar Gempa sedikit kesal karena merasa jika Taufan malah mengajarkan hal tidak baik pada Halilintar selama Gempa pergi.

"Kok aku yang disalahin? Anak kamu juga yang gak pernah nurut kalau dibilangin," Taufan tidak terima jika disalahkan begitu karena kenyataannya Halilintar lah yang tidak menurut dan sering kali membantah.

"Daripada harus dititip sama Nenek, aku lebih baik mati." ucap Halilintar yang secara langsung membuat Gempa dan Taufan diam.

Gempa bisa dibilang terkejut mendengarnya, apalagi yang mengatakannya adalah Halilintar.

"Kenapa? Cerita sama Papa, kamu lagi marahan sama Nenek?" Gempa merubah posisi duduknya agar bisa melihat wajah Halilintar langsung, tapi seperti yang dilihat Halilintar malah memejamkan matanya berniat untuk tidur.

"Lin—Lin, jangan tidur dulu dong ..." Taufan menatap Halilintar, memperhatikan pahatan wajah keponakannya yang terbilang mirip dengannya dan Gempa.

"Berisik!" Halilintar menyibak selimut yang dipakainya dan berlalu dari kamarnya untuk pergi ke tempat dimana tidak ada Taufan dan Gempa.

Gempa menghela napas lelah, "kamu kuat banget Kak bisa ngurus Halilintar selama aku sama Yaya pergi," padahal Gempa saja tidak yakin bisa melakukannya, apalagi jika dilihat—lihat Halilintar sepertinya sensitif saat membicarakan Aurora.

"Kuat gak kuat, mau gimanapun juga aku harus tetap jalanin tugas kan?" bibir Taufan melengkung keatas mengukir sebuah senyuman.

[✔] 2. HE IS SIMILARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang