009. Gagal alpa

1.2K 189 17
                                    

· ✯ ⋅

Kelas yang biasanya sunyi, kini ramai dengan suara obrolan ringan dan tawa para siswa, suasana pagi ini terasa agak berbeda, lebih bercahaya dibanding hari-hari sebelumnya.

Beberapa siswa terlihat mengobrol di sudut kelas, sesekali menoleh ke arah bangku yang kosong di dekat jendela, bangku yang biasanya diduduki oleh Halilintar. Hari ini, bangku itu terlihat tak berpenghuni, namun itu juga yang membuat kelas itu terasa lebih hidup, karena biasanya jika Halilintar sekolah dia akan langsung mengancam setiap orang yang berisik.

Halilintar itu menakutkan jika diluar rumah. Dia dikenal bengis dan sadis, tak segan menghabisi orang yang dia anggap musuh dan rumornya Halilintar pernah membuat anak orang koma bahkan sampai meninggal. Maka dari itu seisi kelas ini takut pada Halilintar, bahkan orang-orang di sekolah yang kenal dia juga ikutan takut.

Padahal Halilintar itu anak baik, itu cuma rumor, karena segalak-galaknya Halilintar dia tidak pernah memiliki keinginan untuk menghabisi lawannya.

Sori duduk di bangkunya sambil memandang kearah bangku Halilintar yang kosong.

"Gak biasa banget dia gak masuk, padahal biasanya masuk terus tuh anak meski telat terus." ujarnya sambil menggigit ujung pensilnya, jelas terlihat bingung. Tetapi selain bingung, alasan Sori menggigit ujung pensil juga karena Sori rasa pensilnya itu manis meskipun tahu jika perbuatannya itu terlihat jorok.

Glacier yang duduk di sebelah Sori mengangguk setuju, "padahal biasanya udah datang." suaranya datar seperti biasa, karena tidak ada Halilintar juga disini makanya sifatnya kembali ke setelan pabrik.

Glacier memandang pintu, seolah berharap Halilintar mendadak muncul dari pintu kelas dengan wajah dinginnya yang biasa.

"Kemarin pas pulang, dia keliatan buru-buru banget, terus pas itu juga lagi hujan. Gue jadi kepikiran, jangan-jangan ..." Sori menggantungkan kalimatnya, ia mencari kebenaran di tengah spekulasi yang berkecamuk di kepalanya.

"Jangan mikir aneh-aneh." sahut Glacier, meski di dalam hatinya pun, ia tak bisa menghilangkan pikiran buruk itu.

Kendati Glacier memang sering kali tidak peduli dengan orang lain, tetapi lain lagi cerita jika pada Halilintar.

Di sudut lain kelas, teman-teman sekelas yang lain pun mulai berbisik-bisik, mendiskusikan absennya Halilintar. Meskipun di satu sisi mereka juga senang karena Halilintar tidak masuk, rasanya seperti terbebas dari penjajah setelah sekian lama menderita.

Rimba mendekat ke arah Sori dan Glacier. Dia memang jarang masuk kelas karena hobinya nge—warnet di bangunan samping sekolah itu bersama anggota Eviloz lainnya.

"Gue ikut kepikiran, Sor," timpal Rimba, dia memang sejak tadi menyimak pembicaraan Glacier dan Sori meskipun tidak ikut nimbrung karena sedang menikmati sarapan yang dibuat Mami-nya.

"Ini Halilintar kemana? Gue gak liat dia sejak kemarin sore, bahkan di grup chat aja gak ada kabar dia padahal biasanya paling bawel." Rimba melanjutkan ucapannya.

"Kenapa gak tanya Sopan?" sahut seorang gadis berpenampilan tomboy, Lavender namanya.

Ia cenderung berpakaian seperti laki-laki, dia lebih nyaman mengenakan celana dibanding rok, terutama karena cara duduk dan aktivitasnya yang sering memanjat-ketika bolos, membuat rok terasa tidak aman.

[✔] 2. HE IS SIMILARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang