· ✯ ⋅
Semalam Halilintar menginap di rumah Sori, ia tidak berniat untuk pulang lantaran selama orang tuanya tak ada dirumah dulu pun, Halilintar memang jarang pulang. Kadang Halilintar hanya pulang untuk mengganti pakaian dan memberi peliharaannya makan, kenapa lagi alasannya kalau bukan karena kesepian.
Matanya menatap Gempa yang baru saja mengeluarkan mobilnya dari garasi, pria itu tampaknya belum menyadari kehadiran Halilintar yang kini sedang duduk anteng di teras rumah. Halilintar juga tidak berniat masuk sebab di dalam nanti ia pasti akan dimarahi habis-habisan oleh Yaya lantaran tidak mengabarinya sejak kemarin.
Menyapa Gempa duluan juga sebenarnya gengsi jadi biarkan saja, agar nanti Gempa menyapa duluan baru Halilintar akan menyahut.
"Darimana aja?" akhirnya Gempa menyadari kehadiran Halilintar yang tadi sudah seperti transparan lantaran lamanya Gempa tidak menegur atau setidaknya menyapa Halilintar.
"Rumah temen." balas Halilintar singkat. Ketika melihat Gempa yang sepertinya akan kembali masuk rumah membuat Halilintar bergegas berdiri dan mengikutinya dari belakang.
"Harusnya kamu belajar bukan keluyuran kayak gitu, sebentar lagi kan ujian. Emangnya mau kalau nantinya gak lulus gara-gara nilainya kurang?" Gempa sedikit melirik Halilintar dan kembali menatap kedepan berjaga-jaga agar tidak tersandung.
Halilintar menarik napas dalam. Pertanyaan yang selalu dihindari setiap anak ternyata kini muncul juga, memang bukan pertama kalinya bagi Halilintar mendengar kata seperti ini. Setiap kali ia akan lulus sekolah, entah itu SD atau SMP, Gempa memang selalu seperti itu, menekannya untuk belajar lebih giat. Katanya, "kalau gak lulus kamu juga yang malu bukan Papa.".
Ya, tidak salah. Jujur saja jika tahun ini tidak lulus SMA maka ia juga yang akan dipermalukan, mengingat Halilintar adalah salah satu murid berprestasi di sekolah. Meskipun jarang belajar tetapi Halilintar masih memiliki kecerdasan otak yang patut di puji, kendati Halilintar tidak mendapatkan peringkat pertama di kelas, Halilintar sendiri tidak masalah lantaran nantinya malah merepotkan jika ia sampai di tuntut Gempa untuk terus mempertahankan peringkatnya.
Dulu saat SD, Halilintar seringkali mendapatkan peringkat pertama selama enam kali berturut-turut tapi lama kelamaan ia tertekan juga sebab Gempa terus memintanya untuk mempertahankan apa yang sudah ia raih.
"Kamu juga harusnya keluar dari geng itu biar nanti fokus belajarnya nggak terganggu," Gempa menarik kursi begitu sampai di dapur, ia niatnya menunggu istrinya sebelum memulai sarapan. Wanita yang ia cintai itu kini sedang menjemur pakaian setelah tadi mencucinya.
Di rumah ini memang tidak ada asisten rumah tangga lantaran Yaya masih merasa mampu mengerjakan semua pekerjaan rumah. Meskipun sempat ditinggalkan selama sembilan bulan, rumah ini masih bisa dirawat oleh Halilintar lantaran ukurannya yang tidak terlalu luas, istilahnya minimalis, tidak terlalu luas ataupun sempit.
Namun sama seperti laki-laki pada umumnya, terkadang Halilintar juga malas-malasan jika waktunya beres-beres. Memang tidak semua laki-laki seperti itu, tetapi ada kalanya orang seperti Halilintar terlahir di dunia.
"Belajar yang giat biar nilai kamu bagus, kalau nilainya bagus siapa tau nanti di terima di universitas terbaik yang saat ini kamu impikan." Gempa terus melanjutkan ucapannya, la tak tahu saja jika kini Halilintar sedang menggerutu dalam hati lantaran telinganya panas hanya dengan mendengar kalimat itu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] 2. HE IS SIMILAR
Fiksi PenggemarBagian kedua dari His Last Stop. ❝Bereinkarnasi sebagai anakmu bukanlah keinginanku, tapi kembali padamu adalah impianku ❞ Start : 23 Februari 2023 End : 16 September 2023