Suara derap langkah kaki mengiringi di lantai koridor rumah sakit yang sepi malam itu. Gracio, ia tampak tergesa-gesa, berjalan mengarah ke Unit Gawat Darurat. Mendapat kabar bahwa Christy, putrinya, mengalami kecelakaan, pria paruh baya pemilik nama besar Dirgantara itu langsung meninggalkan rumah, dan segera menuju rumah sakit yang pihak kepolisian beritahukan padanya.
Dari kejauhan, terlihat pintu masuk Unit Gawat Darurat berpendar di bawah cahaya lampu neon. Gracio mempercepat langkah kakinya dengan perasaan yang kian membuncah. Hingga matanya segera menangkap tiga orang menunggu di sana.
Ada mantan istrinya yang tampak begitu gelisah, seorang polisi yang berdiri tegak dengan ekspresi serius, dan seorang pria, kira-kira seumuran dengannya, yang tidak Gracio kenali siapa dirinya, namun, sorot matanya penuh kekhawatiran yang sama.
Gracio menghela napasnya, lantas beralih pada polisi tersebut. "Bagaimana keadaan putri saya?" tanyanya dengan suara sedikit bergetar. Tak ada yang lebih ia inginkan selain mendengar bahwa putrinya baik-baik saja.
"Kami masih mengumpulkan informasi yang lengkapnya, Pak. Tapi yang saya tahu, putri Bapak mengalami kecelakaan saat mencoba menyalip kendaraan di depannya, dan dia berusaha menghindari mobil dari arah berlawanan, tapi akhirnya kehilangan kendali," jelas Polisi itu.
Perlahan Gracio mengusap wajahnya, dan menelan ludahnya. "Apa ada korban lain?"
"Tidak ada, Pak. Pengemudi mobil yang bertabrakan dengan putri Bapak untungnya bisa mengendalikan kendaraannya, jadi tidak ada yang terluka. Hanya saja, mungkin ada kerusakan di bagian depan mobil tersebut. Sementara, kendaraan putri Bapak rusak cukup parah dan sekarang sudah kami amankan di kantor."
Lalu Gracio mengangguk pelan. "Saya akan ganti semua kerugiannya. Terima kasih atas bantuannya."
Polisi itu balas tersenyum. "Sudah menjadi bagian tugas kami, Pak," ujarnya. Ia yang tengah berhadapan dengan Gracio melirik sedikit ke arah satu-satunya perempuan di sana. "Waktu saya menghubungi Bapak dan tidak langsung ada jawaban, saya menghubungi Ibu Shani. Saya minta maaf, saya tidak tahu kalau kalian sudah tidak bersama."
Gracio menatap polisi itu sejenak, merasa sedikit terkejut mendengar pengakuan tersebut. Sebelumnya, ia tidak mengetahui jika Shani turut serta dilibatkan dalam pemberitahuan kecelakaan Christy. "Tidak apa-apa," jawab Gracio.
"Kalau begitu saya permisi, Pak. Jika ada hal yang perlu kami bantu, kami akan terus berkoordinasi dengan Bapak."
Lekas Gracio mengangguk. Setelah Sang Polisi terlihat berlalu, ia kemudian berjalan beberapa langkah, mendekati pintu UGD.
"Christy, dia gimana?"
Merasa lontaran pertanyaan tersebut tertuju untuknya, Shani perlahan menoleh, dan menatap pria yang mengenakan jaket hitam itu. Namun, ia menggeleng. "Masih ditangani dokter di dalam," jawabnya yang lagi-lagi membuat Gracio hanya mampu membuang napas panjangnya.
"Christy pasti baik-baik saja, Pak," Vino ikut mengeluarkan suara di sana.
Gracio pun tersenyum sangat tipis, "Iya."
**
Pagi harinya, di kediaman Vino Maheswara, Chika dan Zee tengah bersama-sama melangsungkan sarapan sebelum berangkat ke sekolah. Akan tetapi, ada yang berbeda kali ini, musabab hanya ada mereka berdua di ruangan makan, tanpa kehadiran Papa dan juga Bunda mereka, yang belum keduanya ketahui pula di mana keberadaan orang tuanya tersebut.
"Papa sama Bunda ke mana ya, Kak? Kok enggak pada bilang kalau mau pergi," ujar Zee pada Kakak sambungnya itu.
Sementara Chika yang tampak sibuk mengunyah melirik sekilas. "Mungkin ada urusan mendadak, jadi gak sempat bilang."
KAMU SEDANG MEMBACA
CHRISTY : 1472
Fanfiction"Pantesan matahari udah gak keliatan, orang dia minder kalah cantik sama Kak Chika." 2023 ; fanfic shoujo-ai