Suasana kota Jakarta malam ini tampak cukup ramai. Meskipun sudah larut, tetapi itu tidak menjadikan warga Ibu Kota untuk tidak memenuhi jalanan. Christy memacu motornya dengan kecepatan sedang. Menikmati angin malam yang berembus ke tubuhnya dengan diiringi deru beberapa kendaraan yang melewatinya. Hingga tak lama, akhirnya dia tiba di rumahnya.
"Habis dari mana saja kamu jam segini baru pulang?"
Christy menghentikan langkahnya seketika saat mendengar suara berat milik seorang pria yang tengah berdiri di dekatnya dengan ekspresi marah ia tunjukkan. Bagaimana tidak marah? Sekarang sudah pukul sebelas malam, dan putrinya itu baru tiba di rumah dengan masih mengenakan seragam sekolah.
"Ayah gak pernah ajarin kamu tidak sopan seperti itu. Ayah lagi bicara sama kamu, Christy!" bentaknya ketika Christy tidak menghiraukan ucapan dan kehadirannya sama sekali.
Christy memejamkan matanya sejenak, lalu menatap pria paruh baya yang diyakini sebagai Ayahnya tersebut. "Ayah gak pernah ajarin apapun sama aku, karena Ayah selalu ninggalin aku! Apa gak salah Ayah bilang kayak gitu? Harusnya aku yang tanya sama Ayah, ke mana aja selama ini sampai baru pulang sekarang?"
Gracio Dirgantara, dibuat diam oleh putrinya sendiri. Memang benar, dirinya selalu meninggalkan Christy seorang diri di rumah. Namun, bukan tanpa alasan. "Selama ini Ayah kerja buat kamu. Kamu pikir---"
"Sebanyak apa kerjaan Ayah sampai gak ada waktu sedikitpun buat aku? Aku pikir Ayah udah lupa kalau masih punya anak," ungkap Christy.
"Christy!"
Gadis itu tak lagi berniat berhadapan dengan Ayahnya. Ia berlari menaiki tangga rumah, lantas langsung masuk ke dalam kamar dan kembali menutup pintu sedikit kencang.
**
Hari berikutnya.
Christy menatap malas gerbang hitam yang menjulang tinggi di depannya. Lagi dan lagi, ia terlambat datang ke sekolah. Christy menoleh ke samping, terdapat beberapa siswa lain yang juga datang terlambat sama sepertinya. Setelah itu Christy bergabung bersama mereka, dan diperintah ke lapangan untuk diberi peringatan sekaligus hukuman.
"Jaketnya lepas!" tegur salah seorang anggota OSIS yang bertugas. Merasa ucapan tersebut ditujukan untuknya, lekas Christy tergerak melepas jaket di tubuhnya.
"Kamu ini sudah datang terlambat, baju gak dimasukin, gak pakai dasi pula, lengkap banget, ya." Tambah Indy, anggota OSIS tadi pada Christy.
"Karena hari ini toilet dan halaman sekolah masih bersih, untuk sekarang kalian berdiri di sini sambil hormat ke arah bendera, mengerti? Atau ada yang mau membantah?" cetus Indy kemudian.
Mereka menggelengkan kepalanya, lantas mengadah ke atas seraya hormat pada bendera. Tak terkecuali dengan Christy yang juga menjalankan hukuman tersebut.
Setelah selesai melakukan hukuman alias berdiri di tengah lapang seraya hormat kepada sang saka merah putih selama satu jam, akhirnya Christy dapat bernapas lega. Namun, alih-alih langsung masuk ke kelas, ia justru melipir ke kantin, berniat mengisi perutnya yang belum sempat terisi.
"Pak, nasi goreng sama es teh manis. Tapi jangan manis-manis soalnya saya udah manis." Pesan Christy, lalu mendudukkan dirinya pada salah bangku yang tersedia di sana. Sementara si penjual nasi goreng itu menggeleng seraya terkekeh pelan mendapati pelanggannya yang satu ini.
Ketika sedang asyik melamun sambil menunggu pesanannya, tiba-tiba ada yang datang menghampiri Christy. "Lagi ngapain di sini?" tanyanya yang tak lain merupakan ketua OSIS SMA Bina Nusantara.
Perlahan Christy menoleh dan tersenyum kikuk menatap kakak kelasnya tersebut. "Hehe.. laper, Kak, belum sempat sarapan."
"Itu bukan alasan. Cepat masuk kelas!" tegasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHRISTY : 1472
Fanfic"Pantesan matahari udah gak keliatan, orang dia minder kalah cantik sama Kak Chika." 2023 ; fanfic shoujo-ai