Song recommendation for this chapter:
Jangan lupa voment juseyoo
🌹🌹🌹🌹
"Besok kita ada pemotretan di majalah LEe, akan dilaksanakan jam 10 pagi. Jangan terlambat ya semuanya! "
"Oke Jim" Dominic menggendong tas ranselnya, kakinya melangkah menuju pintu.
"Hm... " Ethan sedang memasukan barang-barangnya ke sebuah tote bag hitam.
"Oke Jimy cantik... " Jarrel melambaikan tangannya dan sekejap mata telah menghilang di balik pintu.
Sedangkan Kim hanya diam saja sambil memainkan ponsel.
Mereka telah selesai mengisi acara di sebuah stasiun televisi di Berlin dan sore ini mereka diperbolehkan untuk pulang. Ruang tunggu hanya berisi mereka berlima dan itu sangat membosankan untuk Kim. Ditambah celoteh Jimy sebagai manager mereka sangatlah membuat Kim ngantuk. Ingin menonjoknya juga ngomong-ngomong. Masih ada rasa tidak suka dengan sahabatnya itu perkara kejadian kemarin.
Handphone kembali dimasukan ke dalam saku jaket hitam, Kim bergegas akan keluar, mengikuti kawan-kawannya juga.
"Tunggu Vic" Ketika Kim sudah berada di ambang pintu, suara lembut milik Jimy menghentikannya.
"Apa? " beo Kim dengan malas.
"Kau marah padaku? " Jimy menunjuk dirinya dengan jari jempolnya sendiri.
"Menurutmu? "
"Ya kau marah padaku. Hei Vic, untuk apa marah padaku? Mengapa kau tetap bersikeras untuk mengajak badebah macam Jeon un-"
"JAGA MULUTMU! KAU YANG BADEBAH! " Tentu drummer itu naik pitam tatkala Jimy merendahkan Lily nya.
"Vic, kau memang sudah buta. Aku yang menemanimu dari bawah ketika kau merintis menjadi drummer, ketika semua orang membenci pilihanmu itu, aku ada disana! Selalu ada untukmu! Dan kau malah memilih dokter mayat yang baru menjalin hubungan satu tahun denganmu? " urat-urat biru menonjol di pelipis Jimy, rahangnya mengeras, matanya melotot keras ke arah Kim yang hanya memberinya tatapan datar.
"Kau berbeda Jimy, kau sahabatku dan selamanya begitu. Sahabat yang aku sayangi"
Jimy menggelengkan kepalanya, tidak terima dengan friendzone yang terus dijalaninya.
"Kau memang benar-benar sama sekali tidak menghargaiku!" satu tetes air mata mengalir pada pipi gembil milik Jimy yang memerah.
Hentakan kaki Jimy terdengar ricuh menuju pintu.
"Minggir! " lalu mendorong tubuh besar Kim agar tidak menghalangi pintu.
Nyatanya Kim hanya diam saja dan menatap kepergian Jimy.
"Aku tidak bermaksud menyakitimu Jim..., maafkan aku"