11

1.8K 191 17
                                    

Ternyata Kim masih ngambek?

Tapi mengapa pelukan prianya malah tambah mengerat?

***

Pagi hari,  pukul tujuh.

Suara tumisan sayuran di atas teplon membuat Jeon tersenyum,  pasalnya baru pagi ini dia merasakan 'pagi normal', biasanya pukul tujuh pagi dirinya baru pulang dari rumah sakit dan akhirnya memesan makanan cepat saji yang sama sekali tidak sehat.

Sayur dan daging telah matang semuanya,  kini Jeon menata rapi masakannya di atas meja.

Dan lihat disini,

Seonggok manusia bertato dan berambut hijau sedang duduk sambil memegang sendok dan garpu di masing-masing tangannya.

Belum sempat pantat piring itu mencium permukaan meja, piring telah disambar oleh Kim. Isinya ditusuk dan dimasukan ke dalam mulut,

Pun Jeon hanya menggeleng pelan lantas duduk di samping Kim, mengernyit pelan juga karena bagian bawahnya masih perih dirasa.

"Makan yang banyak Kim, apa enak?"

"...."

"Masih marah ya? Aku minta maaf..."

"...."

"Maaf ya Kim? "

"....."

"Huft" Akhirnya Jeon menggelembungkan pipinya,  kesal akibat didiami.

"Baiklah, marah saja sana"

Jeon bangkit dari tempat duduknya.

Set!

Namun tangan kanannya dicekal,  lantas jari-jari besar itu berusaha bertautan dengan jari-jari yang lebih mungil.

"Aku yang harusnya minta maaf Jung, kau tidak salah. Hanya aku saja yang terlalu sensitif,  maaf" mata hitam itu menatap lurus ke arah bola biru di balik kacamata.

Jeon kembali duduk.

"Iya, aku mengerti"

"Aku hanya takut kehilangan dirimu, itu saja" Kim menunduk, menaruh garpu dan sendoknya di atas piring.

"Aku mengerti" Jeon melempar senyum, dan entah keberapakalinya dunia Kim berhenti berputar akibat keindahan kekasihnya yang bukan sekedar kata.

"Kau tau Jung? Aku tidak pernah bisa benar-benar marah padamu... "

🌹🌹🌹🌹

Ceklek.

Enam pasang mata sedang menyoroti seorang yang berdiri di ambang pintu. Enam pasang mata itu sedang duduk di sofa yang sama.

"Apa? " yang di ambang pintu membalas tatapan itu dengan sebuah kata bernada tinggi, tak lupa meninggikan dagunya pula.

"Kau kemana saja kemarin? Rumah sakit berusaha menelponmu"

"Maaf Yoonki hyung,  aku sudah tidur"

"Bohong, kau dengan Kim Vicle itu kan? " Yoonki menembak.

"Astaga! Kalian benar-benar balikan? " Seokjun meletakan cangkir kopinya di atas meja,  menuntut penjelasan.

Anggukan lemah menjadi bukti kuat yang membuat Hossi, Seokjun dan Yoonki menggelengkan kepalanya lemah.

"KAU!  aishhh! " Yoonki mengacak surainya kasar, tidak tau harus berkata apa lagi.

"---awas saja kalau kau menangis lagi dan mencariku di tengah malam! " Yoonki akhirnya mengeluarkan kata-kata yang sejak kemarin malam dia simpan sejak mendengar berita rujuknya mereka dari bibir Hossi.

"Janji, aku tidak akan begitu lagi hyung" Jeon hanya bisa memamerkan gigi kelincinya, berusaha meredam kekhawatiran kawan-kawannya, lantas berjalan memasuki ruang Forensik.

Jeon melihat ke arah dua body bag yang tergeletak di atas autopsy table.

"Ada dua mayat? Wah kasus apa lagi ini? "

"Mereka sepertinya satu kasus dengan Isabela Landers. Kami bertiga mengecek tubuh dua mayat baru itu dan mengecek ulang tubuh Isabela Landers. Mereka punya luka sayatan yang sama di lehernya. Masing-masing ada tujuh. Sepertinya itu kebetulan,  tapi mengapa harus tujuh? Apa ada maksud lain kalau itu bukan kebetulan? " Hossi menyeruput kopinya setelah memberi penjelasan.

Tentu hal itu membuat satu alis Jeon terangkat. Tunggu dulu,  sepertinya Jeon mengingat sesuatu. Tapi tidak jelas. Memaksa untuk mengingat,  malahan kepalanya terasa sakit.

Tujuh sayatan itu terasa familiar,  namun dimana Jeon pernah menemukan itu?

Drrtt

Drrttt

Handphone nya bergetar,  Jeon langsung mengambil benda itu dalam saku dan mengangkat panggilannya.

"Ya Kim? "

"Apa kau sudah sampai sayang? "

"Baru saja aku sampai, apa kau juga sudah sampai di studio? "

"Iya, aku juga baru sampai"


Tunggu,

Tunggu,

Bukan hanya suara Kim yang dia dengar disana.

Suara seperti wanita; kau milikku, kau akan ikut denganku...

Glup

"Kim, apa ada seorang wanita di sampingmu? "

"Tidak ada cuma Dominic, Ethan, Jarrel dan Jimy. Akan kualihkan panggilan menjadi video call"

"E tidak usah Kim! Aku percaya!"

Tep.

Tiba-tiba,  pundaknya terasa berat.

Tak!

Handphone terjatuh dari genggamannya,

"Anak itu akan ikut dengan kami" sebuah bisikan mengudara di telinganya.

"Jeon! Kau kenapa! " Yoonki, Seokjun dan Hossi menghampiri Jeon yang tampak pucat pasi.

"Anak itu akan menjadi milik kami" kembali bisikan itu menerpa.

Jeon menutup matanya, sekelebat pengelihatan tentang apa yang akan dialami Kim muncul di kepalanya.

Deg.

"KIMMM! " Jeon berteriak dan tiba-tiba lari keluar dari ruang Forensik. Membuat Yoonki, Hossi dan Seokjun memasang wajah bingung dengan tubuh kaku.










Tbc...

J to the KTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang