T

274 13 0
                                    

1988

Terik matahari membuat seorang anak laki-laki mengerjapkan matanya berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke irisnya. Ia berusaha bangkit dari posisinya yang sedang berbaring sembari memegangi kepalanya yang agak pusing.

Suara berat nan serak seseorang yang bertanya apakah ia baik-baik saja cukup untuk membuatnya sadar sepenuhnya. Anak laki-laki lengkap dengan seragam putih birunya yang agak berantakan mengangguk pelan, membalas pertanyaan dari seseorang tadi.

Ah, ia dipukuli, batinnya. Anak laki-laki itu menyandarkan punggungnya di dinding sebelahnya seraya terbatuk-batuk akibat debu yang bertebangan. Wajahnya yang rupawan dengan kulit tan yang menambah nilai plus dalam dirinya dihiasi dengan berbagai luka dan lebam.

Sebotol air mineral disodorkan di hadapannya, ia melirik ke sang pemilik air mineral itu, menaikkan satu alisnya seolah bertanya untuk apa.

“Minum dulu,” ujar sang pemilik air mineral. Sang anak dengan seragam putih biru itu cukup terkejut ketika mendengar suara sang pemilik air mineral, sangat berat tidak sesuai dengan wajahnya, suaranya hampir mirip bapak-bapak pikirnya.

Si anak laki-laki itu menggelengkan kepalanya mengusir pemikiran yang ada di otaknya itu dan segera menyambut botol air mineral yang sudah mengambang di udara dari tadi. Ia meneguk air mineral itu dengan kasar sembari meringis akibat luka yang ada di sudut bibirnya.

“Pelan-pelan saja minumnya, tak ada yang mau merebut air itu dari kamu,” ujar si pemilik suara berat itu kepada anak laki-laki yang meneguk minumnya dengan rakus.

Uhukk, uhukk, anak laki-laki itu terbatuk tersedak minumnya sedang seseorang yang berada di sampingnya sedari tadi hanya menggeleng melihatnya.

“Terima kasih,” suara sang anak laki-laki yang akhirnya mau berbicara, tangannya mengelap sisa-sisa air yang ada di bibirnya. Menyodorkan botol air mineral yang isinya tinggal seperempat.

“Ya, sama-sama,” balas sang pemilik air mineral. Lama keduanya berdiam diri hingga sala satu dari mereka memecah keheningan.

“Yang tadi teman-teman kamu?” tanyanya merujuk kepada orang-orang yang memukuli sang anak laki-laki itu. Pertanyaan yang sangat bodoh karena mana ada teman yang memukuli temannya hingga lebam dan luka, tapi apalah daya jika si penanya hanya ingin berbasa-basi terlebih dahulu. Yang ditanya mendengus pelan.

“Bukan,” jawabnya singkat. Yang bertanya tadi menggaruk kepalanya yang tidak gatal, cukup terkejut dengan balasan yang singkat itu.

“Kamu orang sini? Saya tak pernah melihatmu sekali pun,” tanya si anak laki-laki itu pada pemuda yang ia yakini telah menolongnya itu.

“Oh, saya baru saja pindah, keluarga saya pasti masih memindahkan barang-barang ke rumah baru saya. Ini saya pergi ke warung untuk  beli minum eh ketemu kamu yang lagi dipukuli,” jelasnya panjang lebar padahal si penanya tidak meminta.

“Orang-orang yang memukul kamu tadi sudah saya usir, gini-gini saya juga jago bela diri. Tapi kamu keburu pingsan sebelum saya sempat bicara sama kamu,” tambahnya.

“Ah, sepertinya saya dipukul agak keras sampai bisa pingsan seperti tadi,” ujar sang anak laki-laki sembari terkekeh garing, menertawai dirinya sendiri.

“Terima kasih sudah menolong saya, lain kali saya pasti balas kebaikan kamu ini,” ujarnya lagi. Ia mengamati baju seragamnya yang sudah kusut dan kotor sembari mendesah lelah.

Apa alasan yang cocok untuk kedua orang tuanya ketika melihat keadaannya yang seperti ini, orang tua? Batinnya terkekeh.

“Iya sama-sama, yasudah kalau begitu saya duluan ya? Sudah pergi terlalu lama, takutnya orang rumah mencari. Atau kamu mau saya temani ke rumahmu? Bila-bila orang tadi kembali mencarimu,” Ucap sang pemuda dengan suara berat dan serak yang khas itu.

“Ah tidak usah ditemani tidak apa-apa, saya bisa pulang sendiri, tadi itu saya hanya lengah,” balas sang anak laki-laki berkulit tan itu.

“Baiklah kalau begitu, saya duluan ya. Dah… Sh-Shankara!” ucap sang pemuda dengan menyipitkan matanya untuk membaca kata yang tertulis pada bet nama anak laki-laki itu. Ia berlalu dengan melambaikan tangannya kepada sang anak laki-laki yang menatap jauh kepergian sang pemuda.

                                °°°

TBC

Haii teman-teman, semoga kalian menikmati ceritanya yaa.
Oh yaa sekali lagi ini bukan bxb yaa, ini brothership so kalo ga sreg atau ga sesuai sama selera kalian boleh kok ninggalin cerita aku.

fyi ini sebenarnya tugas sekolah aku wkwk disuruh buat novel gitu, dan aku mutusin ngambik tema persahabatan dengan tokoh utamanya hajeongwoo.

Makasih buat yang udah bacaa <3

Tentang Shankara || HajeongwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang