A

51 5 0
                                    


Arkatama merenung di teras rumahnya, sejak mereka pulang sekolah kemarin Shankara tak ada mengabari perihal dirinya diizinkan untuk pergi atau tidak. Mudah saja sebenarnya untuk menemui Shankara karena pada kenyataannya rumah Shankara ada di depan rumah Arkatama.

Tetapi entah mengapa Arkatama seakan enggan mendekati rumah Shankara seperti ada hal yang mengganjal di hatinya.

Seorang wanita paruh baya dengan dress selutut berjalan melewati Arkatama. Ia Ibunda Arkatama, wajahnya awet muda tidak tampak seperti ibu beranak satu.

"Ada apa nak? Mukamu lesu seperti zombie, hal apa yang mengusik anak bunda ini hm?" ujar wanita itu lemah lembut sembari tangannya sibuk dengan selang air untuk menyirami bunga-bunganya.

"Arka kepikiran Shanka bun, kemarin Arka mengajak Shankara tuk pergi ke pusat kota, mau melihat-lihat bazar yang ada di sana. Tetapi sampai sekarang Shanka tidak terlihat batang hidungnya pun,"

"Shanka tetangga di depan rumah kita itu kan? Kenapa tidak kamu ketuk saja pintu rumahnya, siapa tahu dia ketiduran atau bagaimana," Arkatama memikirkan perkataan bundanya itu, baiklah ia memutuskan untuk mengetuk pintu rumah Shankara persetan dengan rasa gelisahnya itu.

Pemuda jangkung itu masuk kembali ke rumahnya kemudian keluar memakai pakaian yang lebih pantas disbanding tadi yang hanya mengenakan kaos kutang dan celana boxer.

Sang ibunda menggeleng melihatnya, sungguh ajaib anaknya itu padahal tadi ia santai-santai saja hanya mengenakan kaos kutang di depan teras. Yah, tidak sopan juga bila mampir ke rumah orang hanya mengenakan kaos kutang.

Tok, Tokk, Tokk

Suara ketukan pintu bergema di telinga seorang pemuda yang tengah memeluk lututnya sendiri di atas kasur. Ia mendesah lelah, bertanya-tanya dalam hati siapa orang yang sore-sore ini mengusiknya.

Shankara menurunkan kakinya menyentuh lantai yang dinginnya seakan menusuk kaki Shankara. Ia menggeram rendah ketika merasa tubuhnya yang sudah remuk itu dipaksa berdiri, berjalan tertatih-tatih keluar dari kamarnya menuju pintu utama.

Tubuh Shankara menegang ketika wajah Arkatama lah yang ia lihat ketika membuka pintu. Ia buru-buru menutup pintu kembali akan tetapi Arkatama menahannya terlebih dahulu. Shankara takut-takut menatap wajah Arkatama yang sudah mengeraskan rahangnya.

"Kenapa tidak bilang?" suara berat itu terdengar mengerikan bagi Shankara. Arkatama masih menahan pintu rumah Shankara bahkan sekarang ia memaksa masuk ke rumah itu.

"Mana ibuk?" Tanya yang lebih tua.

"Ada di dalam kamar, sedang di alam mimpi," yang tua seakan tak puas dengan jawaban yang diberikan oleh yang muda.

"Ibuk baik-baik saja, tak lecet sedikitpun," tambahnya.

Ini bukan pertama kalinya bagi Arkatama memergoki Shankara babak belur seperti ini. Terakhir sebulan yang lalu, alasannya adalah ayah Shankara marah karena memergoki ibu Shankara berduaan dengan seorang pria. Ayah Shankara mencoba untuk memukul istrinya tetapi Shankara tak mungkin diam saja melihat itu, otomatis samsak sang ayah berpindah ke Shankara. Yang tua menghela napas keras.

"Kenapa?" singkat memang, tetapi Shankara mampu memahami apa yang dimaksud dari yang tua.

"Ayah sedang stress dari pekerjaan di kantor, ada beberapa masalah di kantor ditambah ketika beliau pulang saya-" Shankara tak melanjutkan kata-katanya, ia menatap mata Arkatama dengan tatapan yang tak dapat dijelaskan.

"Saya?" Tanya Arkatama. Shankara menggigit bibir bawahnya sebelum kembali melanjutkan kalimatnya.

"Saya malah tak tahu diri dan memohon untuk diizinkan pergi ke pusat kota, padahal saya tahu ayah pasti tak mengizinkan jika saya pergi cuman untuk bersenang-senang," mata yang tua berkaca-kaca, ia mengepalkan tangannya erat rahangnya mengencang.

Arkatama sangat kesal, ia kesal mengapa tak sedari tadi mengunjungi rumah Shankara, ia kesal mengapa ia mengajak Shankara ke pusat kota padahal ia tahu Shankara memiliki ayah yang sangat ketat. Ia kesal, sangat kesal.

Yang lebih muda berusaha untuk mengurangi emosi yang lebih tua dengan mengelus-ngelus punggungnya, mencoba untuk menenangkan yang lebih tua.

"Maaf," yang lebih tua tertunduk, tak sanggup untuk melihat ke arah wajah Shankara.

"Dak apa-apa, ini bukan salah kamu, ini salah saya sendiri yang tak tahu diri,"

"Maaf," yang lebih tua mengucapkan maaf sekali lagi. Sedangkan yang lebih muda hanya tersenyum tipis mendengarnya.

°°°

TBC

Awan as So Junghwan.

Have a nice day manteman~

Tentang Shankara || HajeongwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang